“Kamu mau kemana, May!? Bukannya hari ini kamu ambil cuti? Nanti sore ‘kan Keluarga Arjun akan datang untuk melamarmu. Sudah, anteng saja di rumah!”
Omelan Laksmi menghentikan langkah Amaya yang hendak pergi. Padahal tempat yang Amaya tuju begitu berarti.
Terpaksa, Amaya menghentikan langkahnya dan memberitahu Laksmi kemana ia akan pergi. “Maya mau nyekar ke makam Bapak dan Ibu, Tante.”
Laksmi tidak bisa mempunyai hak melarang seorang anak yang hendak mengunjungi makam kedua orang tuanya. Maka dari itu, Laksmi menghela napas berat dan terpaksa mengizinkan Amaya pergi.
“Ya sudah, hati-hati di jalan. Jangan lama-lama nyekarnya! Kamu harus siap-siap buat acara penting ini, Maya. Tante mau kamu tampil sempurna. Tante sudah siapkan kebaya couplemu dan Arjun, terus nanti perias juga akan datang untuk merias kamu.”
“Tante, ini hanya acara lamaran. Kenapa sampai mendatangkan perias segala, sih? Maya bisa kok, dandan sendiri.” Amaya selalu takjub dengan ide-ide tantenya yang WOW.
Acara lamaran saja seheboh ini. Bagaimana nanti saat menikah? Amaya selalu tak habis pikir dengan tantenya ini.
Ketika ditegur oleh Amaya, Laksmi langsung mengeluarkan jurus mengkritiknya sambil mengibaskan tangannya di depan. “Halahh! Dandanan kamu pucat, May. Kurang enak dipandang. Sudah, kamu nurut saja sama Tante. Terima beres!”
“Terserah, Tante.”
Lelah berdebat, Amaya pun mengalah dan memutuskan untuk pergi saja. Selalu begitu..
Sudah sepuluh hari berlalu semenjak hari dimana Amaya diantar pulang oleh Arjun untuk pertama kalinya.
Semenjak saat itu, Arjun rajin mengantar-jemput Amaya kemana pun Amaya pergi. Entah itu bekerja atau berbelanja ke pasar saat hari libur.
Sampai orang-orang sempat menjadikan Amaya dan Arjun sebagai bahan gosip panas.
Tapi Amaya tak peduli. Toh, ada tantenya yang selalu mengklarifikasi gosip-gosip itu sebagai berita benar.
Ya, Laksmi memberitahukan pada semua orang bahwa Arjun merupakan Calon Suami Amaya. Mereka akan melangsungkan acara lamaran dalam waktu dekat, tentu setelah Amaya siap.
Kini, Amaya telah siap. Walau sejujurnya hati Amaya masih memendam keraguan.
Entahlah..seperti ada yang salah dan tidak beres di sini.
Maka dari itu sebelum melangsungkan acara pertunangan dengan Arjun nanti sore, Amaya menyempatkan diri untuk mengunjungi makam kedua orang tuanya siang ini.
Meminta do’a restu. Siapa tahu setelah ini hati Amaya menjadi yakin. Toh, Arjun memang pria yang bersungguh-sungguh ingin mempersuntingnya.
Arjun baik dan selalu memperlakukan Amaya dengan baik. Amaya telah nyaman dengannya.
Selain berdo’a di makam kedua orang tuanya, Amaya juga berdo’a di makam kecil samping makam bapaknya.
Itu makam calon anaknya yang meninggal di usia lima bulan. Kala itu, Amaya benar-benar sedih. Baru ditinggal sang bapak tercinta, sang calon anak menyusul. Meninggalkan Amaya seorang diri di dunia yang sepi tanpa orang-orang yang menyayanginya.
“Tenang di sana ya, Sayang..” lirih Amaya sambil menabur bunga.
Selesai dengan itu semua, Amaya bermaksud pergi. Namun langkahnya terhenti saat melihat Setyono menghampiri.
Perasaan Amaya seketika tidak enak. Pasti omnya datang menjemput karena omelan tantenya.
“Maya? Sudah Om duga kamu di sini.”
“A—ada apa, Om Setyo? Tante Laksmi marah-marah karena Maya perginya lama? Ya sudah, yuk pulang Om..” Amaya bergegas mengajak Setyono pulang. Akan tetapi, pria itu menahan pergelangan tangan Amaya dan malah menyeretnya keluar makam.
Mencari tempat yang pas untuk berbicara, akhirnya Setyono terpaksa mengajak Amaya duduk di bangku kosong, di bawah rindangnya pepohonan besar yang sepi. Tempat ini biasanya dijadikan tempat jual-beli bunga setaman. Tetapi karena hari ini bukan hari kamis, jadi suasana tampak sepi. Hanya ada mereka berdua dan kesunyian area makam.
Tidak menyeramkan, mengingat teriknya matahari cukup menyengat siang ini. Membuat sesiapa malas keluar rumah.
“Om ingin membicarakan suatu hal yang serius dengan kamu. Namun sebelum itu, Om ingin bertanya. Kamu jawab jujur, ya.” Amaya mengangguk kaku dengan jantung berdebar-debar.
Selama ini, Amaya jarang sekali berbincang-bincang dengan omnya. Setyono tidak banyak bicara, terkesan cuek atau memang tidak peduli. Maka dari itu Amaya juga segan.
Tapi hari ini, Setyono tampak berbeda. Ada kecemasan yang tergambar nyata di raut wajahnya serta gerak-geriknya. Membuat Amaya semakin penasaran. Ada apa dengan omnya ini?
“Apa kamu mencintai Arjun? Sampai kamu bersedia dilamar.”
DEG!
Amaya bingung, harus menjawab jujur atau berbohong. Siapa sangka omnya yang selama ini tampak tak peduli, tiba-tiba bertanya mengenai perasaannya. Tantenya saja tidak peduli dan hanya tahu memaksa agar Amaya menerima Arjun sebagai calon suaminya.
Mengerti jawabannya sedang ditunggu. Amaya dengan gugup akhirnya memutuskan untuk jujur. “I—itu..sebenarnya..begini, Om. Cinta ‘kan bisa datang seiring berjalannya waktu dan kebersamaan. Untuk saat ini, Maya akui bahwa Maya belum mempunyai perasaan lebih untuk Mas Arjun. Tapi Maya nyaman dengan Mas Arjun.”
Amaya tidak yakin omnya sekurang kerjaan ini sampai mengurus perasaannya. Pasti omnya sejalan dengan tantenya bahwa apapun yang terjadi, Amaya tetap harus menerima Arjun!
Tapi..
Tanggapan yang Setyono berikan justru berlawanan dengan pemikiran Amaya. “Nyaman saja tidak cukup, Maya.”
Amaya terkejut mendengar tanggapan omnya barusan. Tapi Amaya tak kehabisan kata untuk membalasnya. “Maya akan belajar untuk mencintai Mas Arjun, Om. Lagipula, Mas Arjun pria yang baik. Selalu memperlakukan Maya dengan baik pula.”
Di sinilah, Setyono menghela napas lelah. Sang keponakan terlalu polos dan belum juga menyadari bahwa semua ini akan bermuara pada kepentingan tantenya yang sangat licik.
Dengan berat hati, perlahan Setyono membongkar kelicikan istrinya sendiri. “Sebenarnya ada hal yang harus kamu ketahui, Maya. Maka dari itu Om menemuimu tanpa sepengetahuan tantemu. Tapi Om mohon, jangan bertengkar dengan tantemu setelah mengetahui yang sebenarnya. Maafkan tantemu yang memang sejak dulu tidak pernah berubah. Om tidak pernah lelah membimbingnya. Walau tantemu tetap keras kepala.”
“Ada apa sebenarnya, Om? Pasti ada kaitannya dengan maksud Tante Laksmi menjodohkan Maya dengan Mas Arjun. Karena sejak awal Tante Laksmi lah yang paling bersemangat. Maaf, Om.. Maya mencurigai Tante Laksmi padahal Tante Laksmi menginginkan Maya bahagia.” Amaya sadar dirinya sudah keterlaluan, karena mencurigai tantenya sendiri.
Tapi yang lebih mengejutkan adalah saat Setyono membenarkan kecurigaan Amaya. “Kamu benar, May. Kamu tidak perlu meminta maaf. Justru Om yang seharusnya meminta maaf pada kamu karena Om sudah gagal membimbing istri Om yang tamak akan harta itu.” Amaya diam, menyimak kelanjutan informasi penting yang omnya bawa ini. Pantas sejak tadi omnya terlihat cemas. Ternyata ini berkaitan dengan hal yang sangat penting.
“Sebenarnya Laksmi menginginkan kamu segera dinikahi oleh Arjun agar bisa menguasai harta peninggalan Mas Laksono, Bapakmu, Maya.”
“APA!?”
Amaya sangat terkejut dengan fakta yang baru saja diketahuinya. Ternyata..semua ini bagian dari rencana licik tantenya untuk menguasai harta warisan bapaknya. Pantas saja selama ini tantenya menginginkan pernikahan itu segera dilangsungkan. Agar Amaya lepas dari tanggung jawab keluarganya yang masih tersisa—tante dan omnya—dan, bersedia menyerahkan harta warisan itu pada tantenya karena ia akan hidup berkecukupan di bawah tanggung jawab Arjun.
Mengapa Amaya tidak berpikir sampai sejauh ini? Karena Amaya terlanjur bahagia, hari-harinya sedikit berwarna semenjak adanya Arjun. Tapi ternyata, lagi-lagi menoreh luka di hati Amaya. Yang pelaku utamanya merupakan Tante Amaya sendiri.
Berbagai pertanyaan juga singgah memenuhi kepala Amaya, Apakah Arjun tahu? Atau jangan-jangan Arjun terlibat? Tapi sepertinya tidak mungkin! Arjun terlalu tulus untuk ukuran orang yang hanya berpura-pura. Bagaimana Amaya bisa tahu? Hati Amaya yang berkata demikian.
‘Arjun pasti tidak tahu apa-apa..’ batin Amaya meyakini hal itu.
Di sisi lain, demi menyelamatkan sang keponakan yang berhak bahagia Setyono sampai nekat mengkhianati istrinya sendiri.
Tapi Setyono yakin, tindakannya ini merupakan tindakan baik. Pasti almarhum kakak iparnya di atas sana juga mendukung tindakannya ini.
“Maka dari itu, May. Om sarankan, kalau memang kamu tidak mencintai Arjun, pergilah. Merantaulah kembali. Tinggalkan kampung ini. Urusan tantemu yang pasti akan marah besar, serahkan pada Om.”
Amaya yang masih syok, tiba-tiba menyadari asal-muasal keraguannya. “J—jadi ini alasan keraguan hati Maya? Astaga..hampir saja Maya terjebak dalam rencana Tante Laksmi, Om.” Mata Amaya berkaca-kaca, tidak menyangka tantenya merencanakan sebuah rencana licik dan mengatasnamakan hal itu sebagai keinginannya melihat Amaya bahagia.
Padahal..belum tentu Amaya bahagia. Meski Arjun begitu baik dan sempat hampir membuat Amaya terlena, menggantungkan kebahagiaan hidupnya pada pria luar biasa itu.
Keterkejutan Amaya tidak sampai disitu saja karena secara tiba-tiba Setyono mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. “Pergilah, May. Ini..Om sudah pesankan tiket bus.”
Amaya terharu mendapat kebaikan bertubi-tubi dari omnya. “Om Setyo.. Terima kasih banyak.”
Siapa yang menyangka bila penyelamat Amaya adalah omnya sendiri? Padahal selama ini, beliau tampak tidak peduli.
“Kamu harus menjaga apa yang memang merupakan milikmu. Jangan biarkan siapapun itu mengusiknya, termasuk tantemu sendiri. Tantemu tidak punya hak atas harta peninggalan bapakmu, Maya. Jadi, pergilah.. Agar Laksmi gigit jari dan sadar bahwa perbuatannya itu sudah keterlaluan. Om janji, Om akan menjaga apa yang telah menjadi milikmu, tak akan Om biarkan siapapun mengusiknya, meski itu istri Om sendiri. Om harap, kamu mempercayai Om. Sekali lagi, maafkan tantemu ya..” Begitu pesan panjang-lebar Setyono pada Amaya.
Dari raut wajah Setyono, jelas menunjukkan rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam. Padahal ini bukan tindakannya, pun dirinya tidak terlibat sama sekali.
Tapi, bukan hal itu yang kini ada di pikiran Amaya. Amaya masih tidak menyangka jika ia dan omnya bisa mengobrol seserius ini. Sepanjang lebar ini bahkan.
Padahal sebelumnya hanya seperlunya. Hanya sepatah-dua patah kata. Seperti bukan keponakan dan om sendiri.
Amaya sadar bahwa Tuhan masih menyayanginya. Tuhan selalu mempunyai rencana baik untuk Amaya. Melalui omnya, Amaya bisa lolos dari rencana licik sang tante yang tamak harta.
“Maya percaya pada Om Setyo. Maya hanya tidak menyangka bahwa Om Setyo akan membongkar rencana istri Om sendiri. Untuk itu, Maya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas keberanian dan kepedulian Om pada Maya. Maya akan pergi, Om. Maya ingin mengejar bahagia Maya sendiri. Maya titip peninggalan almarhum orang tua Maya pada Om. Maya percaya Om bisa menjaganya dengan baik. Harapan Maya, suatu saat semoga kita bisa kembali bertemu dalam suasana bahagia.”
Tanpa keraguan sedikitpun, Amaya menerima tiket bus yang omnya belikan.
Hal itu membuat Setyono lega dan langsung menghela napas serta mengulas senyum tulus. Tangan Setyono bergerak mengusap kepala Amaya penuh kasih sayang, seperti yang biasanya Setyono lakukan pada anak-anaknya. Sayang sekali, anak-anaknya pergi merantau. Kini, giliran Setyono yang melepas keponakannya untuk merantau. Mengejar sisa cita-cita maupun bahagia yang tertunda daripada hidup di sini dengan tantenya yang penuh tipu muslihat. Setyono sungguh tak tega mengorbankan wanita sebaik Amaya.
Seusai mengaminkan harapan baik Amaya. Setyono menuturkan, “Sudah seharusnya Om mengambil tindakan, Maya. Om tidak ingin istri Om semakin melenceng jauh. Cukuplah sampai di sini. Maaf kamu harus pergi, untuk saat ini itulah pilihan yang terbaik. Berdekatan dengan tantemu hanya akan membawa petaka-petaka baru. Harapan Om, semoga tantemu segera sadar. Dan, maafkan kami yang tidak bisa menjadi orang tua yang baik.”
“Om Setyo sudah Maya anggap seperti bapak Maya sendiri. Terlepas dari bagaimana sikap Tante Laksmi, Om Setyo sudah mengupayakan segala cara yang terbaik. Kalau begitu, Maya pamit Om..”
“Hati-hati dan semoga selamat sampai tujuan, Maya.”
“Om Setyo sehat selalu, ya. Apapun yang terjadi jangan pernah tinggalkan Tante Laksmi, Om.”
Setyono menggeleng tegas seraya mengulas senyum geli. “Meski tantemu seperti itu, Om tetap cinta tantemu, May. Selamanya.”
‘Tante Laksmi sangat beruntung..’ batin Amaya sedikit iri pada tantenya yang dicintai pria sebaik omnya ini.
Ah, semoga stok pria baik di dunia ini masih ada! Amaya harap, bisa seberuntung tantenya. Yang dicintai begitu dalam oleh seorang pria, tak peduli bagaimana keburukàn kita.
‘Tuhan, terima kasih atas pertolongan yang Engkau berikan melalui Om Setyo. Semoga keputusanku kabur dari sini adalah keputusan terbaik. Aku akan memulai hidup yang baru. Meski sialnya di kota yang sama, yang empat tahun lalu menjadi saksi bisu kejamnya seorang pria padaku.’
Amaya dengan penampilan seadanya, membawa tas kecil berisi ponsel dan dompet yang isinya tidak seberapa, bergegas menuju terminal guna mengejar jam keberangkatan bus yang akan membawanya kabur dari sini. Amaya tidak peduli lagi bagaimana hancurnya perasaan sang tante, karena saat ini perasaan Amaya sendiri juga tak karuan. Kesal, benci, marah, semua berkumpul menjadi satu.
Mengenai Arjun, Amaya sempat mengirim Arjun sebuah pesan singkat sebelum akhirnya Amaya membuang sim cardnya.
Amaya telah bertekad memulai semuanya dengan hal baru dengan meninggalkan yang memang berada di belakang sana.
Namun..Amaya melupakan sesuatu. Ia baru ingat saat bus yang mengantarnya dalam pelarian akhirnya berhenti di terminal kota besar yang merupakan tujuan perjalanan.
Saat turun dari bus, kaki Amaya sedikit bergetar. Amaya mencoba menguatkan langkah demi langkahnya, menyusuri jalan menuju pintu keluar terminal. Ia tak boleh kalah dengan masa lalunya! Dengan hati yang turut gentar. Diri Amaya mulai mempertanyakan, Haruskah kembali ke sini? Tapi untuk berjalan mundur tak mungkin!
Sekuat hati dan sisa tenaganya, Amaya pun berusaha meyakinkan dirinya sendiri. “Tak apa, Maya. Sudah empat tahun berlalu. Bisa saja dia sudah mati. Dia manusia biadáb. Tuhan pasti memberinya balasan yang setimpal.”
“Semua akan baik-baik saja, Maya..” kata Amaya terus melangkah seraya memeluk dan mengusap lembut lengannya sendiri.
Begitulah cara Amaya menenangkan dirinya sendiri dari bayang-bayang masa lalu yang kelam.
Sama seperti sebelum kedatangan tantenya yang tiba-tiba menjodohkannya dengan Arjun, kini yang tersisa hanya Amaya dan dirinya sendiri. Amaya akan berjuang lagi di kota ini! Mengais bahagia yang mungkin masih disisakan untuknya..
***