Episode Tanpa Judul

1880 Kata
Serius lo?" tanya Geya. Air muka mendadak tak karuan ketika benaknya sudah berpikir yang aneh-aneh. Bagaimana tidak, berbagai ancaman dari hal mistis sudah diterima oleh Geya dan membuat jantung nyaris ingin berhenti. Geya tak tahu apakah ia masih bisa bernapas apabila mendapat informasi yang lebih mengerikan lagi daripada ini? Membayangkannya saja, Geya rasanya kebelet pipis gemetaran. Geya menghela napas berat. Dia memilih menatap langit-langit kamar yang bercorak putih dengan pandangan kosong menerawang. "Iya, mana mungkin gue bohong." Tentu saja itu tak berbohong karena Geya merasakan semuanya. Geya sebenarnya tak ingin memiliki kemampuan perasa seperti ini, rasanya begitu membuatnya tak tenang dan selalu gelisah. Dulu Geya bisa mengontrol diri, namun kali ini semakin menjadi membuat Diah tak bisa mengontrol kemampuan itu lagi. Hening membungkus keduanya. Diah dan Geya tenggelam dengan pikirannya masing-masing. Entahlah apa yang mereka pikirkan, namun satu yang selalu tertanam dalam hati, mereka semakin takut apabila belum keluar juga dari rumah 'angker' ini. Geya dan Diah rasanya ingin pasrah saja. Geya buru-buru menutup wajahnya menggunakan selimut. Diah ikut melakukan hal yang sama seperti Geya. Sangat mengerikan bukan jika hantu itu benar-benar datang. Lebih baik mereka membuat pikiran tenang dan bisa melanjutkan tidur mereka dengan nyenyak. Diah menyipitkan matanya ketika terdengar suara ayam yang berkokok begitu lantang, sampai Diah berpikir jenis ayam apa itu? Entah pancaran dari mana, mata Diah rasanya seperti di nganggu, memaksanya untuk segera bangun. Diah menguap kecil, menoleh kesamping dan mendapati Geya yang masih tertidur dengan tenang. Diah pun berinisiatif membangunkan Geya dengan menggoyangkan lengan Geya, berkali-kali. Diah sangat hafal, Geya tipe tidur yang susah sekali dibangunkan makanya meskipun Diah sudah berusaha, tetap saja Geya tetap menggeliat dan justru membalikkan tubuh, membelakangi Diah. Terpaksa, Diah pun memukul p****t Geya tanpa ragu. Duk! Geya langsung terpekik kaget, spontan Geya meringis sakit dalam tidurnya dan memegangi pantatnya yang perih abis kenak pukulan maut dari Diah. Susah payah Geya membuka kelopak mata dan memalingkan wajah ke arah Diah hanya untuk melemparkan tatapan sengitnya, yang begitu kesal dengan perlakuan Diah barusan. Geya mengucek matanya, kemudian matanya mulai menelaah sekitar. Helaan napas berat menghembus keluar dari mulutnya, dia mendengus. "Ternyata ini bukan mimpi." Geya berdecak. Padahal Geya berharap bahwa yang mereka alami hanyalah sebuah mimpi semata namun nyatanya itu buka mimpi. Geya dan sahabatnya yang lain memang terjebak dan rumah 'angker' dan penyebabnya adalah Ben. Huft, Geya rasanya ingin mencekik Ben sekarang juga. Namun ketika mata Geya tak sengaja melihat Ben dibawah lantai yang tengah tertidur, Geya menghela napas panjang. Bagaimana begitu, Ben juga sahabatnya. Meskipun tindakan Ben tak bisa dimaafkan. Geya mengangguk lesu. "Iya, bukan," Diah padahal juga berharap hal sama seperti Geya namun itu hanya angan-angan. Jujur, Diah capek memikirkan ini semua. Diah pun mulai bangun dari baringnya, duduk diatas kasur. Diah mengucek matanya yang masih berat untuk dibuka.  Diah mengingat sesuatu, dan Diah langsung mengutarakannya pada Geya yang masih setia berbaring namun sudah fokus pada ponselnya, Diah melihat itu Geya hanya memutar balikan menu di ponsel. Huft, membosankan! "Setelah tadi malam gue sadar kalau kemampuan gue itu udah nggak sesuai dengan apa yang dulu gue kira, atau emang ini yang terjadi hanya saja gue nggak tau kalau kemampuan gue nggak bisa ngerasaain semua mahkluk halus." Diah mulai bercerita. Jujur, Diah rumit sekali memikirkan hal ini sendirian. Geya berpikir keras sampai akhirnya Geya menduga satu hal. Geya menatap punggung Diah seraya berkata, "Apa jangan jangan itu hantu baik makanya lo nggak sadar." Geya memberikan pendapat. Mungkinkah itu masuk akal? Diah menggeleng kecil seraya mengusap hidupnya yang gatal. "Mana ada gituan." Diah berkata dengan lirih. "Bisa jadi kan." Geya berujar tenang. Diah tak membalas lagi ucapan Geya. Tatapan Diah beralih pada para cowok-cowok yang masih tertidur pulas dibawah lantai. Syukur deh mereka tak ingkar janji untuk tidak melakukan hal-hal aneh pada Diah dan Geya sebagai perempuan. "Ayo bangunin mereka," ajak Diah pelan. Kemudian Diah beranjak bangkit dari atas kasur. Diah pergii menuju Ben dan Aarav diikuti oleh Geya dibelakang. Geya dan Diah menarik kaki Aarav beserta Ben. Mereka menariknya dengan brutal agar tidur Aarav dan Ben terganggu. Tak jarang Geya dan Diah menggelitik kaki cowok-cowok hingga membuat Aarav dan Ben menggeliat tak nyaman. "Oiii bangun udah pagi banget." teriak Geya tak selow. Susah payah Diah dan Geya membangunkan kebo itu. Mereka tetap saja makin nyenyak tertidur. Geya berjalan mendekati Aarav, masih posisi Geya berdiri, Geya menendang bahu Aarav dan Ben bergantian, berkali-kali. Geya memang tak menggunakan kelembutan untuk membangunkan para buaya, Geya memang tipekel wanita seperti itu. Diah menarik napas lelah apalagi ketika melihat usaha Geya yang begitu berusaha membangunkan para jantan, iya tetap saja mereka akan susah bangun. Diah menghentakkan kaki Ben kelantai, membentur di lantai dengan keras, hah lihat saja Ben hanya merintih sekilas namun lanjut tertidur lagi. Geya dan Diah sudah begitu lelah. Tak pernah berpikir mereka ternyata juga belum berubah, masih kebo dari dulu. "Nggak usah bangunin aja, capek gue. Kebo semua!" Geya mendesis sinis. Geya berkacak pinggang, untuk mengatur napas yang kelelahan dan emosi secara bersamaan. Kenapa sih cowok susah sekali dibangunkan? Diah hanya mengangguk sekilas. "Iya juga ya mereka kan nggak buat apa-apa." Diah mengeluarkan dengusan muak. Diah memandang kearah Geya kemudian bertanya, "Jadi sekarang kita ngapain?" Diah bertanya bingunh kearah Geya. Hingga Diah mengingat sesuatu kewajibannya dirumah tiap pagi biasanya saat pagi datang, Diah sangat bersemangat buat menjalani hidup tapi sekarang berbeda. "Gue mandi aja deh." putus Diah akhirnya. Diah berjalan kearah tas kopernya, mengeluarkan keperluannya untuk mandi. Geya berjalan kearah Diah cepat, kemudian mencengah tangan Diah yang ingin melangkah ke kamar mandi. "Eh tunggu." Geya menatap Diah dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. Diah membalas menatap Geya dengan pandangan tak mengerti, sebab Geya menatapnya begitu serius. "Kenapa?" Geya menyengir kecil. "Jangan lama lo tau kan kalau kita itu belum mandi dari kemarin, badan gue udah bau banget." Geya bergerak mencium ketek dan badannya sendiri, bau asem. Diah hanya memutar bola mata malas setelah Diah mengangguk singkat. Geya kembali mencegah langkah Diah lagi. Geya menatap Diah serius sekali. "Emang ada air?" Geya bertanya bingung. Pasalnya rumah angker ini sudah lama tak pernah ditinggali lagi. Bisa jadi kan air untuk mandi kosong jadi bagaimana buat mereka harus berhenti mati untuk satu Minggu kedepan. Cukup sangat meresahkan bukan? Tidak enak sekali untuk dibayangkan. Diah mengangguk pelan. "Ada." Tak memperdulikan Geya lagi, langkah Geya langsung menuju kearah kamar mandi. Tak lama kemudian, kaki Diah langsung berhenti bergerak saat terlintas mimpi air tadi malam yang sungguh mengerikan. Kakinya bahkan sudah menjadi seperti jeli, lemah tak berdaya. Apa dia tidak usah mandi saja? tetapi tubuhnya sudah sangat lelah dan lengket dengan keringat. Diah berbalik, menatap Geya yang ternyata masih memandanginya dengan lipatan tangan di d**a. Diah pun bertanya dengan was-was. "Lo mandi nggak?" tanya Diah pada Geya. Geya mengangguk kecil. "Abis lu." Geya kemudian duduk disalah satu kursi yang tersedia disana. Geya duduk seraya memainkan ponselnya dengan bosan, sudah beberapa hari Geya tak menjalani kontak pesan dengan pacarnya. Huft, Geya penasaran bagaimana kabar pacarnya sekarang apakah sudah ada yang kedua? biasanya jikalau ditinggal kabar seperti ini pasti mencari wanita lain. Geya mengsedih memikirkan itu, seketika menjadi galau. Geya menyandar punggung di kursi, menengadah keatas langit-langit kamar dengan mata terpejam erat. Otak Geya sudah berkelana kearah yang lebih menyeramkan lagi. Geya menggeleng kuat, takut. Tanpa pikir panjang, Diah berlari pelan kearah Geya dan mengaitkan lengen Geya pada lengannya. Diah menatap Geya dengan tatapan serius. "Mandi bareng yok." ajak Diah tak main-main. Geya membulatkan mata, tak menyangka Diah akan semesum ini meskipun mereka sama-sama perempuan tetap saja masih ada rasa malu. Geya melepaskan kaitan lengan Diah pada tangannya. "Gila lo!" sentak Geya tak terima. Enak aja diajak mandi bareng, seumur dia tak pernah mandi berdua dengan perempuan. Geya sedikit amit-amit ketika Diah memohon dengan mata berbinar-binar. "Gak mau gue, nggak mau!" Geya memberontak diri dari Diah, ini horor banget buat Geya. Diah langsung menutup kuping saat suara Geya yang terlalu kencang, membuat telingannya mendengung. Diah juga membekap mulut Geya, agar tak lagi bicara dengan. suara tinggi. Diah tak ingin Aarav dan Ben bangun, bisa berabe kalau mereka bangun dan mendengarkan rencana mereka yang ingin mandi berdua. Diah sangat malu sebenarnya, namun apa boleh buat? Diah terpaksa melakukan ini, Diah hanya takut sendirian di kamar mandi dan nanti bakal ada kejadian yang lebih mengerikan dari mimpinya. Diah berdecak dengan lirih. Diah menyengol bahu Geya tak terima berpikir yang tidak-tidak dengan ajakannya. "Pikiran lo kenapa sih? Ya kita pakek sarung lah!" Diah sudah menemukan ide. Iya mereka pakai sarung jadi lebih aman. Geya hanya mengangguk kecil saja, kalau dipikir-pikir Geya juga takut berlama-lama di dalam kamar mandi. Oke, Geya setuju dengan permintaan Diah. "Lo ada sarung?" tanya Diah lagi. Geya menggeleng, dia memang tak membawa sarung. Hanya keperluan mandi, bahan pokok dan juga keperluan pangan. "Nggak ada." jawab Geya akhirnya. Diah mengangguk mengerti. "Yaudah tunggu gue ambil." Tanpa menunggu lagi takut Aarav dan Ben bangun, Diah pun berjalan kearah kopernya. Diah berjongkok didepan koper, membukanya dan memulai memilah isi kopernya untuk mencari sarung untuk dipakai. Diah akhirnya menemukan dua sarung batik yang panjang.  "Ini." Diah memberinya kepada Geya, membuat Geya langsung berlari cepat kearah Diah untuk meraih sarung itu. Geya mengambil pemberian dari Diah. Was-was memandang Aarav dan Ben, Geya dan Diah sangat berhati-hati membuka pakaiannya untuk digantikan dengan sarung.  "Gue udah nih!" Geya memberitahu pada Diah yang masih fokus pada kain batik yang hendak terpasang di tubuh. Sedangkan Geya sudah selesai melilitkan sarung ke tubuhnya, hanya sebatas d**a saja, bagian bawah kaki hanya sebatas lutut saja. Diah yang sudah pun mengangguk. "Ayok." ajak Geya cepat-cepat ketika melihat Diah yang hanya diam saja. Geya memandang tak mengerti pada Diah, Diah seperti menanggung banyak beban saja. Ajak Geya tadi tak dihiraukan oleh Diah, akhirnya Geya memilih mencolek kulit putih milik Diah. Diah pun tersadar, dan menoleh kearah Geya. Mencoba menghilangkan pikiran buruk, Diah hanya mengangguk sekilas ketika Geya mengajaknya untuk cepat mandi. Geya dan Diah langsung menuju masuk ke dalam kamar mandi dengan langkah sangat pelan agar. Aarav dan Ben tak melihat keadaan Geya dan Diah sekarang.  Sumpah, isi kamar mandi ini sama seperti dengan yang ada di mimpinya. Membuat kaki Diah gemetar tak karuan, muka pias menghiasi wajah Diah. Diah harus berusaha menyembunyikan hal ini, tak ingin Geya memikirkan yang tidak-tidak. Tak dipungkiri, ketika mereka sudah menginjak kaki di lantai dingin kamar mandi ini, Geya dan Diah berdecak kagum berkali. Bagaimana tidak, kamar mandi di desain begitu mewah dan elegan, seperti kamar mandi orang kaya pada umumnya namun sepertinya ini lebih tergolong lebih mewah. Kamar mandi dilengkapi dengan Bathtub, shower, toilet, wastafel, keran air, rak sabun dan lain-lain. Pokoknya kamar mandi ini mengalahkan luasnya kamar Geya dan Diah. Geya membuka mulut kagum. "Lo liat Di, bagus banget padahal nggak ada yang tinggal." Geya tak menyangka kamar ini memiliki kamar mandi yang begitu bersih dan terawat. Namun dalam pikiran Geya masih saja tetap aneh, karena jarang sekali tempat semewah ini tak ada yang tinggal. Berkali-kali, Geya masih menatap takjum dengan fasilitas kamar mandi yang sangat modern. "Yaudah gue mulai ya." Dengan antusias Geya masuk ke dalam bathtub yang sudah diisi air terlebih dahulu, senyum sumringah terbit dibibir Geya ketika merasakan dingin air yang menusuuk kulitnya, berbeda dengan Diah yang bersikap biasa saja. Diah memilih mandi dengan dengan mengunakan shower saja. Diah sedikit tak mau mengambil air dari bathtub yang kini tengah diisi oleh Geya disana, Diah masih membayangkan malam yang sangat mengerikan itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN