Dirgantara merasa senang karena akhirnya sang boss memiliki keinginan untuk melirik wanita lain. Itu sebabnya dia terlihat sangat antusias.
“Belum tentu, Pak. Jangan patah semangat, coba cari info saja. Mau saya cari infonya pak? Nanti saya berikan ke bapak…”
Demian melempar pena kearah Dirgantara yang terus mengejeknya.
“Jangan ngawur kamu. Dia aja gak respek ke saya. Buktinya, yang lain minta foto bedua, dia malah diem di dalam kursi, seolah foto-foto sama pria lain itu ga perlu. Milikku lebih hebat, gitu…”
“Yah! Bapak, belum berperang aja udah nyerah, kasih bendera putih. Coba dulu, Pak. Siapa tahu jodoh bapak…” Dirgantara terkekeh, membuat Demian tersipu malu.
“Ngaco kamu. Udah ahh! Lanjut ke kantor…” perintah Demian sembari melihat hasil foto bersama satu kelas tadi. Dan kebetulan wanita itu foto bersama itu posisinya di samping kirinya, sedangkan di samping kanannya adalah mahasiswi yang bernama Narumi, entah bagaiamana ketua kelas itu bisa menyusun sedemikian rupa. Senyum Demian kembali mengembang dan menarik perhatian sang asisten pribadi.
‘Entah sama siapalah wanita itu. Yang penting putus dulu sama Prilly’ Gumam Dirgantara dalam hati.
“Tapi, Pak. Gak mau minta foto bukan berarti dia gak pengen loh, Pak. Bisa jadi dia takut tadi karna bapak terlihat galak tadi?” Dirgantara mencoba memberikan semangat kepada sang pimpinan.
“Hih! Kamu. Kenapa jadi jubirnya dia? Dia aja cuek. Kalau pengen foto pasti dia berdiri dong. Ini enggak loh! Dia duduk. Malah sibuk dengan buku-buku. Entah kutu buku atau bukan. Kalau emang niat dia seharusnya bisa minta kontak person aku dong, kayak Narumi…”
“Ihh…bapak, kenapa jadi di besar-besarin masalah itu. Insha Allah, gak ada satu wanita pun yang akan menolak bapak. Semua wanita pasti pengen kenal dan dekat dengan bapak. Tapi, gak semua dari mereka memiliki kepercaya dirian. Bisa jadi mereka minder, merasa gak selevel, makanya lebih baik pasrah…”
“Lah! Belum berjuang, kok sudah memutuskan. Gimana model begitu…”
Dirgantara tersenyum. “Lah, sama dong sama bapak. Bapak juga gitu…”
Demian mencibir. “Kamu bisa aja”
“Gini, aja, Pak. Bapak buat kegiatan aja yang kolaborasi dengan kelas itu. Anggep aja bukti dari penjabaran bapak. Gampang tinggal ngomong sama pak Wiyasa, kelar pasti.”
Demian mendongakkan matanya. “Hmm…bisa juga ya. Anggap saja mereka itu praktek, bagaimana hak perlindungan hak cipta, dan yang lainnya. Wah! Kamu pinter juga, Dir!” Seru Demian seolah lupa bahwa dirinya termasuk sosok yang setia pada sang kekasih.
‘Yess! Berhasil. Semangat buat pisahin pak Demian sama prilly, si wanita uler yang tahunya ngabisin uang pacar dan gak tahu diri. Masih juga obralin tubuh ke pria lain!’
Sorak Dirgantara dalam hati. “Iya, Pak. Dengan begitu tuan Swan akan semakin senang dan menganggap bapak itu cucu yang patuh dan membanggakan.”
“Oke. Atur jadwalnya.” Demian kembali memainkan ponselnya karena terdapat pesan masuk dari sekretarisnya di kantor.
“Sebulan lagi, Pak?”
“Secepatnya saja. Minggu ini mungkin.” Sahut Demian tanpa sadar.
“Hah?! Secepat itu, Pak. Dua minggu lagi aja kali. Biar legaan dikit waktu bapak…” jawab Dirgantara merasa kawatir dengan ambisi sang pimpinan.
“Kenapa lama sekali. Lebih cepat lebih bagus. Biar mereka paham. Ini kan untuk kepentingan mereka, bukan saya.” Demian sedikit mengelak jika dirinya menginginkan untuk mengenal wanita itu.
“Baik, Pak. Akan saya atur secepatnya. Mengingat ini juga untuk kebaikan mereka sebagai mahasiswi…” Dirgantara menahan tawa karena melihat sang pimpinan tampak menggebu-gebu ingin bertemu kembali dengan wanita yang telah memikat hatinya.
“Oke.”
“Pak…” panggil Dirgantara sembari memandang kearah kaca spion.
“Hmm…”
“Bapak ada foto wanita itu?”
“Ichhh…mau ngapain kamu?”
“Enggak, Pak. Manatau nanti bisa kita atur untuk bapak bisa berdua dengannya dan berkenalan..”
“Ahh! Gak usah begitu. Kita yang natural aja. Saya malah lebih pengen mengajak Narumi. Pengen test kemampuan dia. Sepertinya dia anak yang cerdas…”
“Ehm! Narumi apa Narumi. Kalau Narumi kan sudah pasti di tangan, wong dia saja sudah minta kontak person bapak. Tar lagi juga pesan singkat dia masuk. Masih belum bisa di tebak kalau Narumi ini soal ketulusan. Tapi kalau wanita yang lebih memilih menjarak dari bapak itu, yang perlu kita pepet.”
“Nah! Itu maksud saya! Upsh!” Demian menutup bibirnya karena keceplosan bicara dengan asisten pribadinya, lalu mengalihkan perhatian sang asisten pribadi dengan cepat. “Dir, itu project kerja sama denagn Newtown gimana?”
Dirgantara yang sejak tadi menahan tawa akhirnya menjawab “Sudah deal kita minggu lalu, Pak. Bapak juga sudah tanda tangani kontrak. Yang jelas semua sudah berjalan dengan baik. Nah, perihal kunjungan mahasiswi ini akan saya aturkan jadwal yang tepat, Pak.” Dirgantara, melepas sabuk pengaman dan menuruni mobil untuk membuka pintu mobil sang pimpinan. Karena mereka telah sampai di tujuan.
Demian melangkah dengan cepat meninggalkan Dirga dengan menggerutu dalam hati.
“Astaga! Bisa-bisanya aku ngomong begitu tadi. Semoga si Dirga gak sadar apa yang aku bilang. Bkin malu aja dah! Sejak kapan aku jatuh hati pada orang baru. Ahh! Itu bukan jatuh hati, hanya mengagumi wajahnya yang hampir jarang aku lihat ada wajah se natural itu di zaman yang serba canggih ini. Semua hampir menggunakan make up. Tapi dia cantik natural. Wajar bukan aku membahasnya…” Demian menganggukkan kepala sembari terus melangkah ke arah lift setelah dirinya mengabaikan sapaan karyawan yang menyapa dirinya.
Demian terus berjalan dan memasuki ruangan kerja miliknya, bahkan dirinya tak sempat membalas sapaan dari sang sekretaris di kantornya karena dia begitu terbu-buru.
“Ehh! Kenapa aku jadi malu gini. Lagian belum tentu aku beneran suka ama dia. Bisa jadi karena aku cuma penasaran dan kepo kenapa dia bisa telat datang ke kampus, padahal sudah tahu itu jam kuliah umum…”
Demian menghela nafasnya perlahan, sembari memainkan ponselnya lalu dia menghubungi seseorang.
Sementara di lokasi yang berbeda terlihat Prilly baru saja bangun dari tidurnya. Tangannya meraba-raba orang yang tadi malam menghabiskan malam bersamanya telah meninggalkan apartementnya.
“Hmmm…cepet banget perginya. Padahal aku masih pengen berduaan ama dia.” Priily membuka matanya dan melihat sekeliling, seperti biasa dia tersenyum karena di atas nakas di samping lampu tidur telah terdapat segelas s**u dan roti untuk dia nikmati. “Emang si paling pinter buat orang seneng, gak sibuk ama diri sendiri mulu. Alasan bisnislah, inilah itulah. Selain status aku juga butuh belaian. Lagian ngapain hidup di zaman serba modern ini masih harus ngikutin aturan kuno. Sok sakral banget. Ya kalau gini dia yang rugi, gak pernah tidur ama wanita manapun, sedangkan aku?” Prilly tergelak tawa sembari duduk dan meraih s**u di sampingnya yang sudah mulaid ingin. Lalu menikmati roti tawar yang sudah di kasih selai kesukaannya.
Matanya melirik pada ponsel yang berdering. Terlihat di layar nama ‘MY DEMI LOVE’
Prilly memilih menikmati roti tawar yang sengaja di sajikan kekasih gelapnya di banding mengangkat panggilan masuk dari kekasihnya.