Jennie sedang berbaring di ranjang dengan masker acai berry terpasang di wajahnya saat ponselnya berdering nyaring.
"Yap."
"Lo nggak ke kantor?" Suara Lisa terdengar di seberang.
"Enggak, kenapa?"
"Lo dicariin Archandra tau!"
"Ya bodo amat."
"Heh! Masalahnya, dia ngider di ruangan gue mulu, dia nyuruh gue nyari tahu kemana lo pergi hari ini."
"Bilang aja gue cuti."
"Lo kan nggak ngajuin cuti?"
"Bilang aja gue sakit. Atau pergi prospek nasabah atau apa kek."
"Sebenernya, lo ngapain sih nggak masuk kerja? Semalam lo bilang baik-baik aja, cuma mau ambil dokumen Mr. Tjong terus pulang." Lisa menelisik.
"Ya emang gitu."
"Terus kenapa lo tiba-tiba ga ke kantor."
"Ngantuk. Gue ke bandara pagi banget."
"Jen, beneran semalam nggak ada kejadian apa-apa?"
"Enggak, emang kenapa?"
"Masalahnya...." Lisa memelankan suaranya. "Denger-denger, lo tidur di kantor dan lo pagi-pagi pergi sama Beha."
"What?!" Jennie kaget sendiri, bagaimana bisa kabar itu tersebar secepat cendawan di musim hujan?
"Beneran gitu?"
"Wah, nggak nyangka sih gue, lo kayak nggak tahu apa-apa soal Beha, eh ternyata gercep euy!"
"Bukan kaya gitu ceritanya!" sergah Jennie.
"Terus?"
Jennie menghela napas. "Panjang ceritanya, tapi gue sama Beha nggak ngapa-ngapain kok."
"Yang bilang ngapa-ngapain siapa? Enggak ada loh...mencurigakan nih."
"Ya...i mean, sebelum lo berasumsi, lebih baik gue bilang dulu." Jennie memencet pelipisnya yang mendadak pening, dia tidak menyangka kejadian kemarin berbuntut panjang.
"Ya udah deh Je, mending lo masuk kantor aja sekarang."
"Dih ngapain?"
"Ya menjelaskan dengan gamblang apa yang sebenarnya terjadi agar tidak ada salah paham di antara kita," ucap Lisa dengan gaya sok iye.
"Salah paham apaan, anjir!"
"Pokoknya lo masuk kantor deh ya, gue dari tadi nggak bisa kerja gegara Pak Chandra patroli mulu di ruangan gue."
"Bilang aja gue sakit kek...apa kek Lis!"
"Wah enggak bisa gitu."
"Pelit amat sih! Lo kan HRD? Apa susahnya sih?!"
"Soalnya—" ucapan Lisa terjeda dan suara Lisa mendadak terdengar ngebass.
"Jennie, kamu sakit?"
Jennie yakin itu adalah suara Archandra.
"Eng...iya," jawab Jennie. Sudah kepalang tanggung, jadi bohong sekalian.
"Udah ke dokter? Aku ke situ ya?"
"Eh! Jangan ngapain ke sini."
"Memastikan kalau kamu sakit dan mengantar ke dokter."
"Nggak usah! Aku bisa sendiri ke dokter."
"Sebagai atasan kamu, aku wajib memastikan kesehatan kamu. Jadi, aku bakalan datang ke apartemen kamu sekarang."
"Kamu ngapain sih, ngeyel kaya gini?!" Jennie mulai kesal.
"Karena aku tahu, kamu enggak sakit. Selina tadi nelpon ngasih tahu kalau tadi pagi, kamu masih ke bandara ketemu Mr. Tjong. Kamu baik-baik saja, sama sekali nggak keliatan sakit, cuma...ada suatu hal yang aku pengen mastiin sama kamu, Jennie."
Jennie menghembuskan napas, memanjangkan sabarnya. Si Selina sirik itu benar-benar memberitahu kejadian tadi pagi ke Archandra. Sial!
"Jadi, ke kantor sekarang, atau aku yang ke apartemen kamu," titah Chandra tegas, dan membuat Jennie tidak bisa membantah meski mengomel dalam hati.
"Aku tunggu maksimal satu jam dari sekarang. Kalau kamu nggak muncul, aku yang bakalan ke apartemen kamu."
"Tutup telponnya! Gue ke kantor sekarang!" ketus Jennie.
Dia melepas masker acai berry-nya kasar, benar-benar kesal dengan Selina si lambe turah yang suka melapor pada Chandra demi cari perhatian, juga kesal pada Chandra yang selalu merecoki hidupnya. Jennie heran mengapa dirinya dipertemukan kembali dengan Chandra, sosok yang ingin dia hindari selamanya, bahkan sialnya, Jennie berada dalam divisi di bawah kepemimpinan Chandra membuat lelaki itu bisa mengintimidasinya.
Dengan malas, Jennie menukar pakaiannya, lalu mengoleskan skincare seadanya, dia tidak terlalu bersemangat ke kantor, selain karena tubuhnya masih belum sepenuhnya fit akibat mabuk kemarin dan istirahat kurang, juga karena kejadian kurang mengenakkan di bandara. Terjatuh dengan tatapan segenap orang yang berada di keramaian bandara dan juga nyinyiran Selina. Lalu, seolah belum cukup, Archandra juga menerornya. Jennie menghela nafas, membatin apa salah dan dosanya sampai mengalami hari buruk seperti ini.
***
"Je! Sini!" Lisa memanggil Jennie saat wanita itu masuk ke dalam ruangan.
"Apa?" tanya Jennie lesu.
"Duduk dulu deh!" Lisa menarik Jennie duduk di kursi ruangannya.
"Lo...ada apa sih ama Pak Chandra?"
"Ga ada apa-apa. Dia hanyalah bos rese yang kurang kerjaan. Hidupnya ga tenang kalau nggak ngrecokin gue."
"Hush! Lo berani banget ya ngomong gitu!" Mata Lisa membeliak, lalu menoleh ke kanan dan ke kiri, takut ada orang yang mendengar ucapan Jennie.
"Serius deh, jangan-jangan Pak Chandra, naksir lo. Udah deh ih, embat aja Ji. Kesempatan emas lho ini!"
Jennie memutar mata. "Ogah."
"Dih lo tuh ya...ada cowok high quality jomblo, kaya, mapan, ganteng apaan lagi sih yang lo cari? Jangan bilang ya, lo kayak Sherly, sok edgy, anti mainstream, pacaran ama anak SMA, berakhir dilabrak ama ortu tuh anak, mana Sherly diporotin lagi. Parah banget."
"Udah deh Je, mending lo sama Pak Chandra, dah enak lo jadi nyonya boss, nggak perlu jadi b***k korporat lagi."
"Ya udah lo aja sono. Gue nggak minat." Jennie beranjak dari tempatnya duduk, sudah terlalu malas mendengar omongan Lisa.
"Asli, gue nggak ngerti, tipe lo kayak apaan sih?"
Jennie sudah hendak berjalan keluar ruangan Lisa saat Lisa kembali berkata.
"Atau jangan-jangan, tipe lo kayak Beha?"
"Ngarang!"
"Tapi Je...lo sama Beha kemarin kan anu...."
"Anu-anu apaan?" Jennie batal keluar ruangan, dan kembali menghampiri Lisa.
"Eung...lo sama Beha kemarin nginep di kantor kan?"
Jennie mengernyit, siapa yang membocorkan informasi ini? Memang, dia dan Beha tidur di pantry, tapi tidak ada apa-apa di antara mereka. Siapa yang menghembuskan gosip skandal ini? Jennie menjadi kesal, apa Beha yang mengatakan hal ini pada orang-orang? Jika iya, maka Jennie merasa kecewa. Dia pikir, Beha adalah sosok yang baik dan bisa dipercaya, tapi nyatanya, lelaki itu malah menyebarkan gosip. Meski ya memang yang dikatakan itu benar, tapi kan kejadiannya tidak seperti yang orang-orang pikirkan.
"Lo...naksir Beha? Lo sama Beha ada hubungan apa?" Lisa makin kepo.
"Ck! Lo tuh, dapat info dari mana?"
"Dari anak-anak OB."
"Siapa yang pertama nyebarin gosip ini sih?" kesal Jennie, kembali mendaratkan tubuhnya ke kursi.
"Lha...emangnya, lo sama Beha nggak nginep berdua di kantor?"
Jennie berdecak sebal. "Jadi gini, kemarin, gue ambil dokumen Mr Tjong, nah kepala gue rada pusing tuh gegara kebanyakan minum, kebetulan gue liat si Beha belum pulang, jadi gue nyuruh dia beliin s**u, gue pikir biar rasa puyeng mabuk gue agak reda setelah minum s**u steril. Gue ketiduran di pantry pas nungguin Beha balik dari beliin s**u. Dia kasian liat gue ketiduran, terus nawarin bikinin teh dan mie instan. Gue mau pulang, tapi pas itu hujan gede banget, dan gue pikir kalau dari kantor kan lebih deket ke bandara, jadi gue mutusin buat tidur aja di kantor, besok pagi banget gue touch up, terus ketemu Mr. Tjong."
"Jadi, bener lo tidur di pantry?" Lisa ternganga. "Kok bisa?"
Jennie menghembuskan napas pelan. "Namanya juga darurat."
"Eh tapi gosipnya, lo tidur sama Beha di pantry." Lisa kembali kepo.
"Bukan tidur dalam tanda kutip Lisa." Jennie menjawab mencoba bersabar.
"Si Beha nyuruh gue tidur di sofa pantry, trus dia bilang mau tidur di basement, di sana ada tempat buat sekuriti dan OB yang nggak pulang buat tidur, tapi gue takut tidur sendiri di pantry, secara kan gedung ini serem, jadi, akhirnya Beha tidur pake tikar."
"Ouw...kirain ada malam panas. Hehehe." Lisa meringis.
"Malam panas dari Hongkong!" Jennie beneran kesal.
"Siapa sih yang bikin gosip huru hara gini?"
Lisa mengedik. "Beha mungkin. Dia mau panjat sosial, siapa tahu kan dengan skandal ini dia jadi famous."
"Bukannya famous tapi malah dihujat kalau gini!"
"Tapi kayaknya, Beha bukan orang yang kayak gitu. Dia orangnya baik menurut gue."
"Lo kan nggak terlalu kenal sama dia Je, kok bisa tahu dia baik?"
Jennie menghela nafas. "Dia tuh pas gue agak mabuk kemarin care sama gue, bikinin minum dan lain-lain."
"Yeu...itu emang kerjaan dia, sis! Kan OB kerjaanya itu."
"Ya, maksud gue, kan udah malem, udah bukan tugas dia, jam tugas dia udah selesai, tapi masih mau bantuin gue cari s**u, bikin teh, bikin mie instan. Mana pas beli s**u, dia keujanan sampe kuyup."
"Jadi, lo sama Beha nggak ngapa-ngapain?"
"Ya emang nggak ada apa-apa." Jennie mendesah pelan.
"Kirain ada something wrong gitu."
"Kalau lo ga percaya, ya udah." Jennie beranjak dari tempat duduknya merasa lelah menjelaskan pada Lisa.
"Gue cabut dulu deh ke ruangan gue," pamit Jennie yang mendapatkan anggukan dari Lisa.
Baru saja Jennie hendak melangkah masuk ke ruangannya, seseorang memanggilnya dan membuat Jennie merasa terganggu karena Jennie tahu siapa yang memanggilnya. Sudah pasti lelaki yang memanggilnya itu juga akan mencecarnya dengan berbagai pertanyaan tentang apa yang terjadi kemarin.