"Tadi pagi, kamu ke bandara nemuin Mr Tjong dengan penampilan berantakan?" tanya Chandra menatap Jennie yang berada di hadapannya intens.
"Jennie, kita itu adalah bank besar, tentu kamu tahu kalau keberadaan kamu itu sebagai representasi perusahaan. Dari awal kamu berkarir di NCB, kamu pasti sudah tahu standar penampilan saat bertemu nasabah. Apa perlu aku jelaskan?"
Jennie mengumpat dalam hati, Selina benar-benar lambe turah.
"Kamu tahu juga kan, Mr Tjong itu nasabah prioritas. Dana dia di perusahaann kita ada seratus milyar lebih dan kamu nemuin dia dengan kondisi yang berantakan. Kamu bisa dianggap tidak menghormati beliau, Jennie."
"Terus sekarang maunya Bapak gimana? Apa aku harus nyusulin Mr Tjong ke Hongkong buat minta maaf?"
Chandra menghela nafas. "Ya nggak gitu juga Je. Aku cuma berharap kejadian seperti ini nggak terulang."
"Oke, noted," jawab Jennie cepat sambil berdiri dari tempatnya duduk.
"Kamu mau kemana? Duduk!" perintah Chandra.
"Mau ngerjain analisis kredit, kalau Pak Chandra udah selesai."
"Aku belum selesai. Duduk!" Chandra kembali memerintahkan Jennie duduk sehingga perempuan itu terpaksa kembali duduk.
"Jennie aku mau tanya, gimana kamu bisa berantakan saat ketemu Mr Tjong? Selina bilang, kamu keliatan nggak mandi dan terlihat mabuk."
Jennie memutar mata sebal.
"Jangan meremehkan kalau aku lagi ngomong." Suara Chandra terdengar meninggi saat melihat bagaimana Jennie memutar mata.
"Iya, baik, Pak," balas Jennie, berharap pembicaraan dengan Chandra cepat selesai.
"Kamu kemarin nggak pulang dan nginep di kantor?"
"Iya."
"Kenapa bisa gitu?" Chandra melipat kedua tangannya di d**a, menatap Jennie.
"Selina ngasih tahu dadakan kalau Mr Tjong mau pergi ke Hongkong jam sebelas malem pas aku clubbing. Terpaksa aku balik ke kantor ambil dokumen Mr Tjong, pas mau balik ujan deres dan karna aku pikir bandara lebih deket dari kantor jadi aku mutusin buat tidur bentar di kantor karna waktu itu udah jam satu malem juga."
"Kenapa kamu nggak nelpon dan ngasih tahu aku?"
"Hah? Buat apa?"
"Aku atasan kamu."
"Ya terus?"
"Kalau kamu ada kesulitan, kamu harusnya mengkonsultasikan sama atasan kamu, dan aku ingatkan sekali lag, atasan kamu itu aku."
"Oh ya?"
"Sampai kapan kamu mau bersikap ketus kayak gini J?"
Jennie diam, dia tidak ingin terlalu menanggapi Chandra, satu hal yang ingin dia lakukan adalah segera hengkang dari ruangan ini.
"Jennie, apa bener kamu sama OB itu nginep di kantor? Kamu itu AO, staff penting NCB, bisa-bisanya kamu ngelakuin hal seperti itu, di kantor sama staf rendahan lagi."
"Hal apaan?" sewot Jennie, bertanya-tanya ini siapa biang keladinya sih yang membuat rumor soal dia tidur di kantor sama Beha? Ya emang dia tidur di pantry bareng Beha tapi bukan kayak yang dipikirin segenap manusia yang ada di kantor ini.
"Kamu beneran ada hubungan sama Beha?" tanya Chandra sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jennie, kamu beneran suka sama Beha? Or, it just one night stan?" Chandra bertanya, sudut bibirnya tertarik membuat cibiran.
Jennie menatap Chandra dengan kobaran amarah. Jennie benar-benar tersinggung terhadap apa yang dilontarkan Chandra.
"Maksud lo apaan bilang gitu?" Nada suara Jennie berubah, tidak lagi formal dan sopan. "Gue sama Beha nggak ada apa-apa, dan kalaupun ada apa-apa juga bukan urusan lo!"
"Tetep urusan gue. Lo ngelakuin itu di kantor dan lo dalam divisi gue. Apa Beha miskin banget sampai ga bisa ngajak lo check in? Dan ngajak lo tidur di pantry. Jennie, gue heran kenapa bisa lo milih sama OB? Apa sih istimewanya dia? Apa dia begitu hebat di ranjang?"
"Shut up!" seru Jennie, dia benar-benar menahan diri agar tidak menggetok Chandra dengan sepatunya high heels-nya karena ucapan sampah lelaki itu.
"Nggak semua cowok tuh kayak lo! Semua yang lo omongin itu fitnah, gue sama Beha nggak ngapa-ngapain! Dan yang terpenting lo nggak berhak ngomentarin apapun tentang diri gue."
"Just calmdown J. Kalau lo nggak ngapa-ngapain mustinya lo nggak semarah ini." Chandra menyenderkan punggung lebarnya ke kursi dan menatap Jennie dengan tatapan yang membuat Jennie ingin mencolok mata Chandra.
"Gue cuma nggak habis pikir, bisa-bisanya lo sama OB?"
Jennie merasa percuma mengatakan apapun pada Chandra jadi dia beranjak dari kursinya dan keluar dari ruangan Chandra begitu saja.
***
"Menurut gue ya...bisa aja Beha yang nyebarin gosip ini. Dia semacam pansos gitu...." Suzy mengeluarkan pendapatnya saat Jennie, Suzy, Sherly dan Lisa berada di X2.
Seharian, Jennie uring-uringan karena rumor yang menyebar antara dirinya dan Beha, dan juga omongan Chandra yang benar-benar bikin dia kesal setengah mati. Sayangnya, khusus untuk ucapan jahat Chandra, Jennie nggak bisa cerita ke sahabat-sahabatnya, karena Jennie tidam mau mereka tahu masa lalunya. Hasilnya, Jennie hanya bisa ngamuk tanpa kejelasan dan X2 dianggap menjadi tempat yang bisa mengurangi perasaan tidak karuan yang dirasakannya.
"Gue rasa enggak deh," sergah Sherly. "Beha tuh orangnya polos gak ada pikiran macem itu."
"Tahu dari mana dia polos? Muka nggak jaminan Sher! Lo tuh ya kalau liat muka bening langsung dah lupa daratan."
"Lo nggak inget anak SMA yang dulu jadi pacar lo? Muka aja polos, tapi lihai banget porotin duit lo, mana ortunya juga nuduh lo yang enggak-enggak lagi. Parah banget tuh!"
"Nah iya sih Sher, muka alim nggak bisa jamin." Lisa menimpali. "Menurut gue, Beha tuh lihat Jennie lagi agak tipsy dan manfaatin keadaan. Lo ati-ati Je! Jangan sampai lo dijadiin target."
"Ck! Beha tuh nggak ngapa-ngapain gue! Gue emang agak mabok tapi gue masih cukup sadar kok. Nyolek gue aja enggak si Beha."
"Well, dia nggak ngapa-ngapain lo, tapi...dia nyebarin rumor kalau lo sama dia nginep di kantor. Itu namanya juga licik Je,dia ngebuat orang berasumsi macem-macem. Gue apal banget tuh orang-orang macem Beha emang parasit."
"Bentar...tarohlah ya si Beha yang nyebarin rumor ini, keuntungan Beha apa?" tanya Sherly, dia masih tidak setuju jika Beha dianggap sebagai orang yang menyebar rumor antara Jennie dan Beha.
"Ya perhatian lah. Siapa tahu dia naksir Jennie? Dan ngincer Jennie, secara kalo dibandingin gaji Jennie berapa kali gaji dia," tukas Suzy.
"Dia pasti model cowok-cowok parasit yang numpang idup enak gitu. Dia sadar kalau muka dia tuh cukup bisa dipandang, jadi dia kepedean tuh bikin rumor kaya gini, dikiranya Jennie bakalan naruh perhatian."
"Pokoknya ati-ati lo sama Beha Je. Gue nggak mau ya lo kena perangkapnya Beha!"
"Tapi rumor ini kan juga enggak cuma bikin nama Jennie jelek. Nama Beha juga jelek lho, iya kan Lis? Lo tadi bukannya disuruh sama Ibu Grace, direktur operasional buat cari tahu soal rumor ini dan memanggil pihak yang bersangkutan?"
Lisa mengangguk. "Iya, tapi gue baru panggil Beha besok buat konfirmasi masalah ini."
"Ya justru itu, Beha bisa playing victim, berasa jadi korban, padahal dia sendiri yang nyebarin rumor ini. Tujuannya biar Jennie merasa kasian, terus pelan-pelan deh jadi deket. Kalau nggak ada kasus ini, ya mana ada sih yang 'ngeh' soal Beha? Dia cuma OB apaan. Pokoknya kata gue, ati-ati sama Beha, Je," tukas Suzy.
"Suz, lo kok kayak tahu banget kalau Beha yang nyebarin rumor ini? Kan belum tentu juga, jangan sampai jadi fitnah, lho." Sherly memperingatkan Suzy.
"Ya ampun Sher, lo itu gue kira udah lolos malang melintang dalam dunia percintaan. Segala macam cowok dari yang anak band sampe anak SMA juga lo pacarin, apa pengalaman lo selama ini ga cukup? Lo udah ngalamin sendiri kan tagihan kartu kredit lo membengkak gara-gara tuh cowok-cowok parasit yang morotin lo. Ini tuh sama banget modusnya Sherly sayang. Beha si OB itu, lagi jadiin Jennie sasarannya. Berhenti jadi mermaid deh Sher. Lo tuh ya, kalau sama cowok bener-bener lupa daratan, kek Ariel yang termehek-mehek sama pangeran tampan, tapi apa? Endingnya lo ditinggalin, nangis-nangis ngadu ke kita."
"Beha beda sama mantan-mantan gue. Ya gue tahu kalau mantan gue pada blangsak, tapi ga adil kalau Beha disamain sama mereka."
"Percayalah Sher, mereka-mereka itu meski orang yang beda, tapi pikiran mereka sama. Mental sama, mental parasit. Lo jangan sampai ketipu sama tampang, gue tahu lo belain Beha karena lo nganggep Beha cakep kaya oppa-oppa Korea kan?" cecar Suzy.
Jennie semakin pusing saat mendengar adu pendapat antara Suzy dan Sherly. Bukannya membuatnya lebih baik, tapi perdebatan yang terjadi antara Suzy dan Sherly makin membuat kepalanya pening.
"Udah...udah kalian berdua cukup! Kalian bikin gue makin pusing aja tau nggak!" kesal Jennie, menenggak tequila yang dipesannya sekali tandas. "Gue mau cabut aja, gue perlu istirahat."
"Lo mau gue anter Je?" Lisa menawarkan.
"Enggak usah, gue pakai taksi aja." Jennie mengibaskan tangannya dan berjalan keluar dari X2.
Saat dia menjauh dari teman-temannya, tiba-tiba seseorang menarik lengan Jennie, di antara keramaian klub, membawa Jennie ke sebuah sudut.
"Lo! Ngapain sih!" bentak Jennie saat mengetahui lelaki yang menariknya Chandra. Aroma alkohol tercium pekat dari tubuh laki-laki itu, dan Jennie berusaha melepaskan diri dari belitan Chandra.
"Lo tahu kan gue kangen sama lo."
"Omong kosong! Lepas!" Jennie berusaha mendorong Chandra menjauh, tapi Chandra malah semakin erat mendekapnya, bahkan menyurukkan kepalanya di leher Jennie, mengecup pelan bagian itu membuat Jennie merasa merinding sekaligus jijik. Sekuat tenaga Jennie mendorong Chandra tapi Chandra mendorongnya ketat ke dinding.
"Je, kenapa lo lebih milih Beha? OB? Comeon Jennie, lo seputus asa itu sampai mau sama OB?"
"Tutup mulut lo! Dan ga usah sok akrab!" Terlalu muak dengan atasannya itu, Jennie mendorong Chandra. Tapi sayang, bukannya terdorong menjauh, Chandra justru semakin agresif, tubuh tinggi besarnya semakin menghimpit Jennie dan wajahnya mendekat, membuat aroma pekat alkohol semakin pekat tercium oleh Jennie, tanpa bisa Jennie cegah, Chandra menginvasi bibirnya mendadak dengan kecupan brutal yang membuat Jennie kesulitan bernafas.
Jennie bergerak semakin menggila, hendak melepaskan diri dari Chandra yang membelitnya serupa anakonda, orang-orang di sekitarnya tidak ada yang peduli, terlalu larut dengan diri mereka sendiri, musik yang menghentak dan juga alkohol. Di sudut remang yang gelap ini, Jennie dan Chandra tidak terlalu terlihat, kalaupun ada yang melihat mereka, hanya akan mengabaikannya, menyangka mereka adalah pasangan yang sedang dimabuk asmara.
Sadar bahwa tidak akan ada yang menolongnya dalam situasi ini, maka Jennie harus berjuang lebih keras jika ingin selamat. Dia bertaktik, membalas kecupan Chandra, dan saat lelaki itu merasa menang, Jennie menendangnya kuat-kuat, membuat lelaki itu mengaduh dan dekapan kuatnya terlepas sepenuhnya dari tubuh Jennie. Segera, Jennie kabur dari gelapnya sudut X2, berlari keluar klub malam secepat kakinya mampu, lalu menyetop taksi yang melintas dan segera masuk ke dalamnya.
Beberapa saat kemudian taksi yang ditumpangi Jennie berhenti.
"Sudah sampai Kak," beritahu supir taksi, sementara Jennie masih termangu, kepalanya menyender ke jendela mobil, dengan kepala yang terasa pening. Kejadian barusan di X2 membuatnya merasa shock.
"Eh...ya?" Jennie menjauh dari kaca yang disandarinya.
"Lho ini...?" Jennie kaget karena taksi berhenti di kantor.
"Gedung Utama Bank NCB, Kak," ucap supir taksi.
"Kok bisa di sini? Kan gue mau ke apartemen...."
"Tadi kakak bilang gedung NCB."
Jennie sedikit termangu, apa tadi dia salah ngasih order tujuan ke supir taksi?
"Kak? Mau ganti tujuan?" Supir taksi menegur Jennie yang terdiam.
"Oh? Eng...enggak deh. Gue turun, ini ongkosnya. Makasih ya." Jennie serta merta turun dari taksi, berdiri di depan gedung NBC yang meski sudah malam, masih terlihat terang.
"Lho, Ibu Jennie? Kok di sini?" sapa Pak Joni, sekuriti berbadan gempal yang sedang patroli di sekeliling gedung.
"Eh? Eung...iya Pak, ada yang kerjaan yang belum beres." Jennie beralasan.
"Semalam ini?"
"Wah, ternyata jadi pejabat kerjaannya banyak juga ya, Bu."
"Pejabat apaan sih Pak, cuma staff aja kok." Jennie tertawa kecil. "Ya udah Pak, aku naik dulu ya."
"Iya Bu, siap. Kalau perlu bantuan apapun, telpon aja ke pos sekuriti ya."
"Oke Pak." Jennie mempertemukan jari telunjuk dan jempolnya, lalu berjalan ke arah pintu masuk gedung, naik ke lantai atas di mana ruangannya berada.
Jennie menghela nafas saat membuka pintu ruangannya, suasana begitu sepi, dan Jennie berjalan gontai ke kursinya, duduk di sana dan menangis sejadi-jadinya. Pertemuannya dengan Chandra di X2 membuat ingatan pahit menguar dalam otaknya dan terlebih apa yang dilakukan Chandra padanya, merupakan pelecehan yang membuat Jennie benar-benar merasa shock dan terhina.
Sementara Jennie menangis tersedu, tenggelam dalam kesedihannya, di sebuah ruang dengan musik radio mengalun pelan, Beha menangkap sayup suara tangis yang membuatnya merinding. Terlintas di benaknya cerita seram yang sering diceritakan rekan-rekannya, terutama cerita Layanto yang mengaku melihat mbak kuntilina sedang sisiran di atas filling cabinet ruang arsip. Mengingat semua cerita horor itu, Beha tidak tahan lagi, dia cabut dari pantry tempatnya bercokol, dan ngibrit keluar untuk bergabung dengan driver dan sekuriti yang menginap di basement.
Saat melewati Divisi Pemasaran, Beha melihat pintu di sana terbuka dan lampu menyala, membuat Beha memperlambat langkah kakinya. Dia merasa bahwa saat semua staf marketing udah pulang tadi, dia sudah mematikan semua lampu dan menutup pintu.
Setengah diri Beha, memintanya untuk mengecek kembali situasi di dalam, siapa tahu tadi dia lupa mematikan lampu dan menutup pintu, tapi setengah lainnya menolak mentah-mentah. Bagaimana jika di dalam sana ada perampok? Dia bisa saja diserang perampok dan berakibat fatal. Tapi, kalau benar perampok, bagaimana mereka bisa melewati penjagaan sekuriti? Atau jangan-jangan...semua sekuriti sudah dilumpuhkan? Seperti di film-film Holywood. Beha bergidik ngeri membayangkan.
Belum usai bayangan mengerikan soal perampokan sadis seperti yang ada di film, otak Beha dengan sengaja memberikan alternatif lain siapa yang ada di dalam ruang Divisi Marketing, seiring dengan suara tangis terisak terdengar sayup.
Otak Beha memberikan bayangan adegan horor menyeramkan dengan jumpscare yang bikin jantung meloncat seperti di film Conjuring atau Valak bikinan James Wan. Otomatis, rerupa jejadian dan hantu-hantuan hilir mudik di benak Beha, membuat badannya merinding disko.
Beha bersiap melarikan diri saat suara tangisan terdengar makin kencang, dan Beha merasa bahwa suara tangisan itu mirip dengan suara Jennie.
Kembali terjadi perdebatan dalam diri Beha, antara mengecek ruangan marketing atau kabur begitu saja. Keinginan Beha untuk segera meninggalkan lantai dua puluh ini begitu menggebu, tapi, rasa cinta pada sosok Jennie menahan langkahnya, sampai akhirnya Beha memutuskan masuk ke ruangan marketing meski dengan jantung berdebar dan keringat menetes, karena rasa takut yang menyebar dalam dirinya. Takut ketemu jurig atau perampok, dua pilihan yang sama-sama tidak menyenangkan.