Diselamatkan Radit

1311 Kata
"Entah apa yang kamu pikirkan sekarang tentang ku Nge, tapi hanya itu yang bisa ku lakukan untuk membantumu keluar dari sana!" gumam Radit tatapannya bahkan tidak berkedip memandang wajah gadis yang kini masih tidak sadarkan diri dengan kepala ada di pangkuannya itu. Radit sedari di mobil sudah berusaha membangunkan Inges tapi tidak berhasil. Dengan cepat pak Surya melajukan mobilnya menuju rumah sakit terbesar di kota itu. Mereka sudah berhasil menyelamatkan Inges dari tempat terkutuk itu. "Pak lebih cepat lagi!" pinta Radit yang di jawab dengan anggukan kepala oleh pak Surya. "Apa tidak seharusnya kita hubungi saja tuan Raden juga?" ucap pak Surya seraya melirik kaca spion yang ada di atas kepalanya melihat kondisi di kursi penumpang. "Biarkan saja dulu pak. Aku bisa tangani ini." Tolak Radit karena ia tidak ingin kakaknya mengambil alih mengurusi Inges sekarang. Karena untuk saat ini tiba-tiba sikap kakaknya mulai menjadi rada-rada aneh setelah mengetahui identitas Inges. Kakaknya lebih sering melamun, makanya sudah tiga hari Raden dan Malaika sedang berada di rumah utama di kediaman orang tua mereka. Agar Raden tidak terus-terusan mengingat almarhumah istrinya. Bisa-bisa kakaknya akan menganggap Inges adalah istrinya. Mobil pun terus melaju sampai akhirnya tiba di RUMAH SAKIT CINTA KASIH milik keluarga Widjaya. Inges langsung digendong oleh Radit ke ruangan VVIP untuk mendapat perawatan dan penanganan di sana. Begitu banyak pasang mata para pasien dan petugas wanita di sana yang menatap mereka dengan kagum dengan aksi Radit yang so sweet tu. Tidak sedikit pula yang iri dengan Inges karena ia adalah wanita beruntung yang diperlakukan spesial oleh pemilik rumah sakit itu. "Kamu tidak perlu secemas itu Dit, gadis ini hanya lemas karena seharian tidak ada makanan yang masuk mengakibatkan maag nya kumat," jelas dokter Tirta setelah selesai memeriksa Inges, dengan tatapan penuh selidik ke Radit yang sedari nampak kecemasan di wajahnya. Sudah terpasang selang infus di tangan kanan Inges sekarang. Dokter Tirta juga merupakan dokter pribadi keluarga Widjaya jadi beliau sangat dekat dengan keluarga itu dan ia seumuran dengan Raden. Babang dokter tampan itu adalah sahabat terdekatnya Raden. Dan betapa terkejutnya ia ketika melihat gadis yang terlelap di ranjang pasien itu. Kini pun wajahnya masih terlihat begitu penasaran siapa gadis yang tidak asing baginya itu. "Dia bukan almarhumah Tir. Mereka hanya mirip sama halnya dengan aku dan bang Raden!" jelas Radit yang sudah mengerti arti tatapan Tirta. Itu lah kenapa Radit langsung menggendong Inges langsung menuju ke kamar rawat inap agar tidak terlihat oleh orang-orang di rumah sakit dan hal itu tentu saja bisa menimbulkan masalah jika ada orang yang mengenalnya. "Bagaimana kamu bisa menemukan gadis ini?" tanya Tirta masih dengan wajah heran dan tak percayanya. "Dia adalah pengasuh Malaika namun bukan wajah itu yang ia perlihatkan pada kami semua." "Berarti dia bersembunyi di balik topengnya?" "Ya lebih tepatnya di balik make up-nya. Namun sejak pertama bertemu Malaika anak itu langsung memanggilnya dengan sebutan mama kecil". "Lantas itu yang membuat si es itu kembali ke sini beberapa waktu lalu?" ucap Tirta memastikan yang di jawab hanya dengan anggukan oleh Radit. Raden memang sedang berada di kota itu juga sudah dari 3 hari lalu mengunjungi rumah utama alias kediaman orang tua nya sekaligus berkunjung ke makam almarhum istrinya. "Aku masih menyelidiki gadis ini Tir, mustahil ia tidak ada hubungannya dengan almarhumah melihat kemiripan mereka yang seperti ini. Kamu tolong lakukan tes DNA ya tapi jangan sekali-kali memberitahukan ke bang Raden!" pinta Radit meskipun Tirta lebih tua darinya tetap saja ia memanggilnya hanya dnegan menyebutkan namanya saja karena sudah terbiasa dari mereka kecil. Tirta memang sahabat dari masa kecilnya Raden. "Hahaha kamu pasti menyukai gadis ini." Terdengar suara mengejek dari Tirta yang sangat hapal dengan watak Radit. "Aku menyukainya sejak pertama kali menemuinya dan itu terlepas dari wajah aslinya. Jadi aku tidak mau bang Raden mengambilnya karena ia memiliki wajah mirip dengan istrinya." "Baiklah, baiklah. Aku akan membantumu. " Tirta menepuk pundak Radit yang masih terduduk di sofa ruangan itu dan berlalu pergi meninggalkan kamar VVIP tersebut. Setelah beberapa menit dokter Tirta keluar pak Surya bergantian memasuki ruangan dengan membawa dua kresek berisi makanan, minuman dan buah. "Pak Surya pulang saja dulu aku akan menemani Inges di sini!" ucap Radit dan pak Surya hanya menganggukkan kepala, "Ingat jangan ceritakan apapun pada bang Raden!" lanjutnya. "Baik tuan." Pak Surya pun kembali keluar ruangan itu setelah meletakkan bawaannya di meja yang berada di pojok ruangan. ***** Inges mulai mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali, nampak cahaya sangat terang. Sekelilingnya terlihat putih. "Di mana ini?" gumamnya sambil mencoba bangun dari posisi tidurnya. Tenggorokannya terasa kering. Di lihatnya jam yang terpajang di dinding di hadapannya. Jarum jam berada du angka 2. "Apa ini sudah siang?" batinnya. Sontak ia mematung wajahnya nampak cemas kembali teringat seseorang yang sudah membayarnya dari pemilik club dengan harga 50 M itu. "Apa kini aku berada di hotel" batinnya lagi. Cklek Suara pintu kamar mandi terbuka dan keluar sosok yang sangat iya kenal. "Radit." Ucap Inges dengan sedikit intonasi yang tinggi. Ia kaget bukan main, ternyata benar dirinya sedang berada di hotel kini. Seketika Radit langsung menoleh ke Inges dan dengan cepat ia menghampiri gadis itu. "Kamu sudah sadar Nge. Syukurlah," ucap Radit lega semalaman ia tidak tidur dan menunggu Inges di sampingnya. "Kita ada di mana? " ucap Inges dengan emosi. "Kita di rumah sakit Nge. Emang mau di mana lagi?" "Hah rumah sakit?" nampak wajahnya berubah menjadi kebingungan dan seketika langsung menundukkan kepala. Merasa malu sendiri karena salah paham. "Tenang saja Nge, aku tidak seburuk yang kamu kira. Aku membayar mu tidak lain hanya untuk menyelamatkanmu. Cuma itu jalan satu-satunya membawamu keluar dari sana. Syukurnya pak Surya melihatmu di gendong pria b******k itu dan segera melaporkannya padaku." Jelas Radit panjang lebar. Betapa malunya Inges sekarang, Tuhan masih sayang pada hidupnya. Dan tidak pernah ia sangka Radit yang baru dikenalnya menyelamatkan dirinya dari tempat sialan itu. Sekarang malah ia sibuk memikirkan uang 50 M itu. "Maaf sudah salah sangka dan terimakasih banyak untuk bantuannya!" lirih Inges tanpa berani melihat Radit yang ada di hadapannya, "tapi bagaimana cara aku mengembalikan uang itu? Kenapa kamu begitu bodohnya menawar ku dengan harga 50 M. Apa kamu sudah gila?" lanjutnya lagi dengan suara kekesalannya mengingat Radit yang begitu gampang mengeluarkan uang 50 M itu. "Kamu lapar kan ayok makan dulu batalkan puasanya. Nanti kita bahas masalah itu!" Radit mengalihkan pembicaraan. Radit melangkah menuju meja dan mengambil makanan yang tadi di bawa oleh pak Surya dan membawakan Inges ke ranjangnya. "Biar aku suapin tanganmu masih di infus." kata Radit sambil mengangkat sendok berisi bubur. Inges hanya mengikuti arahan dan membuka mulutnya. Sejujurnya ia sangat canggung dan malu ini untuk pertama kalinya ia diperlakukan seperti itu. Sebenarnya itu pertama kali ia sendiri menerima diperlakukan seperti itu karena ia biasa menolak perhatian dari laki-laki tapi mengingat Radit sudah menyelamatkan ia hanya bisa menurut. Sendok demi sendok bubur disuap kan oleh Radit sampai satu mangkuk bubur itu telah tandas masuk ke dalam perut Inges. "Alhamdulillah kenyang. Ngomong-ngomong ini siang hari ya? " tanya nya pada Radit yang kembali duduk di ujung ranjangnya setelah meletakkan bekas mangkuk bubur tadi di nakas. "Tidak ini masih petang Nge," jawab Radit seraya tersenyum. "Owalah berarti aku tak sadar hampir seharian lamanya. kamu boleh istirahat mas. Biar aku yang berjaga." Ucap Inges seraya tersenyum lebar. "Kamu panggil aku apa tadi Nge, coba ulang!" pinta Radit untuk memastikan kupingnya tidak salah mendengar. "Tidak ada pemutaran ulang. Sudah ah tidur sana! Pasti capek kan terjaga terus seharian." kini Inges malah merona karena malu. Radit hanya tersenyum melihatnya, "baik lah. Kalau butuh sesuatu bangunkan saja aku ya!" Radit akhirnya beranjak dari ranjang Inges dan tidur di ranjang penunggu pasien. Ruangan Inges sangat besar dan mewah sudah layaknya kamar hotel saja pikirnya. Bedanya hanya di rumah sakit ini semua serba putih. "Kamu juga istirahat lagi ya Nge, dan satu lagi jangan bangunkan aku ya. Aku benar-benar sangat mengantuk!" pinta Radit seraya merebahkan badannya yang memang sudah sangat letih. Inges hanya menganggukkan kepala mengiyakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN