Sofi dan teman-temannya sedang mengobrol berbagai macam hal. Sesekali tawa mereka keluar karena ucapan yang dianggap lucu. Di jam istirahat kedua ini, memang tidak banyak yang berminat pergi ke kantin. Adapula yang menggunakannya untuk menunaikan ibadah salat zuhur. Dan kebanyakan para siswa memilih menghabiskan waktunya saling berbincang membicarakan hal-hal menarik atau menggosipkan berita-berita terbaru.
Dibelakang bangku yang diduduki Sofi, ada tiga cowok mengitarinya sedang bernyanyi dengan salah satunya memainkan gitar. Ketiganya pernah menjadi pacar Inge, termasuk Sachio disana.
Disaat ia sedang tertawa akibat ucapan Angel, salah satu temannya, Sofi menepis sebuah tangan yang hinggap di pahanya.
“Lo apaan sih?!” bentaknya. sedang kedua cewek didepannya cuma bisa menggelengkan kepala, maklum. Sudah biasa melihat Sofi dalam mode galaknya. Dan penyebabnya kalau sudah bertemu biang yang memancing amarah Sofi.
“Abisnya mulus banget Sof. Bikin gak tahan.” balas si pelaku dengan suara mesumnya. Alis mata Sofi semakin curam saat mendapat kedipan sebelah mata yang diberikan cowok itu.
“Jauh-jauh dari gue!” pintanya keras. “GANDA!!!” pekik Sofi ketika cowok itu malah mencoba menarik wajahnya untuk mencuri ciuman. Setelahnya Ganda berlari keluar kelas. Sofi mendengus kesal. Untung cuma kena hidung.
“Ganda tuh suka deh, kayaknya sama lo Sof. Dari kelas sebelas iseng aja kalo sama lo.” tebak Angel. Masih dengan wajah memerah karena kesal pada kelakuan Ganda, Sofi menatap Angel dan Vani.
“Gak penting. Lagian badboy gitu gak bisa diharepin.”
“Tapi doi kaya loh Sof.” Vani berceletuk. Sofi mengangkat sebelah alisnya tidak peduli.
“Bodo amat.”
Sofi memutuskan pergi ke toilet untuk mencuci muka. Angel dan Vani sempat menawari untuk mengantarnya, tapi Sofi menolak. Akhirnya dia pergi sendiri.
Usai mencuci muka, Sofi hendak kembali ke kelas. Namun sesuatu mencegahnya. Dibelokan menuju belakang sekolah, dengan jelas ia menangkap sosok Inge. Langsung saja Sofi mengikuti sosok itu.
Mau ngapain dia ke gudang? Batinnya bertanya.
Diruangan temaram dengan banyak jaring laba-laba yang menghiasi terbentang dari barang-barang bekas di dalam sana sempat membuat Sofi mengeryitkan wajah tidak suka. Namun langkahnya tetap mengikuti arah perginya Inge yang mencurigakan. Sofi berhenti ketika lamat-lamat kupingnya menangkap dua orang sedang berbincang. Gadis itu bersembunyi dibalik kardus yang diletakkan diatas kursi tak terpakai.
“Aku gak lihat kamu istirahat pertama tadi. Kemana?” suara cowok yang terasa familiar bagi Sofi. Sofi mencoba menggali-gali ingatan kira-kira siapa pemilik suara itu.
“Males aja.”
“Tapi udah makan?” Sofi tidak mendengar jawaban untuk pertanyaan itu. Ia belum bisa melongokkan kepala sekedar mengintip. Posisinya sangat rentan ketahuan.
“Kali ini siapa lagi?” cowok itu bersuara lagi.
“Belum pasti. Tapi Randi anak IPS satu dari kemarin nge-Wa aku terus. Jerry kelas sepuluh juga selalu ngajakin aku ngobrol kalo ketemu. Tapi yang pasti jangan bulan ini. Aku masih capek ladenin mereka.”
“Bilang aja kamu masih kangen sama aku.” Sofi masih setia mencuri dengar. Ketika merasa mereka sedikit lengah, gadis itu akhirnya memberanikan diri mencuri lihat. Dan apa yang dilihatnya mampu membuat matanya membeliak setelah berhasil melihat gerangan pemilik suara berat yang berbincang dengan Inge.
“Kalo iya, emang kenapa? Kamu kan pacar aku.” Inge memeluk cowok didepannya sambil mendongak. Cowok itu meyambut rangkulan Inge dengan menundukkan kepala menyentuhkan wajah mereka.
Sofi menarik kepalanya ke posisi semula. Senyum liciknya terbit memahami rencana musuh.
Pantas aja usaha gue selama ini gak ada perlawanan sama sekali. Malah makin sok suci tuh Mak Lampir. Ternyata ini yang dia sembunyiin.
“Ternyata dia kuncinya.”
•••
Sofi kembali berjalan menuju kelas. Langkahnya terasa lebih ringan dari sebelumnya. Senyum senang bahkan terus mengiringi cewek itu sampai-sampai Angel dan Vani saling melempar tatapan bingung melihat wajah teman mereka itu.
“Kenapa sih, lo Sof? Abis dapat te-ef ratusan juta dari om-om?” tanya Angel yang disambut tawa Vani dan senyuman kecut Sofi.
“Enak aja. Selera gue bukan yang tua-tua, ya. Sorry sorry to say.”
“Ya lagian elu, dateng-dateng cengar-cengir mulu udah kek orang sinting.”
“Tapikan bukan karena om-om juga. Lo pikir gue sugar daddy? Euy!” Sofi memutar bola matanya malas.
“Tapi beneran, kenapa kelihatan seneng banget.”
“Iya, padahal dari toilet doang. Nemu harta karun emang?” Vani menambahi Angel. Dan yang ditanya justru kembali menyungging senyum manis penuh arti.
“Harta karun ya. Bisa dibilang gitu. Tapi apa yang gue dapet ini lebih waw dari sekedar emas dan kawan-kawan.” jelas Sofi yang bukannya menjawab rasa penasaran di kepala Vani dan Angel, justru menambah kebingungan saja.
“Makin gak jelas lo, Sof.” cela Vani. Dia dan Angel hanya menggelengkan kepala akan sikap aneh Sofi.
Bel masuk menggema ke penjuru kelas-kelas memberi pertanda agar para siswa menyiapkan diri untuk menerima pelajaran berikutnya.
Tidak berapa lama beberapa orang yang datang dari berehat mulai bergiliran memasuki kelas dan duduk di bangku masing-masing.
Salah satunya ialah cowok dengan badge Ganda Suaka. Cowok dengan seragam dikeluarkan dan rambut quiff berantakan itu berjalan pelan. Sofi memperhatikan cowok itu hingga sosoknya semakin dekat dan ketika hampir mendekati tempatnya, cewek itu mengalihkan pandangan pura-pura tidak melihat. Dan Ganda yang memang duduk di meja bersebelahan dengan Sofi menurunkan pandangannya pada cewek cantik itu.
“Aku tau kamu ngelihatin aku dari tadi. Kenapa, kangen?” Sofi tak menjawab. Menoleh pun tidak. Dan itu membuat Ganda menarik sudut bibirnya miring. “Baru ditinggal bentar padahal. Udah rindu aja. Cium dulu sini biar kangennya terobati.” Sofi membuang muka sambil berdecak risi saat Ganda menyentuh dagunya.
Bukannya berhenti cowok itu malah semakin menjadi dengan melingkupi rahang hingga tengkuk Sofi dan didongakkan untuk dicium gemas. Sofi tidak tinggal diam dibegitukan. Cewek itu coba memberontak dengan cara memundurkan wajahnya agar jangan sampai berhasil dikecup dan mendorong d**a bidang Ganda supaya menjauh darinya.
“Bu Jihan on the way!” teriak cowok yang tersengal-sengal akibat berlari memasuki kelas, memberitahu. Sontak saja mereka suka mengatur posisi duduk rapi dan diam. Begitu pula dengan Ganda.
Cowok itu akhirnya melepaskan Sofi dan mengambil tempat di bangkunya tenang. Seakan-akan mengganggu Sofi barusan bukanlah kesalahan baginya.
Dulu biasanya Sofi akan mencak-mencak setelah diganggu Ganda seperti tadi, lain cerita dengan hari ini. Setelah mengetahui rahasia dan rencana sepasang kekasih itu, Sofi santai-santai saja jadinya.
Sofi akui taktik Inge boleh juga. Tapi tetap dia lebih cerdas karena sudah tahu sekarang. Melirik Ganda penuh arti dengan manik birunya, sampai sepasang manik gelap cowok itu tiba-tiba menoleh membalas tatapannya. Ganda tersenyum miring kemudian mengangkat sebelah alisnya yang dihiraukan Sofi. Gadis itu memalingkan muka ke depan dimana guru tengah menjelaskan sambil menyungging senyum kecil.