Siang itu sekolah bubar seperti biasanya. Franace langsung mengalungkan tas di pundaknya. Namun baru saja hendak berniat pergi langkahnya bersama Tony telah dihadang segerombolan geng gadis cantik di depan pintu.
"Permisi ya ya cantik. Pangeran Kertas mau lewat," ucap Tony sopan.
Namun mereka malah merangsek maju. Tony langsung berdiri di hadapan Frans. Melindungi sahabat tanpannya itu dari perbuatan yang merugikan kesuciannya.
"Eit, jangan terlalu dekat, harap hormati privasi dan prinsip hidup kami," cegah Tony.
"Aih, elu tampan tapi cerewet juga ya," sahut siswi yang memakai asesoris serba kuning. Sedangkan yang lain berwarna merah, hijau, nila dan jingga. Melihat kelimanya mirip pelangi yang lagi show di sekolah.
"Kalau tidak ada kepentingan biarkan kami lewat." Tony masih berupaya sopan berhubung mereka masih siswa baru di sekolah.
"Boleh, tapi kenalan dulu. Dan bisakah kau ke samping. Kami juga ingin kenalan dengan temanmu yang di belakang," ucap gadis yang memakai asesoris berwarna merah.
Tony enggan melaksanakan permintaan mereka. Namun Frans keluar dan berdiri di hadapan Tony.
"Kenalkan, saya Frans dan ini Tony. Bisakah sekarang beri kami jalan," ucap Frans dengan tampang dingin dan tatapan tajamnya.
""Wow," seru kelima gadis itu berbarengan. Mereka menatap tidak sopan dari ujung kaki hingga ujung kepala Frans.
Tony langsung kembali berdiri di hadapan Frans. Kemudian ia merangsek maju sehingga kelima gadis itu memundurkan langkahnya dan menyediakan ruang untuk mereka pergi. Melihat kesempatan yang ada ia langsung menarik tangan Frans.
"Yuk, cabut." Tony menyeret Frans pergi. Di lorong ia tidak berhenti mengomeli kelima gadis itu. Frans harus menjaga jarak dari mereka. Sesekali ia menengok untuk memastikan Frans mendengar ocehannya.
"Ton, sampai kapan kau akan memegang tanganku?" tanya Frans risih.
"Emangnya kenapa, kau keberatan?" tanya Tony tak suka. Karena dialah, Frans bisa selamat dari banyak gangguan selama ini. Apa masalahnya jika ia tidak melepaskan pegangannya pada Frans.
"Kau membuatku merasa aneh. Aku tidak suka disentuh. Bisakah kau lepaskan?" ucap Frans lembut namun dengan ekspresi datar. Membuat Tony benar-benar ingin mencubitnya. Atau menguceknya layaknya squishi.
"Coba lebih ekspresif. Marah kek, jangan mengucapkan ketidaksukaanmu dengan wajah polos tak berdosa seperti itu. Apa yang kau ucapkan sama sekali tidak didukung ekspresi wajahmu." Gerutu Tony.
Frans hanya menatapnya datar. Tony putus asa menghadapi makhluk tampan di hadapannya yang satu ini. Meski dirinya juga tampan, tetapi Frans jauh lebih tampan dan berkarisma dibanding dirinya.
"Ton, kalau aku pingsan bawa ke klinik, rahasiakan dari Mom and Dad," ucap Frans.
"Apa maksudmu?" tanya Tony bingung dengan ucapan Frans yang terasa aneh.
"Aku, pusing sekali." tepat ketika selesai berucap, Frans langsung rubuh tak sadarkan diri. Betapa paniknya Tony melihat hal itu. Ia langsung merengkuh tubuh Frans dan melarikannya ke ruang kesehatan sekolah. Beruntung mereka masih di area sekolah. Tangannya terasa pegal karena tubuh Frans yang berat, namun Tony menahan semua rasa sakit itu agar Frans tiba dengan selamat di ruang kesehatan.
Begitu sampai di ruangan ia langsung berteriak sembari menidurkan Frans di tempat yang tersedia.
"Dok, tolong kami!" teriaknya.
Seorang dokter yang tak dikenal Tony langsung muncul dari sebuah ruangan. Begitu melihat seorang siswa yang tak sadarkan diri ia langsung bergegas memeriksanya. Di belakangnya muncul Luna yang langsung mengernyit melihat Tony dan Frans.
"Astaga!" seru dokter itu membuat Tony semakin resah.
“Ada apa dok?” tanya Luna.
"Bagaimana ini, dia butuh darah A negative. Di sini tidak ada stok darah tersebut. Kamu bisa menelpon orang tua temanmu untuk kemari. Darah mereka pasti cocok," saran dokter itu.
Tony hendak berlari pulang. Karena jarak sekolah dan rumah memang tidak begitu jauh. Namun langkahnya terhenti begitu mengingat pesan Frans untuk merahasiakan kondisi kesehatannya.
"Kenapa berhenti?" Tanya dokter itu heran.
"Ambil darah saya saja dok!" ucap Tony. Dokter itu terdiam sejenak, namun karena kondisi pasien yang semakin menurun membuatnya tak memiliki pilihan lain.
"Baiklah, ke ruanganku cepat. Aku akan mengecek darahmu. Lun, kau jaga di sini. Ayo pergi." Tony langsung mengikuti langkah dokter itu. Pemeriksaan dengan cermat pun dilakukan hingga darah Tony dinyatakan cocok dan di suruh berbaring di dekat Frans.
Dengan cepat dokter itu dibantu Luna melakukan transfuse. Selama proses Luna menemani Tony dan Frans.
“Terima kasih sudah membantu” ucap Tony yang duduk menemani.
“Sudah tugasku,” sahut Luna gugup.
"Dok, sakit apa sebenarnya sampai dia butu darah?" tanya Tony penasaran begitu melihat dokter kembali datang. Tony memperhatikan selang yang mengirim darahnya ke kantong dan mengalir kembali ke selang berikutnya yang terhubung ke tubuh Franace.
"Aku juga tidak tahu, sebaiknya sarankan temanmu ini untuk melakukan pemeriksaan secara intensive. Tapi jangan di rumah sakit atau dokter spesialis. Oia, namanya siapa?"
"Namanya Frans, kelas satu A. " jawab Tony.
"Nama orang tua?" tanya dokter itu lagi seraya mencatatnya di dalam buku daftar pasien.
"Aku akan menjawabnya jika dokter berjanji merahasiakan yang terjadi hari ini," sahut Tony. "Termasuk dari orang tua Frans."
Dokter itu menatap Tony tak percaya. Ia menarik napas meski tak mengerti alasannya, namun akhirnya ia mengiyakan.
"Orang tua Frans adalah Adam Alexandru Cezar dan ibunya Tiara Cezar. Sedangkan namaku Tony, ayahku Hari dan ibuku Cloe."
Jawaban Tony membuat buku yang dipegang sang dokter terjatuh. Ia terkejut jika siswa tampan yang sedang terbaring tak sadarkan diri di hadapannya adalah putra presiden direktur Blue Sky. Termasuk pemilik sekolah ini. Sedangkan Tony adalah putra Hari teman sekelasnya.
"Pantas saja kalian terlihat berbeda. Namaku dokter Andrew, sampaikan salamku pada ayahmu. Dulu kami sekelas di sekolah ini. Dan nanti jika ada sesuatu yang terjadi dengan Frans datanglah ke alamat ini. Mungkin dia bisa membantu. Kau bisa mengajak Luna serta. Dia kenal dokter ini. Kalian kan dekat, Luna di asrama dan kalian di istana, jadi aku harap kalian bisa saling membantu," Andrew menyerahkan sebuah kartu nama ke tangan Hari.
"Simpan baik-baik kartu ini. Suatu saat, jika kamu terus bersama Frans, dia akan butuh orang itu. Rasanya sangat mustahil, tapi dari kondisinya ia menunjukkan gejala itu. Aku akan merahasiakan semua ini. Dan kuharap kau juga. Jangan pernah meninggalkannya apapun yang terjadi. Darahmu sangat cocok dengannya. Sama seperti darah ayahmu yang cocok dengan darah tuan Adam."
Tony sama sekali tidak mengerti apa yang dibicarakan dokter itu. Ketika Andrew masuk ke ruangannya, saat itulah ia melihat Frans bergerak. Beruntung kabel infusnya telah di lepas, jadi ia langsung turun dari kasurnya hanya untuk mendekati Frans. Begitu pun dengan Luna, ia juga mendekati Frans yang mulai membuka matanya perlahan.
"Frans, akhirnya kau sadar juga." Seru Tony. Meski agak pusing ia berhasil berdiri di dekat Frans.
"Kita harus pulang. Sebelum Dad curiga," ucapnya. Ia hendak melepas infuse darah di tangannya.
"Jangan dilepas. Kau harus menghabiskannya. Setidaknya kau tidak akan pusing selama beberapa hari." ucap Andrew. Frans menatap Andrew tak suka. Tapi ia menurut tatkala Andrew mengatakan jika itu darah Tony.
"Bodoh, kenapa kamu mau memberikan darahmmu sembarangan. Darah itu sangat berharga." Ucap Frans kepada Tony.
"Makanya, jangan suka menyusahkanku dengan pingsan segala," sungut Tony.
“Kau juga di sini?” tanya Frans pada Luna.
“Kebetulan, aku sedang piket jaga,” jawab Luna masih gugup.
Andrew muncul kembali memberikan segelas s**u kepada Tony.
"Sementara itu, apa kau merasa tidak bisa merasakan makanan, kepala pusing dan tenggorokan kering yang disertai sakit?" tanya Andrew kepada Frans.
"Bagaimana kau tahu?" Tanya Frans.
"Tentu saja aku tahu. Aku seorang dokter," jawab Andrew. "Nanti jika kondisimu memburuk atau terjadi perubahan dengan gigimu, rahasiakan ya. Bahkan dari ayah dan ibumu. Jika kau beritahu mereka. Sesuatu yang buruk bisa menimpa mereka. Namun kau bisa bercerita pada Luna. Ia tahu banyak tentang gejalamu nanti."
Stelah berucap Andrew pamit pulang, karena telah tiba waktu pergantian jam kerja. Namun sebelum itu ia telah melepas infuse dan membersihkan jejak keduanya dengan menghapus nama Frans dari daftar pasien. Dan membawa pulang injeksi, selang dan alat kesehatan lain yang digunakan.
"Dokter itu membuatku merasa aneh," gumam Frans bangkit.
Luna mengambil tas Tony dan Frans, sedangkan Tony memapah Frans turun dari kasur.
"Aww," tiba – tiba Frans mengaduh.
"Dimananya yang sakit?" tanya Tony panik.
"Apa kau masih pusing?" tanya Luna memastikan.
"Entah mengapa gigiku melukai pipiku," gumam Franace. Ia merasa ada yang mengalir di dalam pipinya. Mungkin darah, tapi ketika tertelan kenapa rasanya manis.
"Coba aku lihat." Tony memeriksa mulut dan gigi Frans. Sejenak ia terdiam dengan apa yang ia temukan. Otaknya mulai menyambungkan semua kejadian dengan apa yang dikatakan Andrew. Ia pun menatap Luna meminta penjelasan.
"Apa yang kau temukan?" tanya Frans. Tony tidak menjawab ia mencari cermin kecil di dalam tasnya.
"Coba kau lihat sendiri." Tony menyerahkan cermin dam membiarkan Frans memeriksa giginya sendiri.
Mata Franace langsung membulat melihat gigi taringnya tumbuh lebih panjang dari yang lain. Ia tampak seperti sampul buku The Lost Vampire yang ia pinjam dari perpus. Setelah bercermin berulang kali dan menyentuhnya dengan jari. Frans mengembalikan cermin kepada Tony.
“Hormat hamba pangeran,” ucap Luna langsung bersimpuh di hadapan Frans.
“Apa yang kau lakukan Lun, berdiri,” pinta Frans.
“Apa kau tahu sesuatu tentang yang terjadi padaku?” tanya Frans memegang kedua lengan Luna. Untuk pertama kalinya Frans menyentuh perempuan. Tony ingin melepas tangan Frans tapi urung.
Luna mengangguk. Wajahnya langsung bersemu merah karena saling tatap dengan Frans dalam jarak dekat.
“Tulis nomer hapemu,” Frans menyodorkan handphonenya.
Luna segera mengetik nomernya, setelah selesai ia meminta untuk pergi lebih dulu. Setelah kepergian Luna Tony dan Frans berjalan pulang dalam diam. Pikiran keduanya dipenuhi dugaan-dugaan yang tak bermutu. Hingga mereka merasa lelah dan duduk di taman yang memisahkan area kampus Blue Sky dengan Istana Blue Sky. Tony menatap rumah Frans.
"Lihat, rumah kita dari sini tampak seperti istana ya. Siapa sangka kau anak millionaire. Sedangkan ayahku memang asisten pribadi ayahmu. Siapa sangka kehidupan kita di Australia sebagai petani berbanding terbalik dengan di sini. " tutur Tony.
"Aku justru rindu bermain layangan. Atau boomerang," sambung Franace.
Keduanya terdiam. Menyisakan hening yang memerangkap keduanya dalam memory kehidupan mereka sebelumnya di Australia.
"Ngomong-ngomong menurutmu kenapa taringku bisa panjang dan sekarang tidak lagi." tanya Franace seraya menyentuh gigi taringnya yang sudah normal kembali.
"Mana aku tahu, apa aku harus bertanya pada ayah?"
"Tidak, jangan. Ini hanya rahasia antara kita bertiga," tekan Frans. Tidak ada yang boleh tahu apapun yang terjadi padanya.
"Bukan bertiga. Tapi berempat dengan Andrew." protes Tony.
"Maksudmu, dokter itu?!?" tanya Frans. Tony mengangguk. Kemudian ia menceritakan semua percakapannya dengan Andrew. Hingga pesannya jika terjadi sesuatu yang aneh dengan Frans, ia harus membawanya ke seseorang yang tinggal di alamat yang terdapat dalam kartu nama yang diberikan Andrew.
Tony menunjukkan kartu nama itu kepada Frans. Di atas kartu terdapat sebuah nama Dr.Eva. Alamatnya berada di pinggiran hutan Epping.
Frans mendesah, ia merasa gelisah dengan kondisi kesehatannya.
"Minggu depan, kita ke rumah dokter itu. Hanya kita bertiga saja. Ingat, jangan sampai ada yang tahu. Kita bilang saja, jika kita akan bekerja tugas sekolah di rumah teman." saran Frans.
"Serius?" tanya Tony. Tumben Frans akan melakukan sebuah kebohongan.
"Iya, aku merasa agak buruk sejak tadi pagi. Firasatku kuat sekali jika ada yang aneh dengan diriku. Bahkan aku merasa takut. Penyakitku ini akan menjauhkanku dari kalian semua." Frans sedih, meski ekspresi wajahnya tidak menunjukkan demikian.
"Kau tenang saja. Aku Tony sahabatmu akan selalu bersamamu apapun yang terjadi. Meski kau jadi monster atau penyakit menular sekalipun," janji Tony seraya menepuk dadanya.
Frans berlalu seraya bergumam, " sombong nian, jika aku jadi monster mungkin kaulah yang kabur duluan."
"Kita lihat saja, aku yang akan buktikan!" teriak Tony seraya mengejar Frans yang berjalan menuju rumah.
***
Di sebuah rumah sederhana Samuel duduk dengan gelisah. Sebelumnya, seorang kepala desa telah bertamu ke rumahnya. Ia melaporkan banyak nelayan yang dinyatakan hilang setelah menangkap ikan di sekitar pulau yang mereka juluki Drakness. Bahkan kepolisian yang turut melakukan penyelidikan tak pernah kembali. Awalnya Samuel merasa aneh mengapa mereka melapor kepadanya, bukankah sudah ditangan kepolisian. Namun, saksi terakhir yang berhasil pulang dengan selamat melihat sosok penghuni pulau. Nelayan itu berani bersumpah jika yang dilihatnya adalah Dracula atau vampire. Mungkinkah ?