Ini Tentang Luka

1335 Kata
"Ka, lo ingat setahun lalu di rumah pohon? Lo ingat kenapa lo pengen naik ke atas sana?" Saka tersentak, terkejut menatap Lintang tak percaya. Lintang hanya mengangguk, menatap Saka datar. "Gue bersyukur nggak pernah melihat senja itu sama lo. Lo nggak pantas buat menikmati senja itu. Senja itu bukan punya lo, Ka." Saka sudah terbiasa merasa nggak diinginkan oleh keluarganya. Dibanding-bandingkan dengan saudara kembarnya, sampai luka itu membusuk lebih dalam menciptakan kepribadian membahayakan pada dirinya. Karena situasi itulah yang membuatnya memanipulasi kematian saudara kembarnya. Dan berkat itu keadaan berubah 180 derajat. Orang tuanya berubah menjadi selalu mendukungnya, dia punya posisi penting di keluarga besar Yachio Dragon dengan mendepak anak kandung tuan besar Yachio, dia juga menjadi murid penting di SMA Gajah Mada. Apalagi yang diharapkannya? Semua berjalan lancar sesuai rencana. Sampai pada akhirnya Lintang menjungkir balikkan kehidupannya sekali lagi. Lintang samasekali nggak menginginkannya? Bahkan dia bersyukur karena nggak pernah berkenalan dengannya setahun lalu? Padahal saat itu Saka sangat menyesal karena membatalkan janjinya dengan Lintang. Saka tertawa getir, tawanya semakin kencang menggema ke penjuru ruangan. Dunianya runtuh sekali lagi. "Jadi itu elo, Kak? Takdir kita memang lucu ya, ternyata lo yang selama ini puterin lagu itu buat gue." DARRRR Suara tembakan terdengar. Tiba-tiba Saka menembak kaki kanan Elang tanpa mengalihkan tatapannya dari Lintang. Bahkan jerit kesakitan Elang nggak membuat Saka menurunkan pistolnya. "Dan gue nggak berhak buat lihat senja? Lo bilang gue nggak pantes?" tanya Saka lagi, untuk kedua kalinya dia menembak kaki Elang. Kali ini Iqbal dan Riko melepas ikatan di tubuh Elang yang membuatnya langsung limbung seketika. "SAKA CUKUP! GUE AKAN TURUTIN SEMUA KEMAUAN LO! LEPASIN ELANG!" tangan Lintang gemetar menahan lengan Saka. Matanya menatap Saka tajam. Sejak awal mungkin ini memang hanya antara Saka dan Lintang. Dia nggak boleh melibatkan orang lebih banyak lagi. Saka diam sesaat setelah menoleh sekilas ke arah Elang yang sudah terkapar, lalu menurunkan pistolnya, beralih menggandeng tangan Lintang dan menuntunnya untuk kembali ke depan brankas. Tanpa menunggu waktu lama, Lintang mengarahkan iris matanya ke sensor pengunci. Elang yang melihat itu hanya bisa menggeram kesakitan, bahkan untuk bergerak saja dia nggak mampu. Kedua kakinya terkena tembakan. Meskipun ikatan di tubuhnya sudah dilepas dia nggak akan bisa berlari. Elang hanya berharap ada keajaiban terjadi. Dia sudah nggak berminat untuk menguasai Gedung Tua. Tapi menyerahkan Gedung Tua pada Saka jelas itu hal yang salah. Kalau sampai itu terjadi, nggak akan ada lagi yang bisa dilakukan. Suara klik terdengar, lemari brankas terbuka. Masih tetap menggenggam tangan Lintang, Saka membuka lemari itu. Tinggal selangkah lagi semuanya selesai. Dia akan mendapatkan Gedung Tua dan gadis di sebelahnya. "Kak ...," panggil Saka tetap menatap isi dalam brankas. Ada satu map kuning di dalamnya. Itu pasti isi dokumen Gedung Tua yang dulu disimpan kakek Erlangga. "Lo nggak akan tinggalin gue kan? Apa gue memang nggak pantes buat menikmati senja?" tanya Saka lirih. Ada gurat kesedihan di wajah Saka, Lintang baru menyadarinya. Bagaimana pun juga Saka tetaplah masih bocah, usianya masih muda sekali. Nggak seharusnya dia mengalami banyak hal seperti ini. Lintang membencinya, sangat benci. Tapi entah kenapa, saat Saka menggenggam tangannya, nggak ada sedikit pun rasa takut. Saka menggenggamnya dengan hangat, dia tulus. Lintang tahu itu. Jadi apa ini semua hanya pelampiasan? Apa sebenarnya Saka menutupi lukanya? Apa yang sebenarnya terjadi dengan Saka? Lintang samasekali belum tahu. Hanya tiba-tiba saja amarahnya meluap saat menatap Saka sekarang. Ganti kecemasan yang ia rasa. "Senja? Gimana lo bisa menikmati senja setelah menyakiti orang lain, Ka? Gue akan menandatangani berkas itu." Lintang tersenyum perlahan melepas genggaman Saka dan beralih mengambil map kuning itu. Dia buka map itu mengambil satu bendel berkas yang dulu ia tanda tangani juga beserta sidik jarinya. Kalau tahu dokumen ini hanya membawa malapateka, pasti saat itu Lintang akan menolak permintaan kakek Erlangga. Lintang mengambil bolpoin yang ada di atas brankas, lalu menandatangani dokumen lembar kelima tentang peralihan kepemilikan. Juga mencap dokumen itu dengan jari. "Udah kan? Sekarang lepasin Elang." Pinta Lintang yang menatap Elang sudah dipapah Iqbal dan Riko untuk berdiri. Saka nggak merespon samasekali. Dia mengambil alih dokumen itu dari Lintang. Kembali membaca isinya, lalu memberi isyarat kepada salah satu anak buahnya untuk membawakan dokumen lain. Tentang peralihan kepemilikan pada keluarga Yachio Dragon. "Lo tanda tangani ini juga Kak. Setelah ini Gedung Tua akan menjadi milik Yachio Dragon sepenuhnya." "Itu nggak akan terjadi b******k. Gue nggak akan biarin itu." Elang menyela, menyentakkan cekalan Riko dan Iqbal dari lengannya. Sontak seluruh senapan tertuju padanya. Semua anak buah Saka sudah siap menarik pelatuk, meghabisi Elang saat ini juga, kalau Saka nggak menghentikan itu. "Apa yang bisa lo lakukan, hem?" tanya Saka santai, sambil mengisi kembali pistolnya dengan peluru baru. Hal itu berhasil membuat Lintang panik, takut Saka akan berbuat nekat menghabisi Elang. "Ka apa yang mau lo lakuin, lo udah janji, Ka?" Lintang mendekati Saka berusaha membujuknya untuk menyimpan kembali pistol itu. "Gue janji nggak akan lukain lo, bukan yang lain." Saka sudah mengarahkan kembali pistolnya ke arah Elang yang samasekali nggak berusaha untuk menghindar. "Nggak Saka, lo harus berhenti, gue janji nggak akan tinggalin lo!" kali ini Lintang berdiri di hadapan Saka, menghalangi pistol itu untuk menembak Elang. "Minggir Kak, gue udah bilang nggak akan sakiti lo!" "Gue nggak akan minggir sebelum lo turunin pistol itu. Cukup! Lo udah dapat apa yang lo mau!" Saka tersenyum getir, apa dia memang hanya pantas untuk dicampakkan? Lintang menuruti permintaannya bukan karena dia ingin, tapi karena dia nggak mau Elang terluka. Itu artinya Lintang melakukan ini semua bukan untuknya kan? Saka semakin murka. "Lo nggak pernah peduli sama gue, Kak." Lintang menggeleng, "Gue peduli Ka, gue nggak mau lo berubah jadi jahat. Gue mohon, jadi Saka yang dulu gue kenal." "Lo bilang gitu supaya gue lepasin Elang, bukan karena lo peduli." "Gue nggak akan minggir, lo turunin pistol itu atau lo tembak gue!" tantang Lintang nggak peduli lagi apa yang akan terjadi. Sesaat Lintang berpikir, untuk apa dia hidup, kalau sudah nggak punya siapa-siapa lagi. Keluarganya sudah nggak ada, bahkan Ali harus mengorbankan nyawa untuk dirinya. "Oke kalo itu mau lo, Kak." Borderline personality disorder atau gangguan kepribadian ambang sudah lama diderita Saka. Perbedaan perlakuan dari orang tuanya menyebabkan Saka mengalami penyakit jiwa ini. Ketakutan akan rasa diabaikan membuat dia banyak melakukan tindakan berbahaya. Sekuat diri dia menahan untuk nggak menyakiti Lintang nyatanya itu hanya bertahan sesaat. Saka tetap mengacungkan pistol itu tepat di depan Lintang dan siap menarik pelatuknya. Nggak peduli meski tahu Lintang sudah gemetar sejak tadi, mengepalkan tangan memberanikan diri untuk berdiri di hadapannya. Tindakan Lintang itulah yang memancing emosi Saka semakin menjadi. Semakin membuat Saka merasa diabaikan. Saka merasa semakin buruk, nggak ada perubahan apapun dari sikap semua orang terhadap dirinya. Nggak ada satu pun orang yang benar-benar mempedulikannya. Jadi akhirnya Saka memilih untuk mengakhiri ini semua. Menyingkirkan semua orang yang mengabaikannya. "Gue peringatin sekali lagi, minggir atau ...," "Atau lo yang gue matiin?" Ini tentang luka. Siapa pun pasti punya luka yang disimpan sendiri. Nggak ada satu pun orang yang tahu. Saka punya luka dengan kedua orangtuanya yang selalu membandingkan dirinya. Elang punya luka tentang hidup sebagai anak keluarga mafia. Dia harus selalu bertindak tegas melindungi apapun yang dimiliki kalau ingin tetap bertahan hidup. Lintang punya luka dari hidupnya yang selalu ditinggalkan oleh orang-orang terdekat, bukan karena mereka mengabaikan Lintang, tapi karena mereka melindungi Lintang. Dan Ali punya luka dari kejadian tewasnya Bunga, yang membuat hidupnya berantakan, bahkan sampai hampir kehilangan adik dan sahabatnya. Semuanya mencoba tetap bertahan dengan berbagai cara, meskipun itu salah. Hanya yang dapat mengobati lukanya sendiri yang mampun bertahan. Saka menahan tangannya untuk menarik pelatuk itu. Salah satu anak buah Saka sudah berdiri tepat di belakangnya, mengarahkan ujung senapan laras panjang yang ia bawa tepat ke kepala Saka, serentak dengan gerakan arah senapan dari sebagian anak buahnya yang mengarah pada anak buahnya yang lain. Begitu cepat, tanpa terduga, penyusup berhasil masuk. "Gue udah bilang kan gue akan berhenti setelah semuanya selesai. Tapi ini belum selesai Saka, gue harus berkelahi sekali lagi. Jangan lupa, gue senior lo, mantan preman nomor wahid SMA Gajah Mada. Lo bukan tandingan gue, bocah ingusan." *** 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN