“Sabila,” kejut Nabila menepuk kedua bahuku secara serentak. Aku menoleh sekilas lalu membuang wajah. Duduk termenung sambil menopang dagu. “Lo kenapa sih? Melamun, kayak janda aja.” Aku memutar bola mata jenuh. “Emang janda sering melamun?” “Ho’oh, mikirin suaminya yang udah meninggal, mungkin mikirin pacar baru,” kekeh Nabila pelan, sama sekali tak membuatku tertawa. Terasa garing. “Lo sebenarnya kenapa? Hamil, PMS?” tanya Nabila kembali. Dia sangat penasaran. “Enggak, gue tu lagi mikir kotor.” “What?” pekik Nabila terperanjat. Segera dia menarik kursi lalu duduk di depanku. Tangan menopang dagu, menatapku serius. “Cerita sama gue ada apa?” Aku celingukan, memantau orang-orang di sekitarku, ketika sudah aman baru aku majukan sedikit kepalaku. “Gue mimpi esek-esek.” “What, lo—”