“IYAN … AYAN … YUHUI,” teriakku memanggil Zayyan begitu menginjak kaki ke teras rumah. “Ada apa anak-anak kenapa berisik sekali?” Zayyan keluar dari dapur dengan membawakan segelas jus. Segera aku mengambil lalu meneguk sampai habis. “Udah?” “Belum, gue masih marah sama lo.” “Marah kenapa?” tanya Zayyan sangat lembut. “Lo ngapain chat-chat si Yuni. Lo naksir sama dia?” tanyaku dengan nada tinggi sambil berkacak pinggang, menatapnya tajam. Lantas Zayyan malah tersenyum. “Jadi kamu cemburu?” “Iya, eh.” Segera aku membekap mulutku karena keceplosan. “Makasih udah mau cemburu. Makan yuk!” “Gak mau. Lo harus jelasin dulu kenapa lo ngechat Yuni?” tanyaku lagi sambil mengekorinya. “Yuni bilangnya gimana?” Zayyan balik bertanya. Tak menoleh padaku, tangannya malah sibuk menuang nasi ke