PART. 5 TUKANG NGADU

919 Kata
Cinta menguap lebar, matanya masih terpejam, saat Angga, dan Anggi menarik kedua tangannya agar ia segera berwudhu sebelum sholat subuh. "Ayo, Umi, Abi cudah nungguin kita di mucola" kata Anggi. "Kalian duluan saja, nanti Umi menyusul" sahut Cinta. "Memang Umi bica wudu cendili? Kata Abi, Umi belum bica," sahutan Anggi membuat mata Cinta terbuka lebar. 'Dasar tukang ngadu! Tukang hhhh ... errrr ....' Cinta menggeram kesal, karena Darma membuka rahasianya pada si kembar. "Ayo cepetan, Umi, Abi cudah nungguin!" kata Angga. Cinta sudah membuka keran air. Anggi menuntunnya, dari membaca doa sebelum wudhu, sampai doa selesai berwudhu. Meski Cinta merasa gengsi, tapi mau bagaimana lagi. Selesai sholat subuh, kedua bocah itu mengambil meja lipat kecil dari dalam lemari, yang ada di pojok musholla. Meja kecil diletakan di depan abinya, yang masih duduk bersila. Kemudian mereka mengambil dua buah buku. Buku diletakan di atas meja kecil, lalu mereka duduk bersila di belakang meja, tepat di hadapan Abi mereka. "Umi mau ikut ngaji juga nggak?" Tanya Angga. "Ngaji?" "Iya, belajal baca iklo cama kita" sahut Anggi. Cinta menggeleng, matanya menatap Darma, tapi Darma sedikitpun tidak memandang ke arahnya. "Umi masih mengantuk, mau tidur lagi," jawab Cinta. "Abis cubuh lebih baik ngaji, dali pada tidul lagi, Umi," kata Angga. "Iya, Umi, bial dapat pahala dali Allah," sahut Anggi. "Biarkan Umi kalian tidur lagi." Suara Darma terdengar lembut kepada putra putrinya, tapi seperti sebuah cubitan bagi Cinta. Tanpa bersuara lagi, Cinta ke luar dari musholla, ia menuju kamar tidur. Mulutnya berkomat kamit memaki Darma. *** Suara tawa si kembar dari lantai bawah, membangunkan Cinta dari tidurnya. Lebih-lebih aroma nasi goreng, dan telur dadar yang langsung menggoyang cacing di perutnya. Cepat ia bangun, lalu mencuci muka, dan menggosok gigi. Ia segera turun tanpa mengganti piyama tidurnya. Sambil menuruni tangga, Cinta menggulung asal rambutnya. Begitu tiba di ruang makan langkahnya terhenti. Matanya terpaku pada sosok cantik, yang tengah membantu bibik menata meja makan untuk sarapan. "Umiii! Umi cudah bangun, cini kenalan dulu cama Ibu gulu kami" Anggi, dan Angga yang sudah mengenakan seragam, menarik kedua tangan Cinta, untuk mendekati wanita cantik itu. 'Cantik ... cantik sekali. Gamis hijau tua, dan kerudung hijau mudanya, membuat ia tampak seperti ... seperti bidadari mungkin. Matanya lebar, dengan bola mata hitam legam. Alisnya hitam, dan tebal berbentuk tanpa dibentuk. Bulu matanya hitam, dan panjang juga lentik. Bibirnya merah, dan seksi. Kulit wajahnya putih bersih, dan hidungnya mancung khas Timur tengah.' Cinta memuji wanita itu di dalam hatinya. Baru kali ini, Cinta merasa kehilangan kepercayaan diri. Baru kali ini pula, Cinta tanpa disadarinya sudah memuji kecantikan seorang wanita. "Assalakuallaikum, kenalkan saya Azwa guru Angga, dan Anggi." Azwa mengulurkan tangannya, mengajak Cinta bersalaman. Cinta masih terpaku di tempatnya. "Jawab, Umi!" Anggi menggoyangkan lengan Cinta. "Eeh ... waalaikumsalam, saya Cinta enghh saya ...." "Umi kita, istlinya Abi kitaaa!" potong Anggi, sambil menunjuk ke arah Darma, yang sudah rapi dengan kemeja, beserta dasi tergantung di lehernya. "Duduklah kalian, kita sarapan sekarang," suara Darma mencairkan kekakuan di antara Azwa, dan Cinta. Cinta, dan Azwa duduk di kursi yang mengelilingi meja bundar, sementara si kembar duduk di kursi meja kecil mereka. Angga memimpin doa sebelum makan. Tak ada yang bersuara saat makan, hanya denting sendok, dan garpu yang beradu dengan piring yang terdengar. Cinta sesekali melirik ke arah Azwa, dan Darma. Cinta bisa merasakan, kalau Azwa punya perasaan terhadap Darma. Sedang Darma yang disebutnya Si Raja Tukang itu terlihat biasa saja. Acara sarapan selesai, Angga beserta Anggi pergi ke sekolah bersama Azwa. Cinta mengikuti Darma naik ke atas, menuju kamar mereka. "Aku harus bekerja hari ini," kata Darma, sambil membuka laci meja kerjanya. "Tiap hari dia jemput anak-anak seperti tadi?" Cinta tidak bisa menahan keingintahuan nya. Tentang Azwa. "Iya." Darma menjawab tanpa menatap Cinta. "Pulang anak-anak diantar dia juga?" Cinta masih ingin menuntaskan rasa penasaran di dalam hatinya. "Iya." Darma menjawab sembari menganggukkan kepala. "Sarapan di sini setiap hari juga?" Volume suara Cinta sedikit naik. "Iya." Darma masih sibuk membuka beberapa map yang ia ambil dari dalam laci meja kerjanya. "Kamu suka sama dia?" Cinta menatap Darma yang menunduk karena memperhatikan isi map yang terbuka di atas meja. "Iya." Darma kaget dengan jawabannya sendiri, matanya bertemu dengan mata Cinta. Darma menghela nafas pelan. Cinta sudah seperti wartawan saja, menurutnya. "Dia tidak keberatan, kamu menggantikan Radyt menikahiku?" Cinta masih saja mencecar Darma dengan pertanyaan yang berseliweran di benaknya. "Dia tahu semuanya," jawab Darma tegas. "Tahu semuanya?" Mata Cinta yang menatap Darma menyipit. "Ya." Anggukan Kepala Darma menegaskan jawabannya. "Dia tahu, siapa yang dimaksud Mommy, dan Daddy, oleh Angga, dan Anggi juga? Dia tahu siapa Ibu mereka juga? Dia ...." "Cukup Cinta, aku sudah katakan, jangan memasuki kehidupan pribadiku terlalu dalam. Soal Angga, dan Anggi, bila waktunya tiba, kamu akan tahu segalanya tentang mereka. Aku pergi dulu." Darma berbalik, dan melangkah pergi, meninggalkan Cinta yang menggerutukan giginya, karena kesal luar biasa. 'Dasar Raja tukang! Tukang kredit! Tukang gali kubur! Tukang ... awasss kau!' --- Cinta merasa bosan di rumah, ia pamit pada Bibik untuk ke luar sebentar. Cinta ingin pulang ke rumahnya sebentar, untuk mengambil beberapa barang. Cinta membawa mobilnya sendiri saat kembali ke rumah Darma. Tapi sebelum sampai ke rumah Darma, ia mampir sebentar ke super market, untuk membeli beberapa keperluan pribadi. Di parkiran super market, ia melihat Darma, dan Azwa tengah berjalan menuju mobil Darma. 'Jadi Si Raja Tukang itu benar-benar menyukai bidadari itu? Jadi mereka punya hubungan khusus? Tentu saja mereka punya hubungan spesial, kalau tidak buat apa setiap hari, Si Nidadari itu antar jemput Si Kembar. Hhhhh ... dasar lemot!' gerutu Cinta, memaki dirinya sendiri. BERSAMBUNG 50 komen saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN