Cinta sudah mengganti pakaian, dan berbaring telentang, menatap langit-langit kamar hotel.
Saat-saat indah bersama Radyt, berkelebat dalam ingatannya.
Cinta ingin sekali menangis, tapi entah mengapa air mata tidak mau ke luar dari matanya.
"Aku tidak tahu pasti, urusan seperti apa yang tengah kamu hadapi Mas Raddyt, tapi yang aku tahu pasti, aku akan menunggumu untuk kembali. Aku akan sabar, menunggu untuk malam pertama kita, aku mencintaimu, dan akan tetap mencintaimu," gumamnya pelan, sebelum kantuk datang menyergapnya, di dalam kelelahan lahir, dan batinnya.
Cinta tidak tahu berapa lama sudah ia tidur. Saat ia membuka mata, dan bangun dari rebahnya, diedarkan pandangan ke sekeliling kamar yang dapat dijangkau dengan matanya.
Di sudut sana, terlihat Darma sedang sujud dalam sholatnya.
Cinta menoleh ke arah jam yang ada di atas meja dekat ranjang.
02.45.
Cinta menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Sholat apa dia ditengah malam seperti ini?" Tanyanya pada dirinya sendiri.
"Owhh iya, sholat tahajud mungkin," jawabnya bergumam sendirian.
Cinta kembali berbaring, dan segera memejamkan matanya, sebelum Darma melihatnya bangun.
Ia enggan berinteraksi dengan pria itu.
Tanpa melepaskan baju koko, dan sarungnya, Darma merebahkan tubuh lelahnya di atas sofa.
Mulutnya berkomat kamit membaca doa sebelum tidur.
Gerak geriknya, tidak luput dari pengawasan mata Cinta yang mengintip dari balik bulu matanya.
'Sungguh, hanya fisik Radyt, dan Darma yang sama, tapi Sifat mereka sangat jauh berbeda,' batin Cinta.
Dipejamkan mata, dan berusaha untuk tidur. Sungguh ini malam pengantin yang sangat jauh dari bayangannya.
***
Cinta merasa ada yang menepuk lengannya lembut, dan suara yang memanggil namanya tak kalah lembut.
"Cinta, bangun, sholat subuh."
"Enghh ... malas, capek!"
"Bangun sebentar saja, setelah sholat terserah, kalau kamu mau tidur lagi."
"Aaakkhhh, malas!"
"Cinta, sholat itu wajib bagi seorang muslim."
"Aku nggak pernah sholat, aku malas!"
"Cinta, kalau kamu sebelumnya tidak pernah sholat, dari sekarang harus belajar sholat."
"Eeh jangan kebanyakan aturan ya, aku yakin kalau Radyt enggak akan memaksa aku, melakukan apa yang aku tidak mau lakukan!" sergah Cinta sengit setelah bangun, dan duduk di atas ranjang.
"Sayangnya bukan Radytmu yang ada di sini, tapi aku, Darma, kamu sudah sah jadi istriku, dan aku berkewajiban untuk membimbingmu," sahut Darma dengan suara masih tetap lembut, namun bernada tegas.
Cinta menelengkan kepalanya.
Selama ini tidak pernah ada yang bicara seperti itu kepadanya.
Dia Conchinta carolina, putri kesayangan keluarga Mueller, siapa yang berani memaksanya melakukan yang tidak diinginkannya, kecuali satu orang yaitu, kakeknya.
"Kamu itu suami palsu, jadi jangan sok bertingkah mengaturku!"
"Buatmu mungkin begitu, tapi di mata Allah, dan di mata hukum, kamu sah istriku, jadi aku wajib meluruskan arah jalanmu. Cepatlah bangun, dan ambil air wudhu, atau kamu mau aku membopomu ke dalam kamar mandi?" Darma mendekat, dan tangannya sudah terulur untuk menyentuh Cinta.
Cinta beringsut menjauh, dan segera turun dari ranjang, lalu melangkah masuk ke dalam kamar mandi dengan wajah ditekuk.
Darma menarik nafas panjang dan terjengkit kaget saat mendengar suara Cinta memanggilnya.
"Heyy! Kau kembaran Radyt, kenapa bengong di situ, aku bilang aku tidak pernah sholat, itu artinya aku tidak pernah wudhu. Kalau kamu ingin aku sholat, ajari aku cara berwudhu dulu, jangan cuma bengong di situ!" teriak Cinta kesal.
"Aku punya nama, Cinta."
"Aku tahu, Radytia Darmawan. Darma, apa aku harus memanggilmu begitu saja?"
"Panggil saja Abang, kalau kamu suka."
"Okelah ... karena aku tidak akan memanggilmu Mas pastinya, cuma Radyt yang aku panggil Mas. Abang bagus juga, sekarang mulai dari mana berwudhunya?"
Darma menuntun Cinta dalam tahapan berwudhu, sampai selesai membaca doa.
Usai berwudhu.
"Aku tidak punya pakaian untuk sholat, apa namanya? Owhh iya mukena ya, ya itu." Cinta masih mencoba mencari alasan untuk mengelak diajak sholat.
"Pakai saja mukena yang aku berikan saat akad nikah pagi tadi," jawab Darma.
'Hhhhh ... ini orang ada saja jawabanya,' gerutu Cinta di dalam hatinya.
Selesai sholat, dan membaca doa, Darma menyodorkan tangannya kepada Cinta.
"Selama kamu masih sah sebagai istriku, kamu berkewajiban menghormati, menghargai, dan menuruti perintahku, Cinta."
"Apa? Iih ogah!" Cinta menepiskan tangan Darma yang terulur, berharap Cinta belajar untuk mencium telapak tangannya, usai sholat.
"Aku pastikan kamu akan menuruti semua keinginanku, selama kamu masih sah sebagai istriku. Tapi aku akan tetap memegang janjiku, untuk mengembalikanmu pada Guna, bila saatnya tiba."
Mendengar ucapan Darma yang penuh keyakinan, membuat Cinta melengoskan wajah.
Dilepas mukenanya, dan diletakan begitu saja.
"Bereskan bekas sholatmu, Cinta!"
"Kamu saja yang bereskan sendiri, kamu yang memaksa aku untuk ikut sholat!" sahut Cinta ketus.
"Bereskan bekas sholatmu, Cinta!" sekali lagi, Darma meminta Cinta membereskan bekas sholatnya, kali ini dengan suara tegas, dan penuh tekanan.
"Kamu harus tahu, tidak ada seorangpun di rumahku, yang berani memerintahku, jadi kamu jangan ...."
"Ini bukan rumahmu, dan sekali lagi aku ingatkan, kalau aku adalah suamimu, kamu harus ...."
"Aku tidak suka diperintah, aku lebih baik pulang ke rumah orang tuaku, aku tidak mau ikut denganmu!" pekik Cinta sengit.
"Kau bisa pulang ke rumahmu sesukamu, tapi saat Kakekmu tahu, kalau kamu pulang karena lari dariku, maka ia akan terluka, dan mungkin saja sakit jantungnya akan ...."
"Stop! Iya, aku bereskan, kamu lelaki pengecut, karena menjadikan kelemahanku sebagai senjata untuk menekanku!" Cinta membereskan bekas sholatnya, dengan perasaan kesal luar biasa.
Cinta menggulung sajadah, dan mukenanya asal saja, membuat Darma kesal dibuatnya.
"Duduklah, aku akan mengajarimu melipat mukena, karena kamu harus melakukannya lima kali dalam sehari." Darma merebut gulungan sajadah, dan mukena itu dari tangan Cinta. Cinta duduk di tepi tempat tidur dengan menghempaskan pantatnya kasar, karena rasa kesal di hatinya terhadap Darma.
Darma duduk di sebelahnya, dan mulai mengajarinya cara melipat mukena. Setelah selesai dilipat, mukena kembali dibuka, dan Darma menyerahkannya ke tangan Cinta.
"Coba lipat!"
"Apa?"
"Hhhhh ... apa yang bisa kamu lakukan Cinta, selain shoping, dan nongkrong di cafe? Hanya melipat mukena seperti ini saja, kamu tidak bisa!" Darma mencemoohnya.
"Jangan mulai mengaturku ya!"
"Kalau tidak ada yang mengaturmu, selamanya kamu tidak akan bisa apa-apa, selain menghabiskan uang orang tuamu."
"Tapi aku tidak mau kamu yang mengaturku!"
"Jadi ... apa Guna yang kamu harapkan mengaturmu? Sayang dia tidak di sini sekarang, dan hanya ada aku, suamimu yang harus kamu patuhi."
"Aku ...."
"Lipat mukenanya!" perintah Darma dengan tegas.
"Tidak mau!"
"Harus mau!"
"Tidak bisa!"
"Pasti bisa!"
Suara panggilan terdengar di pintu,
Darma beranjak untuk membuka pintu. Kedua orang tuanya, kedua orang tua Cinta, dan kedua Kakek mereka berdiri di depan pintu kamar mereka.
"Cinta sudah bangun, Bang?" Tanya Mamah Darma..
"Sudah Mah, ayo silakan masuk." Damar melebarkan pintu.
"Tidak mengganggukan?" tanya Mamah Cinta.
"Tidak, kami baru selesai sholat subuh," jawab Darma.
"Sholat subuh!?" seru orang tua, dan Kakek Cinta, yang bergerak memasuki kamar.
"Dia memang tidak pernah ketinggalan sholatnya," kata Mamah Darma, menepuk pundak putranya.
"Owhhh ...." keluarga Cinta mengangguk.
"Cinta lagi ngapain?" Tanya Mamahnya, saat melihat Cinta yang tengah berusaha melipat mukena dengan rapi.
"Mamaaahhh!" Cinta memeluk Mamahnya erat, andai tidak ada Kakeknya di situ, ia pasti sudah mengadukan perlakuan Darma terhadapnya.
"Mamaaah boleh tidak, aku ikut pulang ke rumah."
"Tidak Sayang, kamu harus pulang bersama Radyt suamimu."
"Darma Mamah!"
"Darma!"
"Eeh maksudnya, nama lengkapnya Radytia Darmawan," jawab Cinta cepat.
"Ooh ... sekarang kita sarapan dulu, setelah sarapan, kami mau pulang. Kalian bisa tetap di sini, sebelum pulang ke rumah kalian sendiri."
"Buat apa lama-lama di sini Mah?" Sahut Cinta.
'Berlama-lama berada dalam satu kamar, dengan pria menyebalkan, dan tukang perintah itu. Hhhhh ... big no!'
"Siapa tahu kalian masih ingin bulan madu dulu di hotel ini" jawab Bu Karisma, Mamahnya.
"Bulan madu kok di kamar hotel, bulan madu itu keliling dunia gitu kan asik Mah!"
"Maaf ya Cinta, Darma belum bisa membawa kamu bulan madu keliling dunia, karena pekerjaannya masih harus jadi ptioritas utama dulu. Nanti kalau sudah bisa ditinggal, kalian bisa bulan madu keliling dunia," kata Bu Rachel, Ibu Darma.
'Idiihh ... siapa juga yang mau bulan madu sama dia. Aku akan berbulan madu dengan Mas Radyt nanti.' senyum penuh harapan tersungging dibibir Cinta.
BERSAMBUNG