PART. 3 ABI DAN UMI

1287 Kata
Mobil yang disupiri sendiri oleh Darma berhenti disebuah rumah minimalis yang sangat sederhana menurut pandangan Cinta. Rumah ini berada disebuah komplek perumahan yang cukup asri dan letaknya agak dipinggiran kota. Tidak ada pagar tembok tinggi dengan teralis besi seperti dirumah mewah orang tuanya. Tidak ada pilar-pilar besar yang menyangga atap teras seperti ditempat tinggalnya. "Turunlah Cinta..ini rumah kami dan akan jadi tempat tinggalmu juga sampai Radyt datang untuk menjemputmu, dirumah kami tidak ada pelayan seperti dirumahmu ataupun dirumah orang tuaku, kamu harus belajar melayani dirimu sendiri," kata Darma dengan suara lembut. "Rumah kami? Maksud dari kami itu apa?" "Abiiiiiiii!" belum sempat Cinta menyelesaikan kalimatnya dua orang bocah dengan tampilan 100% bule, laki-laki, dan perempuan usia sekitar empat tahun berlari menyongsong Darma, mereka berebut mencium punggung dan telapak tangan Darma. "Assalamuallaikum" sapa Darma sambil mencium pipi mereka berdua. "Walaikumcalam" sahut keduanya serempak. Mata polos mereka menatap menyelidik kearah Cinta. "Abi, ini ya Umi kami yang Abi celitakan cebelum Abi pelgi kemalen?" Tanya bocah yang perempuan membuat Cinta membulatkan matanya. 'Umi ... aku dipanggil Umi, dan dia dipanggil Abi. Jadi ... jadi dia sudah punya dua anak? Ya ampuuun ... apa kata dunia, kalau tahu seorang Conchinta Carolina Mueller, yang cantiknya bak ratu sejagad, punya suami duda, dan anak tiri dua, oh my God! Apa salah dan dosaku sampai ini harus terjadi dalam hidupku!? Aku tidak suka anak-anak. Mereka selalu bikin ribut. Selalu bikin kotor. Tapi sekarang aku dapat dua anak tiri ... oh noooo!: "Assalamuallaikum, Umi, nama Dedek Anggi, nama Kakak Angga, umul kita empat tahun, kita kembal, kita anak Abi Dalma, nama Umi ciapa?" Bocah perempuan yang mengaku bernama Anggi mengulurkan tangannya. Ragu Cinta menyambut uluran tangan Anggi. "Cinta" jawab Cinta. "Cinta!? Makcud na nama Umi, Cinta?" Tanyanya dengan mimik bingung. "Iya" angguk Cinta seraya menarik tangannya, setelah kedua bocah itu mencium bolak balik punggung, dan telapak tangannya. "Umi tinggal di cini cama kita'kan?" Tanya Angga. "Iya" Cinta menjawab singkat sambil mengangguk. "Aciiikkkk! Hole! Kita puna Umi, kita puna Umi! Bibiiiikkkk, kita puna Umi!" keduanya berlarian masuk ke dalam rumah. "Ayo masuk" ajak Darma menggamit lengan Cinta. "Kamu duda, kenapa tidak bilang?" Ketus terdengar suara Cinta bertanya pada Darma. "Kamu tidak bertanya" jawab Darma enteng. "Kamu ... errrrr ...." Cinta mengepalkan kedua tangannya, tepat di depan wajah Darma untuk melampiaskan kekesalan hatinya. Darma membuka salah satu pintu kamar, saat mereka tiba di lantai atas. "Kami cuma punya dua kamar tidur di rumah ini, kamar ini, dan kamar di sebelah yang merupakan kamar tidur anak kembarku. Satu kamar di seberang adalah musholla, dan kamar satunya ruang bermain anak-anak" Darma menjelaskan. "Jadi kita akan tidur berdua di ranjang kecil ini!?" Tunjuk Cinta ke arah tempat tidur yang jauh lebih kecil, dari tempat tidurnya sendiri di rumah orang tuanya. Bahkan kamar inipun luasnya mungkin hanya seperenam dari luas kamarnya. "Meski kita tidur satu ranjang, tapi kamu bisa mempercayaiku Cinta, aku bukan pria yang mudah tergoda pada fisik indah wanita. Bagiku, keindahan dari dalam hati yang terpancar dari sikap, dan tutur kata lebih menarik, dari sekedar tubuh seksi, dan wajah yang cantik," jawab Darma dengan suara sangat meyakinkan. Dan jawaban Darma itu seperti menampar perasaan Cinta. Apa yang ada pada dirinya, selalu menjadi kebanggaannya, orang-orang yang bertemu dengannya, tidak pernah bisa mengabaikan kecantikan, dan tubuh seksinya. Tapi pria didepanya. 'Hhhh ... dasar pria aneh. Radyt saja tidak pernah alpa memujiku, tapi si Darma kembarannya. Hiiihhhh, sok alim, sok suci, awaasss kamu Darma! Kita lihat, sekuat apa kamu sanggup mengabaikan pesonaku. Kita lihat saja, kamu pasti akan tergoda oleh daya tarik dari diriku,' batin Cinta kesal bukan kepalang. "Masukan pakaianmu ke dalam lemari ini Cinta, tata yang rapi jangan sembarangan, setelah selesai kita makan siang di bawah" Darma membuka dua bagian dari empat pintu lemari yang ada. Lalu Darma melangkah masuk ke dalam kamar mandi. Seumur hidupnya, Cinta tidak pernah menata pakaiannya sendiri ke dalam lemari. Cinta asal saja memasukan pakaiannya ke dalam lemari, membuat Darma yang baru ke luar dari kamar mandi menjadi kesal melihatnya. "Cinta, masukan gaun dengan sesama gaun, atasan dengan atasan, celana dengan celana jangan dicampur seperti ini" gerutunya sambil menurunkan lagi pakaian Cinta, dari dalam lemari. "Kamu kan tahu aku tidak biasa melakukan hal-hal kecil seperti ini, di rumahku ada belasan pelayan yang selalu si ...." "Ini bukan rumahmu, Cinta, dan aku sudah katakan, tidak ada yang akan melayanimu di sini, kamu harus belajar untuk melayani dirimu sendiri," potong Darma cepat, dan suara tegas. Darma memasukan pakaian Cinta ke dalam lemari, sampai isi koper Cinta tinggal pakaian dalamnya yang tersisa. "Masukan sendiri pakaian dalammu, setelah itu cuci tanganmu, baru susul aku ke bawah, mengertikan ucapanku?" "Iyaaaa!" jawab Cinta ketus. Di ruang makan, ada dua meja makan. Satu meja agak besar dengan bentuk bulat dengan empat kursi, dan satu lagi meja yang lebih kecil berbentuk segi empat dengan dua kursi yang berhadapan. Darma duduk di kursi meja yang besar, sementara kedua anaknya duduk menghadapi meja kecil. Ada ayam goreng dengan sayur bening, serta sambal terasi di atas meja. Menu yang membuat perut Cinta bernyanyi minta diisi. Cinta yang sudah merasa sangat lapar, ingin cepat menyuap makanannya, yang sudah ia taruh ke atas piringnya. "Beldoa dulu Umi" tegur Anggi, membuat tangan Cinta yang memegang sendok berisi makanan terhenti di udara. "Ooh maaf lupa" sahutnya asal saja. Angga yang memimpin doa mereka sebelum makan. Anak-anak Darma, meski masih kecil sudah bisa makan sendiri, tanpa belepotan, dan berhamburan. Mereka makan dalam keheningan. Cinta melihat Darma makan tanpa memakai sendok, ia menyuap makanan dari tangannya langsung. "Enggak pakai sendok?" Tanya Cinta. "Tidak, makan dengan sendok pemberian Allah lebih nikmat rasanya" Darma memperlihatkan tangannya yang dipakai untuk menyuap makanannya. Darma mencuci tangannya setelah habis isi piringnya, sedang Cinta tanpa malu menambahkan nasi, dan lauk lagi ke dalam piringnya sendiri. "Tidak nambah?" Tanya Cinta. "Makanlah saat lapar, dan berhentilah sebelum kenyang, jangan berlebihan, nanti perutmu sakit, setelah makan kita sholat dzuhur, aku tunggu di musholla. Kakak, Dedek, sudah selesai makannya Sayang?" "cudah Abi," jawab si kembar. "Ayo kita naik, gosok gigi, baru ambil air wudhu." "Umi ...." "Umi kalian belum kenyang, nanti Umi menyusul ke atas, cepatlah Cinta kami menunggumu untuk sholat dzuhur." "Iya" sahut Cinta. Darma, dan kedua anak kembarnya segera menaiki tangga, menuju musholla di lantai atas. Tidak berapa lama, Cinta menyusul mereka. Cinta menengok ke arah musholla, dilihatnya di dalam sana Darma, dan kedua anaknya sudah siap duduk di atas sajadah mereka. "Enghh ... ssshhh ... masa harus panggil Abang sih" gumam Cinta di depan pintu musholla. "Ehmmm Bang, Abang" panggilnya pelan. Darma menolehkan kepala, juga kedua anaknya. "Ada apa?" "Sini sebentar!" Cinta melambaikan tangannya. Darma berdiri dari duduknya. "Ada apa?" "Aku lupa cara wudhu, bantuin." "Hhhh sama Anggi saja ya." "Eeh jangan, malu tahu, masa minta ajarin anak kecil sih?" "Ya sudah, masuk ke kamar mandi." "Jangan kamar mandi di sini, di kamar tidur saja" tolak Cinta. Darma mengernyitkan keningnya. "Kenapa?" "Malu sama mereka" tunjuk Cinta dengan bibirnya ke arah si kembar. "Hhhh ... ayolah cepat" Darma melangkah ke luar dari musholla. "Abi mau ke mana?" Tanya Angga. "Mau bantuin hmmmppp ...." cepat Cinta membekap mulut Darma, sebelum Darma mengatakan kalau ia ingin mengajarinya berwudhu. Darma berusaha melepaskan bekapan tangan Cinta. Si kembar tertawa melihat tingkah Abi, dan Umi mereka. Cinta melepaskan bekapannya di mulut Darma. "Apa-apaan kamu ini? Sssshh ... bibirku sampai sakit" Darma menyentuh bibirnya yang tergores, kena kuku-kuku yang panjang milik Cinta. "Ya Allah ... kukumu harus digunting Cinta." Cinta meraih wajah Darma dengan tangannya, dibersihkannya luka di bibir Darma dengan jarinya. "Lepaskan tanganmu, aku bisa melakukannya sendiri" Darma melangkah menjauhi Cinta, dengan masuk ke dalam kamar tidur mereka, diikuti Cinta di belakangnya. Si kembar saling pandang, tidak memahami apa yang terjadi di antara Abi, dan Umi mereka. Mereka kembali masuk ke dalam musholla, dan duduk diam di atas sajadah mereka. BERSAMBUNG
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN