Devan langsung masuk ke ruangannya begitu sampai di kantor. Seperti biasa Devan mengabaikan sapaan hangat karyawannya dengan sikap datar dan dinginnya ditambah dengan dirinya yang sanga emosi saat ini.
Devan melempar semua benda yang ada dimeja ke lantai hingga berhamburan dan pecah. Benda-bemda yang mudah pecah berserakan dilantai dengan naas setelah dilempar dan dibanting Devan asal kesembarang arah.
“Arghhhh!” teriak Devan menampakan diri yang tengah kacau
Devan duduk di kursi kebesarannya seraya menjambak rambut kepalanya. Pakaian yang berantakan, dasi yang sudah tidak pada tempatnya, rambut yang berantakan serta wajah yang jauh dari kata segar kini ada dalam diri Devan.
Atthala masuk ke dalam ruangan Dean denga gaya santai dan sudah tidak terkejut dengan kelakuan sahabatnya itu jika sedang banyak fikirian. Ah. Salah. Lebih tepatnya saat ini bukan banyak pikiran tapi frustasi ditinggal mantan istrinya yang akan menikah lagi.
Atthala terkikik dengan pikirannya sendiri. Bisa-bisanya Atthala bermain dengan pikirannya sendiri meledek Devan yang sedang kacau. Atthala mendekat kearah Devan dengan langkah pelan menghindari pecahan kaca agar tidak mengenai sepatu dan kakinya. Jelas donk. Sepatunya mahal. Sayang kalau kena pecahan kaca. Apalagi kakinya. Sangat mahal secara sebentar lagi Atthaka akan menikah. Kalau kakinya kena pecahan kaca nanti tidak mulus lagi saat menikah. Eh. Lebih tepatnya saat malam pertama. Ngomong-ngomong menikah, Atthala jadi ingat Nara calon istrinya sekaligus sahabat Nayra. Apa Nara tahu lusa Nayra akan menikah? Ah. Sudahlah. Lebih baik Atthala tanyakan saja nanti saat pulang kerja. Yang penting saat ini adalah menenangkan singa jantan di depannya yang sedang frustasi. Hehe..
“Sudah pecahin barangnya?” tanya Atthala sedikit menaikan nada bicara
Devan mendongakan kepala menatap Atthala yang saat ini berada di hadapannya.
“Apa peduli lo? Bukannya lo senang gue kaya gini?! Lo puas kan lihat gue kaya gini!” Bentak Devan
“Iya. Gue puas! Gue puas banget lihat lho kaya gini. Puas,” Atthala menantang Devan
Devan menatap Atthala dengan sorot mata tajam. Sementara Atthala sangat santai menghadapi Devan.
“Lo tahu kenapa gue puas lihat lo kaya gini? Ha?”
“Apa?”
“Gue tahu lo seseorang yang berpengaruh dan hebat. Gue tahu lo mau apa tinggal sebut dan nyuruh. Gue juga tahu lo gamoang buat hancurin orang. Tapi satu hal yang lo sama sekali nggak tahu,” Atthala sengaja menjeda ucapannya agar Devan dapat mencerna setiap ucapannya
“Lho mau tahu apa yang lo nggak tahu,hah?”
“Apa? Cepat katakan!”
“Nah.. Ini salah satunya. Kesabaran yang lo nggak punya. Lo terlalu arogan dan bodoh. Tapi bukan itu yang gue maksud sekarang. Satu hal yang gue maksud adalah lo sama sekali nggak punya HATI!” Atthala sengaja menekankan kata hato agar Devan berpikir
“Iya Dev. Lo nggak punya hati. Lo nggak punya hati makanya lo nggak bisa bedain dan nggak bisa lihat mana yang baik dan buruk,mana yang tulus dan tidak. Lo nggak punya hati makanya lo nggak pernah nerima nasehat dari siapa pun termasuk orang tua dan sahabat lo! Gue nggak mau banyak omong Dev. Gue yakin omongan gue belum tentu lo dengar dan cerna. Gue cuma berharap moga lo bisa introspeksi diri dan perbaiki sikap lo setelah ini. Oh ya.. Ikhlasin Nayra. Biarkan Nayra bahagia dengan hidup barunya nanti,” Tukas Atthala lalu meninggalkan Devan sendiri di ruangannya.
Atthala tahu saat ini Devan butuh waktu sendiri untuk menenangkan diri. Seberat apa pun masalah yang sedang dihadapi Devan, ada satu hal yang Atthala dan Dika banggakan dan patut diacungi jempol dari Devan sejak dulu. Devan tidak pernah mau menginjakan kaki di klub malam dan tidak menyentuh alkohol. Paling Devan hanya akan melempar dan membanting barang-barang yang ada didekatnya sebagai pelampiasan emosi dan menenangkan diri ala Devan sang CEO muda sekaligus sahabatnya.
***
Nara menghampiri kubikel Nayra untuk menanyakan tentang pernikahannya lusa. Atthala bertemu dengan Nara saat jam istirahat makan siang memberitahukan tentang pernikahan Nayra dan Dean. Ya. Ternyata Dean merupakan tetangga Atthala ketika dulu di Bandung, namun Atthala pindah ke Jakarta saat SMP. Mereka memang masih saling komunikasi, namun tetap terlalu dalam dan hanya sewajarnya saja.
“Nay.. Lo benar mau nikah? Kok gue belum dapat undangannya sih,” Tanya Nara
“Ngapain gue undang lo,” Balas Nayra tanpa mengalihkan pandangannya dari komputer
“Maksud lo? Lo sengaja nggak ngundang gue? Lo beneran gitu Nay? Lo masih marah gara-gara dulu?”
“Loh loh. Bentar bentar. Kenapa lo jadi baper gini?”
“Habis lo tega nggak ngundang gue dipernikahan lo,”
“Udah nggak usah baper. Makanya kalau ada orang mau ngomong dengerin dulu. Jangan langsung ambil kesimpulan,” Nayra menoyor kepala Alma
“Aduh.. Sakit tahu. Terus maksud lo apaan sih?”
“Ngapain gue ngundang li. Dean pasti udah ngundang Atthala kan. Lo datang aja sama calon suami lo. Biar gue ngirit undangan. Haha,” Nayra tertawa terbahak meledek Alma
“Dasar lo sahabat nggak ada akhlak,” Alma memukul ringan lengan Nayra
“Tadinya gue mau pakai bridesmaid tapi setelah dipikir ngapain juga pakai gituan segala. Akhirnya Dean ngijinin nggak usah pake bridesmaid,”
“Gue senang Nay lo nikah lagi. Gue harap lo selalu bahagia,”
“Aamiin… Makasih Al. Gue juga berharap lo selalu bahagia. Nih,” Memberikan undangan pernikahannya ke Alma
Alma membuka dan membaca undangan pernikahan Nayra.
“Kok lo masih kerja? Harusnya lo udah cuti Nay. Lo kan lusa nikah,”
“Pikiran lo persis sama kaya pikiran Dean. Gue yang minta cutinya besok aja. Habis kerjaan gue masih banyak dan gue bingung nggak ngapa-ngapain di rumah,”
“Dasar lo ya,”
“Udah ah kerja lagi. Kalau ngobrol terus kerjaan gue nggak beres-beres. Bisa-bisa gue besok nggak jadi cuti,” Kelakar Nayra
Nayra dan Alma kembali meneruskan pekerjaannya berhubung waktu semakin beranjak sore.
***
Malam hari di rumah keluarga Devan terjadi keributan antara Devan dan mamanya setelah orang tua Devan memperoleh undangan pernikahan Nayra dan Dean.
“Dev.. Ini serius?” tanya mama Devan
“Iya ma,” Balas Devan dengan malas
“Huft,” mama Devan menghela nafas panjang sebelum melanjutkan perkataanya
“Nayra wanita baik Dev. Kalau mama boleh jujur mama maunya yang jadi menantu mama nanti tetap Nayra. Nggak mau yang lain Dev. Tapi mama nggak mau egois. Mama senang lihat Nayra bahagia. Jadikan ini sebagai pembelajaran buat kamu Dev,” Mama Devan menepuk bahu Devan pelan memberi semangat keanaknya sebelum pergi meninggalkan Devan
Devan hanya menganggukan kepala membalas ucapan mamanya. Orang tua Devan meninggalkan Devan yang masih berada di ruang keluarga. Terlalu lelah. Ya. Orang tua Devan merasa lelah dengan sikap anaknya selama ini. Egois dan keras kepala. Tapi bagaimanapun Devan tetaplah anak kesayangan mereka selamanya. Doa dan harapan baik selalu dipanjatkan orang tua Devan untuk Devan.