"HANA!"
Teriakkan menggelegar Nina terdengar di depan kamar. Hana, makhluk kebo yang kalau tidur sudah seperti orang mati itu, sama sekali tak terganggu dengan teriakkan Nina yang sudah terdengar untuk ketiga kalinya. Bukannya bangun, Hana justru semakin mengeratkan pelukannya pada bantal guling tercinta yang sudah bau apek.
"Ma, berisik! Percuma teriak-teriak gitu, itu bocah tetap gak akan bangun. Bukannya bangun yang ada malah tetangga pada demo ke sini karena suara cempreng Mama."
Nina menghela napas panjang. Ucapan anak sulungnya ada benarnya juga, tetapi mengapa ujung-ujungnya ia dinistakan? Kurang ajar memang, punya anak dua dan dua-duanya tidak ada yang benar.
"Ya terus gimana? Adek kamu bisa telat kalau gak bangun-bangun," keluh Nina kesal.
"Serahkan urusan ini ke Yovie, anak Mama yang paling ganteng." Pemuda bertubuh bongsor itu tersenyum setan. "Mama bikin sarapan yang enak aja, ya. Jatah sarapan punyaku double buat hari ini."
Nina seketika rolling eyes. Sudah bisa menebak dari awal bahwa Yovie tidak mungkin akan membantunya jika tidak ada maunya. Punya anak dua saja rasanya stress. Yang satu mageran, kebo, yang satunya lagi hobi makan, hobi bikin masalah. Ini belum ditambah Bayu, anak kakaknya yang sudah ia anggap anak sendiri. Jika anak itu sudah datang ke rumah maka, Nina bisa ratusan kali menghela napas keras. Berasa punya anak 101 ekor.
***
Hana berlarian kecil di atas rerumputan sintetis yang membentang luas sambil meniup balon gelembung yang begitu cantik beterbangan mengikutinya. Senyum Hana mengembang cerah, terutama ketika ia menatap lelaki tinggi yang mengikutinya berlari di belakang.
"Kamu gak capek?" teriak pemuda berkaus hitam tersebut.
"Nggak. Ayok kejar lagi!" Hana cekikikan. Melambai-lambaikan tangan dengan riang. "Kalau berhasil nangkap aku, kita jadian!"
"Kalau enggak?"
"Tetep jadian!" balas Hana tertawa. Pemuda di belakangnya ikut tertawa, meski hanya tawa kecil yang terdengar lucu.
"Kalau gitu siap-siap, ya. Aku bakal nangkap kamu!"
"Coba aja. Aku juara lari marathon di SMP!" teriak Hana, mulai berlari menghindari kejaran lelaki itu.
Alunan musik yang merdu kemudian terdengar, mengiringi langkah demi langkah kecil kedua insan muda tersebut. Aurora perlahan hadir, menambah keindahan pemandangan di taman terbuka itu. Kupu-kupu yang entah dari mana munculnya, seakan ikut berkejaran sambil sesekali menari mengikuti simponi merdu.
Hingga, musik yang mengalun tiba-tiba berubah menjadi suara... ambulans?
Bugh! Hana tiba-tiba ambruk, merasai seluruh tubuhnya yang sakit seperti seseorang memukulnya bertubi-tubi. Beberapa saat, Hana berteriak-teriak sakit. Yang membuatnya semakin menjerit kalut adalah, sosok pemuda tampan yang tadi bersamanya tiba-tiba memudar seolah ia adalah fatamorgana yang tercipta di padang savana.
"Hei, kenapa? Jangan... jangan pergi!"
Hana berusaha menggapai pemuda itu tetapi, suara ambulans semakin memekakkan telinganya. Hana tidak sanggup sehingga yang dilakukannya hanyalah menutup telinga kuat-kuat. Sampai pada saat ia sadar ada teriakkan yang memanggilnya...
"BANGKE! BANGUN WOY! HANA! GUNUNG MELETUS!"
"BAZENG, KAK YOVIE!" teriak Hana, sontak terbangun keras dari posisi berbaringnya sambil memegang bantal sebagai pertahanan. Yap, alasan mengapa tubuhnya sakit adalah karena sedari tadi dia dipukuli dengan bantal oleh Yovie. Jangan lupakan suara ambulans yang nyaring juga, itu karena kakaknya itu!
Sialan. Yovie mengganggu mimpi indahnya saja.
"Lo gila apa, yak!" pekik Hana berang. Tentu saja, siapa yang tidak kesal acara tidurnya diganggu? "Kenapa lo bisa masuk ke kamar gue, HA?"
"Lewat sana!" Yovie mengedikkan dagu ke arah jendela. Hana sendiri cengo. Jadi Yovie lewat jendela kamarnya yang artinya dia naik dinding rumah? Yovie titisan Spiderman atau titisan Robin hood? "Lagian kebo banget, heran." Yovie geleng-geleng kepala.
"Memang berbakat jadi tukang maling lo, ya!" desis Hana sebal. Sejujurnya, Hana sudah ingin melempar wajah mengesalkan Yovie dengan benda apa pun. Hanya saja ia masih menahan diri. "Pergi sana lo, Tower Namsan!" Ia melempar Yovie dengan bantal.
Perlu diketahui bahwa Tower Namsan adalah panggilan kesayangan Hana pada Yovie. Alasannya, ya karena tinggi Yovie yang amat tidak manusiawi jika dibandingkan dengan tinggi Hana yang hanya 155cm. Hana juga tidak mengerti kenapa tinggi mereka bisa tumpang tindih begitu. Hana termasuk pendek dibandingkan remaja perempuan seusianya. Sedangkan Yovie terbilang sangat tinggi dibanding teman-teman sebayanya. Terkadang karena hal itu, Hana meragukan bahwa mereka adalah saudara kandung. Sempat berpikir untuk melakukan tes DNA, tetapi tidak jadi karena harganya mahal. XD
"Harusnya makasi ke gue, Bantet! Lo gak akan bangun kalau nggak gue bangunin!"
"Berisik. Pergi pergi lo sana!" Hana melempar Yovie lagi dengan segala benda yang berserakan di kasurnya. Sudah emosi jiwa dan raga dia.
"Iya iya, bocah! Mandi cepet lu! Kalau lama gue tinggal, ya!"
Bugh! Untuk terakhir kalinya Hana melempar Yovie dengan bantal, tetapi hanya mengenai pintu.
***