'Ehm..," Manda tidak mau mengendus, tapi akhirnya itulah yang ia lakukan. Bahkan karena matanya tertutup bikin Manda malah makin dekat dengan ketiak Rian.
"Hhah!" Rian terlongo. Lebih tepatnya gak percaya. Apa cewek di depannya punya kelainan yang bikin dia suka menghirup ketiak orang lain. Rian sedikit menjauh. Cek tubuhnya.
'Ahk, untung gue udah wangi. Gak jadi malu,'kan.'
Merasakan 'bau Rian' sedikit kabur bikin Manda membuka matanya. Saat kelopak matanya terbuka ia melihat Rian yang menatapnya tanpa berkedip seakan mau memakannya hidup-hidup.
"Yah terus salah gue, lo'kan gak bilang cariin celana juga!"
"Yah tapi lo peka dong. Lo,'kan lihat dari tadi gue itu cuma pakai handuk. Dan gue bilang, gue kehilangan baju sama celana!"
Manda jadi ingat lagi sama abu dan sisa-sisa baju Rian yang tadi ia lihat. Ia jadi semakin kasihan sama Rian.
Mulutnya mau bertanya ke Rian 'Sebenarnya apa sih masalah kamu sama Robby sampai dia bakar baju kamu?!' Tapi Manda urungkan. Gak, gak.., Itu gak baik, sama saja ia sedang mengadu domba kedua muridnya.
Apalagi Rian terlihat sangat marah
Manda menempelkan telapak tangannya di d**a kiri Rian. Niatnya mau cek detak jantung Rian. Kalau berderu artinya cowok itu memang lagi marah banget
"Ehm!" dehemnya berusaha menealah irama jantung Rian.
Memang agak cepat sih. Beda sama jantung dia. pikir Manda sambil meletakkan tangan satunya lagi ke dadanya.
"Lo ngapain sih, apa-apaan deh!" Meski kalimat protes yang keluar tapi Rian gak mau mundur seinci-pun.
"Hush.., lo lagi emosi tuh. Jantung lo iramanya jadi gak senada. Hati-hati lo nanti jantungan," sahut Manda sok tahu
"Gue jantungan gara-gara lo," kata Rian. Tiga kali badannya dicemek-cemek Manda. Mantep gak. Eehh, maksudnya sebel gak!
"Hem, jadi gue harus pinjemin lo celana lagi nih?!" selidik Manda sambil mengetuk pelipisnya dengan ujung jari terlihat sangat berfikir.
"Yah, mau celana kek, apa kek yang penting bisa nutupin paha gue sama itu gue"
"Yakin lo. Apa aja,ya?!" ulang Manda.
Gak salah dong kalau nanti Manda ketemunya rok dan Rian mesti pakai.
Lagi kalau suruh orang tuh jangan ngerepotin dengan komplain terus bisa gak? Mencapek tau!
"Ya udah lo minggir!" usir Manda
"Kemana?!" Rian jadi gak sadar daritadi rapet banget ke arah Manda.
"Lo minggir dari gue, daritadi gue gak bisa jalan!"
"Oh!" Rian setengah miring sambil menggaruk tengkuknya salah tingkah.
"Nah, baru mau jalan tapi, Aahkk!" Manda menjerit. Sigap Rian menghadap Manda lagi lirik Manda dengan mata melotot.
"Lo kenapa?!"
"Ada kecoa!" cicit Manda sembari begidik kengerian.
"Mana?!"
"Itu!" Manda nunjuk. Bersamaan sama kecoa yang jalan dikit kearah Manda.
"Aahk!" Manda meluk pinggul Rian. Wajahnya ia tenggelamkan di bahu Rian, harum, dingin terutama sangat nyaman.
"Eeegghh.., hussh, hussh!" gerakkan Rian jadi kaku. Cowok itu mengalami syndrom nervous dekatos cewektos.
Kecoa itu pelan tapi pasti semakin dekat. Gak tau kenapa tuh kecoa jalannya kayak habis disunat. Tapi malah bikin horor di mata Manda.
"Ehm, takut!" desis Manda di pundak Rian. Tangannya mengepal sesekali memukul kecil punggung telanjang Rian. Mungkin punggung Rian jadi bergalang kebiruan habis ini.
'Astaga, sebab kecoa gue dapet kekerasan' batinnya bilang gitu. Tapi tangannya berjalan ke pinggul Manda
"Iiih, gue benci kecoa!" Manda semakin rapat. Seolah memutus cela. Rian juga semakin meremas pinggul Manda.
Ia ikut merasakan deru jantung milik Manda. Tapi suara jantungnya dia lebih parah. Rian takut ketahuan, ada sesuatu dalam dirinya yang menjulang tinggi. Tapi jelas saja bukan tower Monas. Meski agak sama yaitu sama-sama memiliki ujung.
Pelipisnya berkeringat, panas dingin!
"Lo takut juga?!" tanya Manda lirik ke Rian.
"Itu.., itu. Gimana kalau kecoanya hasil genetik atau robot yang di kendalikan?!"
'Aduh. Lo ngomong apa sih, Ian. Ngaco banget sih! Tapi gue harus terlihat cool, cool Ian. Tahan gak boleh keliatan banget gugupnya,' suara hati Rian bersenandika.
"Robot?!" kutip Manda. Ia pernah dengar kalau tentang robot. Manda jadi penasaran sekali. Ia menguraikan pelukkannya. Rian jadi ngerasa "kehilangan" ia menatap pinggulnya yang tadi ada tangan Manda.
"Kayaknya ini kecoa asli?!" Manda memperhatikan kanan-kiri sisi kecoa. Kecoa sensi lagi, Memang ia kecoa apa sampai diteliti segitunya. Akhirnya si kecoa mengeluarkan jurus andalannya yaitu terbang.
Suara kepakkan sayapnya yang kencang semakin membuat Manda ngeri. "Kámpret! Kecoa terbang" teriak Manda. Jadi yang terbang kámpret apa kecoa?
Kali ini Manda menabrak badan Rian. Salah sendiri itu cowok di belakang Manda.
"Eehh! Tangan Rian terbuka lebar. Refleks buat menangkap Manda, waktu Manda meluk dia cepat Rian membalas mendekap Manda. Agak susah menyeimbangkannya. Rian kuat, tapi lantai yang licin dan keterkejutannya yang bikin dia gak siap. Entah gimana seharusnya bunyi jatuh yang benar dan narasi apa yang dipakai untuk mendeskripsikannya. Yang pasti "Buugghh, gitu!"
"Aahk!"
"Eeh, kayaknya itu suara teriakan Rian deh?!" cicit Dika curiga.
Sebelumnya itu beberapa menit dari kejadian,
"Tumbenan Rian mandi lama banget" rancau Zero jadi bosan gak ada Rian
"Iyah. Yang maranin juga gak balik-balik lagi." Ibas bahkan sampai berjaga di depan pintu kelas.
"Kita susul yuk!" ide Dika yang memang dasarnya gak betah di kelas.
Ketiganya keluar meski dijam pelajaran.
"Eeeh, itu!" Ibas menahan langkah Zero dan Dika sesaat melihat Manda di tarik masuk sebuah tangan. Tangan yang mereka yakini punya Rian. Tahu-tahu ada suara pintu seperti menabrak sesuatu hal. Itu berasa dari tangan Rian yang menggebrak pintu.
"Rian. Cewek itu!" kutip Zero. Setelah Manda masuk ketiganya menyusul untuk mengintip di depan.
"Ahk!"
"Uuuh..! Tuh cewek teriak, kira-kira kenapa,ya?!" jiwa Kepo Dika tetiba keluar begitu saja.
"Huush, kita dengerin aja!" Dan diakhir pengupingan mereka justru suara Rian yang teriak.
"Itu,'kan suara Rian. Wah udah gak bener nih. Zero keluarin kunci serep!"
Salah satu alasan kenapa Rian bisa mandi di kamar mandi guru yang biasanya ke kunci karena genk-nya sudah menserep kuncinya. Aktif sekali memang! Zero cepat membukanya,
"Eh, gak kekunci," cicitnya. Saat knop pintu terbuka mereka justru melihat adegan membingungkan. Posisi Rian yang di bawah Manda, tangannya masih merangkul pinggul Manda yang di atasnya sama sekali gak ada yang gerak
"Rian.., Rian udah!"
Manda cepat menyingkirkan tangan Rian dan segera berdiri. Ia juga membenarkan tampilannya.
"Ini gak seperti yang lo semua bayangin!"
"Lo apain Rian ?!" tanya Dika terkesima
"Gue udah bilang, gak seperti yang kalian bayangin!" tekan Manda. Zero terjongkok untuk membangunkan Rian
"Bener Rian lo gak diapa-apain?!"
"Enggak kok!" jawab Rian dengan nafas yang memburu.
Ketiganya gak bisa percaya gitu saja.
"Lo udah gak perawan?!"
"Ngaco lo, Bas!"
"Terus kenapa lo telanjang?!" cecar Dika. Ini terlalu mustahil untuk di anggap wajar.
"Itu.., Rian bajunya dibakar sama." Manda menutup mulutnya. "Enggak jadi!"
"Dibakar siapa?!" tanya Rian penasaran
"Udahlah. Mending kalian bantu Rian pinjem celana. Gue udah pinjemin baju tadi" Manda mencoba berkelit.
"Kebetulan gue ada celana di loker!" ucap Zero "Ya udah gue ambil dulu,ya. Berang-berang kejepit kawat. Berangkat."