Bicara Selera Rian

1634 Kata
"Terus lo ngapain masih disini. Kan udah ada kita?!" tanya Ibas waspada "Ahk, Iyah!" Manda memejamkan matanya erat. Kesal sama kelemotannya sendiri. "Ini juga mau keluar, Yah. Makasih,ya!" Sangat gugup bikin Manda yang bilang makasih seraya pegang tangan Rian. "Aku keluar!" Manda langsung lari keluar toilet. Tapi di tengah jalan, 'Kenapa aku tadi jatuh di atas cowok itu sih. Jadi malukan.' Gerutu Manda. "Tapi tunggu. Kenapa jadi aku yang makasih?!" batinnya sedikit gak terima. "Hhm!" Dengan tekad Manda kembali lagi. "Aku harus meluruskan kesalah pahaman ini. Lagi kenapa aku takut, aku,'kan gak bohong!" "Lo jangan terlalu jutek gitu, ahk. Gue gak kenapa-napa kok," ujar Rian ke Ibas. "Tadi itu gimana rasanya ditindih gitu, Ian?!" cecar Dika. "Rasanya." Rian sok pasang muka puas "Hm. Tuh,'kan cowok itu gak bener!" Tadinya Manda terharu waktu Rian minta ke Ibas buat gak jutek-jutek banget. Ibas;'kan bukan ibu-ibu yang cemas nunggu gajian suaminya kena potong apa enggak. "Stop. Aku akan hukum kalian kalau masih membahas hal ini!" Manda gak tahu sih dia punya wewenang atau enggak untuk memberi hukuman. Tetapi ngbayangin accident ini sampai ke telinga satu sekolah juga gak sanggup gadis itu bayangkan. Gimanapun Manda masih perawan ting-ting. Ya kalik ketauan nomprok cowok yang habis mandi. Cerita kejadian sejujurnya? Siapa juga yang peduli sama cerita Manda. Baik Ibas dan Dika yang 'diancam' sama sekali gak terlihat takut. "Gimana?!" "Kata Rian gak boleh jutek!" cicit Ibas. Sedangkan Rian terlihat cuek saja. Mata hazelnya dengan berani memandang Manda yang lagi marah. "Oke kita pilih percaya kalau diantara kalian gak ada apa-apa!" Dika keluar dan berdiri di samping Manda. "Tapi itu juga karena Rian yang bilang gak ada apa-apa!" Persahabatan mereka yang terjalin sekitar satu tahun yang lalu memang terbilang solid. Baik satu dan anggota lain akan selalu menghormati keputusan dari masing-masing anggota. Saling percaya adalah kunci dari setiap kontak interpersonal diantara mereka, seperti itulah Rian membangun dirinya menjadi ketua tidak berusaha mencari tahu apa yang tidak perlu ia ketahui. Dan sebisa mungkin menghindari pertengkaran. Lalu dari mana sampai Rian disebut biang kerok? Karena walau tak suka berkelahi. Tapi ia juga gak suka mengecewakan. Jika ada yang menantangnya dengan senang hati Rian menerima tantangan berkelahi. Seenggaknya ia bukan pengecut. Istilah 'lo jual gue beli' agaknya di-amini Rian. Deru nafas seseorang terdengar semakin mendekat. "Ini celananya," ucap Zero sambil mencoba mengatur nafasnya lelah, karena berlari. "Bajunya gak sekalian?!" desak Dika bingung. Tapi Zero pasang wajah gak paham. "Kan tadi, katanya celana doang!" Manda mau banget ketawa. Tuh,'kan bukan dia doang yang telat mikir. Akhirnya ada juga temannya. Berarti yang salah bukan otak Manda tapi isi perintahnya yang emang setengah-setengah. "Udahlah!" Rian menarik celana dari tangan Zero. Celana parka warna army dipadukan batik coklat dengan motif khas bapak-bapak. Em, modis sekali, Ian. "Gue mau pakai baju," ucap Rian mengatensi keempat orang itu. Rian melirik sekilas ke Manda. Hal itu di tangkap Ibas. "Lo mau dibantuin pakai baju sama cewek ini?!" Ibas cuma takut kehadiran mereka mengganggu usaha Rian PeDeKaTe. "Gak," sahut Rian enteng. "Siapa juga yang mau!" dungus Manda sambil banting-banting kaki. "Eeh kamu mau kemana?!" tegur Dika waktu liat Manda mau pergi. "Balik kelaslah. Oh,ya!" Manda kembali lagi. Sampai lupa memarahi ketiganya yang lagi-lagi keluar di jam pelajaran "Kamu.., kamu, Ikut aku. Kita masuk kelas." Zero membisikkan sesuatu "Ikut enggak. Rian,'kan masih di kamar mandi?!" "Ikut aja kali. Ingetkan isi aturan Rian buat enggak bikin onar," cicit Ibas. "Lagi juga diantara mereka kayak ada something gitu gak, sih?!" lanjut Dika. "Heh.., heh, kenapa malah gosip?!" tegur Manda. "Sebentar kita lagi rapat dadakan dulu," kata Zero menyaut tapi bikin kesel. Manda memutar bola matanya malas. 'Gak emak-emak, bapak-bapak sampai anak muda doyan gosip juga!' pikirnya "Kita udah putusin buat nghormatin lo seperti kita menghormati Rian!" tekan Ibas. "Eehh!" "Iyah soalnya lo,'kan ceweknya Rian," ucap Dika meski gak gitu suka saja, kayak gak siap saja Rian punya orang lain yang bisa diandalkan selain mereka. "Eh," Manda semakin berjinjit dengan alis matanya yang menyerit serius. Dia disangka pacarnya Rian, alogoritmanya dari mana itu. Bisa gak Manda di bisikin rumusnya. Ibas mendekati Manda sambil menggulung tangannya di d**a. "Gak sangka selera Rian sampai sini doang." Kalau Ibas bilang gitu, itu artinya Manda lagi dihinakan. Untung otak Manda kali ini agak nyambung. "Maksud lo apa?" tanyanya sambil menaiki dagunya angkuh. "Gak sesuai ekspetasi!" lirih Ibas sambil melengos. Terlalu kesal bikin Manda menoyol belakang kepala Ibas. "Nih ekspetasi!!" Bodo amat kalau dia sampai dilaporin bocah ini, bodo amat kalau dia harus di keluarkan di hari pertama KKN-nya. Bodo amat kalau dia harus gak lulus kuliah tahun ini. Yah, paling nanti Manda pasang muka melas dan paling teraniyaya di depan Pak Seno. "Eeh..!" "Wah, ditoyol!" desis Zero tak percaya. Sedang Dika cuma menatap ekspresi Manda yang masih marah. Deru nafas Manda yang keluar dari bibirnya terdengar sangat marah. "Lo tuh!" belum sempat Ibas melanjutkan ucapannya. Rian sudah keluar. "Yuk," "Haha, culun banget lo, Ian," kata Dika "Berisik lo!" ejek Rian. Tapi Ibas belum juga ikut ketawa. Ia masih sibuk mengusap belakang kepalanya. Rian berlalu di samping Manda. Melirik tiga sahabatnya yang masih di belakangnya lalu Rian mengatakan sesuatu. "Makasih," ucapnya sangat pelan. Bahkan Manda harus mencerna dengan jelas apa yang tadi Rian desiskan ketika lewat di sampingnya. Belum juga memahami. Ketiga sahabat Rian ikut lewat. "Gue gak akan, eegghh!" Ibas mencoba menahan rasa geramnya. "Gak akan apa-apa. Kamu, kamu juga gak akan aku maafin!" tekan Manda 'Pokoknya setelah ini aku bakal kasih tugas yang banyak. Tapi itu juga kalau aku masih jadi guru disini!' batinnya bermonolog. Manda mengekor di belakang. Matanya fokus melihat punggung Rian yang sudah berjarak dengannya. 'Apa sih yang dia omongin tadi?!' tanyanya sambil berjalan. Ibas terbatuk menahan kekesalan hatinya. "Lo kenapa, sih dari tadi?" tanya Rian perhatian. "Gue ditoyol sama cewek itu!" "Oh" jawab Rian pendek. Gak biasanya Rian sedatar itu kalau sudah tentang teman-temannya. "Cuma 'oh' doang?!" heran Ibas. "Dia,'kan cewek. Terus lo mau apa? bales gitu!" sarkas Rian. Ibas menggeleng lemah. "Ya udah yuk, masuk!" dalam hati ketiga temannya, mungkin benar kalau Manda kekasih ketua genk mereka jadi gak heran kalau Rian membelanya. Sampai di kelas... Suasana jadi cukup ramai. Beberapa anak murid yang tadi keluyuran sudah balik lagi ke kandang alias ke kelas. "Ehm!" Manda berdehem sambil memperhatikan isi kelas. Bertambahnya anak murid bikin wanita itu demam panggung. 'Ayok Man, perkenalin diri lo sama mereka!' batinnya memberi semangat "Selamat pagi anak-anak, perkenalan saya Amanda guru BK kalian yang baru!" Manda mengatup bibirnya kuat setelah berhasil mengatakannya. Rasa gugup justru membuat Manda cuma melirik ke arah Rian yang seenggaknya jauh lebih akrab dengannya- setelah kejadian kamar mandi tentunya. Rian juga sama sekali tidak berkedip memandang Manda. 'Oh, jadi betulan cewek itu guru.' Kutipnya dalam hati. Karena Rian sampai tadipun rasanya belum bisa percaya. Manda terlalu imut untuk jadi guru. Terlalu krenyes untuk ia rangkul dan haruskah ia memendam fikiran liarnya yang sudah terlanjur melalang buana setelah tadi memeluk Manda. Suara tepukan tangan menggelegar "Yak, belajar!" pekik Rian, setelah selesai mengapresiasi keberadaan Manda dengan tepuk tangan. "Loh?!" Ibas yang di sebelahnya bahkan sampai terangga. Rian gituloh, suruh mereka belajar, ada angin dari mana. "Kenapa lo? Kita ke sekolah buat belajarkan?!" alibi Rian. "Ini mah fix lo ada sesuatu sama dia!" "Bu guru itu?!" beo Rian sambil menyandarkan dirinya di sandaran bangku dan menunjuk Manda pakai pulpennya. Beruntung Manda sudah berbalik badan menghadap papan tulis. 'Aduh kenapa anak-anak gak ada reaksinya sih. Cuma cowok itu yang kasih reaksi!' batinnya lirik ke arah Rian meski tanpa menoleh. 'No. Gak boleh baper. Anak nakal gitu paling juga punya maksud lain kenapa tadi bela aku" Manda yang merasa gerah jadi mengibaskan rambut sepunggungnya. Yang sejak tadi tergerai tak beraturan. "Wow. Pacar lo, Rian!" seru Esa. "Yee, Rian punya pacar." Bio ikut menggebrak mejanya. Sementara para gadis terlihat kegerahan. Baik Afika dan Mitha yang sedari dulu mengejar Rian cuma mencibik sambil mengancungkan jari tengahnya ke Bio. "Bisa diem gak lo, Bi!" teriak Mitha. "Ye, Apa lo?!" sahut Esa. "Kalian yang apa-apaan?!" pekik Afika. gak terima. Ia sangat yakin hanya ia yang bisa menggantikan posisi 'Dinda' di hati Rian. Dan gak boleh ada gadis lain lagi. 'Huft, di belakang aku ini sekumpulan anak sekolahan atau penghuni ragunan sih?!' Manda terus membatin. Manda mengepal spidol whiteboard. Benda ini akan melayang ke siapa saja yang gak bisa dia atur. Tekad Manda Manda berbalik. "Siapa yang BE-RI-SIK!" Hening. Itu yang ia temui. Semua kompakan tutup mulut "Ooh, gak ada yang berisik,ya," ujar Manda sambil menggaruk tengkuknya, lalu berbalik lagi. 'Perasaan tadi ada yang berisik. Telinga aku baik-baik aja,'kan?!' "Rian. Udah ngapain aja di kamar mandi berdua?!" Esa sangat ingin tahu kejadian di kamar mandi. Sudah jadi rahasia umum sejak Manda membubarkan yang lain dan masuk ke kamar mandi tempat Rian bersembunyi dari naked-nya. Anak-anak yang sudah gak. Polos lagi itu jadi menduga yang macam-macam. Tapi Rian yang di panggil terlalu apatis. Cowok itu malah tiduran. Kepalanya ia letakan di meja. "Ye, Rian," Esa melempar penghapus tepat di ubun-ubun Rian. Rian kembali bangun dari rebahannya seraya mengelus kepalanya yang sakit. "Apaan tuh?!" "Ini, Ian!" lirih Dika sambil menunjukkan penghapus yang Esa lempar. Rian berdiri. "Ian, Ian tunggu, Ian!" larang Ibas cemas, mencoba memegangi baju Rian tapi gagal. 'Ini gak salah lagi. Ada yang gak beres!' Manda dari tadi sudah pasang telinganya baik-baik. Dan kini spidol whiteboard-nya bakalan berguna untuk mementung kepala Esa. Tepat Manda berbalik. Rian lagi jalan ke bangku Esa. Ketika cowok itu merunduk untuk ngomong sama Esa tiba-tiba, Tepatlah sebuah spidol mendarat ke pelipis seseorang. "Wadaw!" "Ya ampun aku salah sasaran!" "Aduh!" ringisan yang keluar dari bibir Rian. Salah apa dia sampai kena dua kali. Sedang Esa cuma bisa melotot, membayangkan kalau sampai spidol itu betulan mendarat ke keningnya. "Eeh.., eeh" Manda berlari menghampiri Rian yang di belakang. "Sorry, gak sengaja!" tuturnya seraya ikut meringis seolah merasakan sakit yang Rian rasakan. "Duh, lo apa-apaan sih?!" bentak Rian.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN