MENCARI KIA

1167 Kata
“Kenapa kamu malah pergi? Siapa dia?” tanya Raditya Syahreza Pratama atau Adit Kakak nomor dua Hessa. “Ini dokter di day care, biar dia bantu mama jangan mama panik begitu,” bisik Hessa pada kakaknya. “Kenalkan ini Kakak saya Adit, dia nomor dua dan kamu mungkin sudah kenal dengan Kakak sulung saya suami Teteh Kia yaitu Pak Hendra,” ucap Hessa memperkenalkan Adit pada Lingga. “Saya Lingga Pak. Saya dokter di day care kalau dengan pak Hendra dan Kak Kia saya sudah kenal,” Lingga mengulurkan tangan pada Adit. “Maaf saya cuma dokter umum. Mungkin kurang tepat tapi kalau untuk darurat, saya Insya Allah bisalah menolong Ibu Syakira,” kata Lingga selanjutnya. Lingga sudah dua bulan bekerja di day care, sejak day care buka. Sudah empat bulan pertunangannya dengan Hartoyo putus, bersamaan dengan meninggalnya kedua orang tua Lingga Lingga minta air madu hangat lalu memberikan vitamin untuk Syakira sambil menunggu obat suntik yang tadi sudah dia resepkan pada satpam untuk membeli di apotek terdekat. Adit maupun Hessa tertarik pada sosok sederhana dokter Lingga. ≈≈≈≈≈ Hessa dan Adit memperhatikan, Lingga sangat telaten menemani ibu mereka. ‘Perempuan idaman, aku langsung tertarik padanya walau belum tahu kepribadiannya. Tapi tentu aku tak akan suka dia bila dia sama seperti gadis lainnya. Memburu cinta atau perhatianku. Aku benci perempuan seperti itu,’ batin Adit. Adit memang benci diburu, karena menurut Adit para gadis hanya butuh wajah tampan dan hartanya. Tak ada yang tulus mencintai dia apa adanya. ≈≈≈≈≈ “Ada apa Kak?” tanya Lingga saat Hessa siang ini datang ke day care. “Terima kasih ya, kamu semalam sudah repot-repot nyuruh temanmu untuk mengantar obat buat mama. Kalau tidak dikasih obat tidur dari kamu sampai sekarang mama pasti belum tidur. Buat mama teteh itu bukan menantunya tapi lebih dari anaknya. Buat teteh pun mama adalah bukan sekedar mertua. Bahkan sebelum A’ Hendra menikah dengan teh Kia, teteh sudah punya niat untuk membangun resto buat mama. Padahal dia belum jadian sama A' Hendra. Jadi kamu bisa bayangin dong kedekatan mereka berdua, jangan salahin kalau sekarang mama hopeless seperti ini.” Hari ini Syakira dilarang ketiga anak lelakinya untuk datang ke resto, tapi dia tetap ngotot karena semua kegiatan anak lelaki ada di resto saat Kia menghilang. Biasanya Hessa tak ada di resto. Jadi dia ingin tahu semua pergerakan anak-anak, ingin tahu bagaimana kabar Kia. “Iya, tapi sekarang dia tidur di ruang istirahat resto kan Kak?” kata Lingga. Lingga memang memanggil Hessa dan Adit dengan panggilan Kak. Tapi kalau pada Hendra dia memanggil bapak. “Iya sepertinya obat tidurnya masih berpengaruh, tadi di dalam perjalanan ke kantor dia juga tidur. Sekarang sedang tidur lagi,” jawab Hessa. Hessa, Adit dan Syakira tinggal di daerah Tebet, Jakarta Selatan, sedang posisi resto Dapoer Syakira ada di Bekasi. “Baik Kak, nanti aku cek tensi serta kondisinya. Aku selesaikan laporanku dulu,” ujar Lingga. “Masih lama?” tanya Hessa. “Enggak sih. Ini sudah selesai kok, sudah kartu terakhir,” balas Lingga. “Ya sudah, aku tungguin. Kita makan bareng sekalian kamu ngecek mama,” kata Hessa. Maka Hessa pun duduk sambil memandang ponselnya dia masih berpikir di mana tetehnya sembunyi. ≈≈≈≈≈ “Ayo Kak,” kata Lingga. Mereka berdua pun langsung menuju ke Dapoer Syakira. “Halo Ibu, bagaimana sekarang? Masih lemas?” tanya Lingga dengan lembut dan sopan. “Enggak kok, sudah nggak apa-apa,” jawab Syakira. “Hessa kamu temani A'a mu ya? Mama nggak kasih dia pergi sendiri karena dia belum tidur sama sekali,” kata Syakira. “Mau ke mana A'a?” tanya Hessa dengan lembut. Dia tahu emosi Hendra sedang sangat tinggi, salah bicara sedikit kakaknya itu bisa ngamuk. “Aku punya dugaan di mana Kia berada,” jawab Hendra yakin. “Kalau begitu aku makan dulu ya, habis makan aku temani,” kata Hessa. “Lingga, kamu ada acara enggak sampai malam?” tanya Hendra. “Tidak Pak, saya free hari ini. Ada perlu apa ya?” tanya Lingga. “Saya takut ada apa-apa dengan istri saya, kalau bisa kamu temani saya ya? Kan ada Hessa, kita tidak jalan berdua kok,” pinta Hendra. “Boleh Pak kalau bertiga. Kalau berdua dengan Bapak saya tidak berani. Saya takut Kak Kia tambah spanning. Saya tidak ingin dia tambah sedih atau berduka.” “Kalau begitu nanti kita mampir apotek ya Pak. Mungkin ada beberapa obat yang saya perlukan untuk membuat kak Kia tenang atau juga untuk menyuntikkan penguat kandungan. Saya akan minta rekomendasi dokter kandungan dulu,” lanjut Lingga lagi. “Oke,” jawab Hendra. Tentu Hendra setuju dengan Langkah Lingga. “Kami pesan makan dulu ya,” kata Hessa sambil mengajak Lingga. Lingga pun mengikuti Hessa dan memesan makanan untuk mereka berdua. “Sebaiknya Pak Hendra juga makan dulu, biar kita tenang saat mencari kak Kia,” saran Lingga. “Ma, Mama bawakan kopi panas atau air jahe atau apalah di termos kecil buat kami bertiga dalam mencari, agar kami enggak kembung kebanyakan air putih,” usul Hessa, sekadar agar sang mama ada kegiatan saja. Karena Hessa yakin Syakira tak akan mau menyuruh pegawainya membuatkan, pasti akan dia buat sendiri. ”Baik, nanti Mama juga bawakan sandwich atau apa ya,” kata Syakira. Dia bersemangat karena Hessa mau menemani Hendra. “Bapak sebaiknya minum vitamin ini biar fresh,” kata Lingga sambil memberikan suplemen dari tasnya. Hessa memandang Lingga dan yang dipandang hanya memberi tatapan seakan meminta pengertian Hessa. Hessa langsung mengerti bahwa sebenarnya obat yang diberikan adalah bukan suplemen biasa, tapi membuat relaksasi sehingga nanti Hendra akan tidur. Tentu saja Hessa setuju. ≈≈≈≈≈ “Katakan tujuannya sekarang, biar aku nggak nyasar-nyasar,” pinta Hessa saat mereka baru masuk mobil. Lingga yang membawa bekal dari Syakira. Sebenarnya Hessa sengaja minta seperti itu agar tidak perlu membangunkan Hendra bila Hendra tertidur akibat vitamin yang diberikan oleh Lingga barusan. “Kita menuju sekolah anak-anak Bu Ida. Aku yakin Bu Ida pergi sama Kia atau Kia ada di rumah bu Kia, aku belum tahu rumah bu Kia. Tapi anak-anaknya ada di sini sama suaminya Pak Ujang ya? Bapak Umar? aku lupa namanya, A’a tahu sekolah mereka. Kita cari info di anak-anak. Mereka pas pulang sekolah,” kata Hendra. “Mereka sekolahnya di mana? Yayasannya namanya apa?” kata Hessa. Dia kagum kakaknya bisa berpikir tentang bu Ida. Ibu angkat Kia. Dia sendiri lupa akan sosok yang menemani Kia sejak tetehnya berusia dua tahun itu. Hendra menyebutkan yayasan tempat kedua adik angkat Kia menuntut ilmu, Hessa pun langsung menuju ke sana. “Kak, jangan lupa mampir apotek. Aku mau beli obat dulu,” pinta Lingga. dia duduk di belakang, Hendra dan Hessa duduk di depan. “Baik nyonya,” goda Hessa yang bertugas sebagai driver. “Iiiiih, apa sih?” kata Lingga, wajahnya bersipu malu. Lingga langsung membelikan banyak obat buat Hendra, Hessa, mau pun Syakira dan Kia. Dia juga membeli alat suntik untuk Kia bila diperlukan, bahkan dia beli cairan infus buat jaga-jaga sesuai petunjuk dokter kandungan yang dia hubungi tadi. ≈≈≈≈≈
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN