Kembali Ke Sekolah

2002 Kata
Alvin berkali-kali mengusap wajahnya frustasi, pemandangan di depannya benar-benar membuatnya hampir gila. Pen banget pengang squishy-nya Adel. Tapi, Alvin takut di gampar Adel. “Aduh … ini si pyton kenapa nggak bisa anteng ya …,” gumam Alvin kesal. Menoleh Adel yang masih terlelap, mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah cantik Adel. “Kamu tuh emang cantik banget Yang. Boleh ya … pegang squishy-nya bentar, cuman pegang doang kok, nggak aku emut,” ucap Alvin lirih. Tentu saja nggak di dengar oleh Adel. Alvin menghembuskan nafasnya pelan, memastikan Adel masih terlelap, merem … bener-bener meresapi, tangannya mulai memegang squishy-nya Adel, rasanya … jangan ditanya, awalnya cuman pen megang doang, tapi lama-lama pen ngremes, bener-bener luar biasa sensasinya. “Wadaww, kenapa kek nyetrum gini ya …” gumam Alvin pelan. Takut semakin tersengat dahsyatnya setrum squishy-nya Adel, Alvin menarik tangannya dari squishy itu. Mending pagi-pagi nyabun aja, pria sejati nggak bakalan maksa, sebelum yang punya mengikhlaskannya sendiri, seperti itulah pemikiran Alvin. Alvin mengecup kilas bibir Adel, menarik selimut untuk menutupi paha Adel yang terekspose, mengusap wajahnya kasar, pergi meninggalkan kamar Adel. Bener-bener Adel kalau tidur ngebo banget. Dengan seribu langkah, Alvin berjalan menuju kamarnya, cepat cowok tampan itu membuka kamar mandi di kamarnya. Nyiksa banget, nahan si pyton yang pen banget nyari gua persembunyiannya. ,,,,,, Perlahan Adel mulai membuka kedua matanya, mengucek kedua matanya, berusaha mengingat kejadian tadi malam. Adel cuman inget mati lampu, trus Alvin ngelonin dia. Tapi, dimana Alvin sekarang? Apa mungkin bocil itu semalam pindah ke kamarnya. Merasa tidak bisa mengingat kejadian semalam, Adel menyingkap selimutnya, menguap, menepuk-nepuk pipinya dengan kedua telapak tangannya, bangkit dari tempat tidurnya, berjalan menuju kamar mandi. Menit kemudian, Adel sudah selasai dengan acara mandinya. Mengambil pakaian ganti, memakai pakain yang dia pilih, sedikit memoles bedak di wajahnya yang emang sudah cantik, mengoleskan lip balm, menyisir rambutnya yang halus. Setelah dirasa cukup, Adel meraih tasnya, berjalan keluar kamar, hari ini kebetulan dia ada mata kuliah pagi, sehingga mau nggak mau dia harus bangun lebih awal. Untuk jadwal pemotretan, hari ini kosong. Jadi, Adel bisa sedikit bersantai. Adel berhenti, menatap pintu kamar Alvin yang tertutup. Berjalan menuju kamar Alvin. “Aduh … gimana ini, minta tolong Alvin nggak ya ….” Adel ragu. Berdiri di depan kamar Alvin. “Ketok atau nggak ya ….” Adel menggigit jari telujuknya. Bener-bener bingung, mo minta tolong sungkan. Enggak, nanti takut telat. Mo pesen Ojol, nggak keburu. Tok! Tok! Tok! Akhirnya Adel memberanikan diri mengetuk pintu kamar Alvin. Detik kemudian, Alvin membukakan pintu kamarnya, cowok imut itu tersenyum. Sumpah, bener-bener senyum yang sangat manis menurut Adel. Ditambah lagi, melihat penampilan Alvin sekarang. Cowok tampan itu hanya mengenakan handuk, tentu saja Alvin lama di kamar mandi. Dia ‘kan harus menjinakan ular pyton-nya. Adel menelan salivanya kasar, wajahnya merona, ternyata bocilnya juga punya roti sobek. Sungguh pemandangan yang sangat menakjubkan. “Hei! Kenapa Yang?” Adel nyengir. “Eh … oh, a—aku …” Alvin menatap Adel serius. Menunggu kata-kata Adel selanjutnya. “Aku … kenapa? apa pen di cium?” Adel melotot, menabok lengan Alvin. “Ihhh, anterin aku …,” ucap Adel lirih, Alvin pura-pura tidak dengar, memiringkan wajahnya, sedikit mendekatkan telinganya dengan wajah Adel. “Apa?! Aku nggak denger.” Adel terlihat kesal. Mengerucutkan bibirnya lucu. Alvin tersenyum. “Anterin aku ke Kampus,” ucap Adel. Alvin sedikit beringsut, menyandarkan punggungnya pada pintu, pen banget nggoda Adel yang terlihat sangat menggemaskan. Bersedekap, melirik Adel yang berdiri manyun di sebelahnya. “Yakin … mo dianterin?!” Adel terlihat semakin kesel. Alvin bener-bener dah menyita waktunya. “Mau nggak?!” “Emmm … gimana ya ….” Pura-pura jual mahal banget Alvin, padahal dalam hati dia bersorak senang. “Vin … tolong ya … hari ini aku ada jadwal kuliah pagi.” Terpaksa Adel sedikit menurunkan gengsinya. Alvin tersenyum. Menyentil hidung Adel gemas. “Iya, aku anterin. Tapi …” Adel menatap Alvin bingung. “Tapi apa?” tanya Adel. “Pakaiin aku baju.” Adel mendelik. “Alvin!!” teriak Adel. Adel bersiap-siap menimpukkan tasnya ke lengan Alvin, tapi dengan gerakan cepatnya, Alvin langsung lari ke dalam kamarnya. Bener-bener sesuwatu banget, membuat Adel jengkel. Adel tersenyum, berjalan menuju sofa, memilih duduk di sana mununggu Alvin memakai bajunya. Ternyata tingkah konyol Alvin, bisa membuatnya sedikit terhibur. Menit kemudian, Alvin keluar dari kamarnya dengan seragam putih abu-abu, lengkap dengan jaket jeans nya dan tas gendongnya. Bener-bener nih cowok cakep banget. Alvin mendekati Adel, seneng banget ditungguin sama Adel. “Ayo berangkat,” ajak Alvin, Adel langsung bangkit dari duduknya. “Ayo,” jawab Adel. Alvin berjalan duluan menuju garasi, mengambil motornya, Adel menunggu di depan teras, menit kemudian, Alvin sudah berada di depan Adel dengan mogenya, Adel mendekat, menerima helm yang di berikan Alvin. Berdiri di samping moge Alvin, memakai helm yang menurutnya sedikit ribet. “Sini, aku bantuin.” Adel nurut, emang dia kesusahan pakai helm model cakil, Alvin dengan sabarnya membantu Adel. “Sudah. Ayo naik.” Tanpa banyak bicara, Adel langsung naik ke bonjengan Alvin. Moge warna biru itu segera melaju, sengaja pintu gerbang nggak di tutup, takut nanti Bik Rumi nggak bisa masuk, hari ini Bik Rumi dan Pak Tejo sudah mulai kerja di rumah baru Adel dan Alvin. “Yang! Pegangan dong!” teriak Alvin. Adel melongo, suara Alvin tidak begitu jelas, karena suara motor Alvin yang begitu nyaring. Tanpa Adel duga, satu tangan Alvin menarik tangan Adel, meletakan tangan lembut itu di perutnya. Adel nurut, langsung melingkarkan kedua tangannya di perut Alvin, si tampan Alvin tersenyum. Tidak butuh waktu lama, motor yang Alvin kendarai sudah sampai di depan kampus Adel. Tanpa di beritahu oleh Adel, Alvin sudah tau dimana Adel kuliah, karena sebelumnya, papa sudah ngasih tau semua tentang Adel. Adel turun dari motor Alvin. Benernya malu banget, dianterin sama anak SMA, Adel membuka helmnya, menyerahkan kepada Alvin, semua mata menatap Adel heran, tumben banget Adel dianterin sama bocah SMA. Alvin cuek, tidak peduli dengan mereka yang menatap penasaran kearah Alvin. Tanpa mau melepas helmnya, Alvin menerima helm dari Adel, menggantungkannya di stang motornya. Disana, seorang gadis cantik melambai kearah Adel, sepertinya dia emang sedang menunggu Adel. “Vin, aku duluan ya … kamu belajar yang bener.” “Oke. Makasih Yang.” “Isshh … lihat-lihat tempat dong. Jan asal panggil,” protes Adel. Adel langsung berjalan kearah sahabatnya. Alvin kembali melajukan motornya. “Siapa tadi Del. Anak SMA ya …” “Iya. Kenapa sih loe kepo banget,” jawab Adel malas. Oh ya, perkenalkan wanita cantik ini adalah sahabat baik Adel, sama-sama berstatus sebagai MA( Mahasiswa Abadi), namanya Alea Permadani, sahabat baik sekaligus manager Adel. Mereka berdua emang sudah sahabatan sejak di bangku SMA. Kompak, sampai-sampai kuliah pun kompak banget, kompak nggak lulus-lulus. “Serius gue, soalnya semalem Reno tanya soal sepupu loe. Katanya dia main seret loe paksa.” Adel gugup. Alea mengeryitkan keningnya heran. “Udah ayo masuk, entar deh gue ceritain siapa bocil tadi.” Alea semakin terlihat kepo. Adel cuek, berjalan ke di samping Adel. SMA Pertiwi Alvin segera memarkirkan motornya, begitu ia sampai di halaman parkir sekolahnya. Disana, keempat geng COKE sudah menunggunya. Cowok tampan itu melepas helmnya, menyugar rambutnya, tersenyum kepada keempat temennya, malakukan tos ala mereka. Dion cengar-cengir, dari semalem nggak bisa tidur. Pen banget tanya soal Adel, secara dia ‘kan fans beratnya Adel, dan nggak nyagka banget ternyata Adel sepupunya si k*****t Alvin. “Ngapa loe. Kek mo b***k aja.” Ucap Alvin. Dion nyengir. Merangkul Alvin, mentonyor kepala sahabatnya. Alvin mengusap kepalanya. “Gue ngempet dari semalam.” Dion menoleh kearah Alex, Neno dan juga Raka. “Woi Paijo! Ngapain loe diem aja disitu, mo ke kantin nggak?!” celetuk Dion. “Monyet loe!” umpat Alex. “Loe ngempet apa? Ngaceng loe ya?!” celetuk Neno asal. Dion menimpuk lengan Neno. “Astohfirulloh … Lambe loe Mas Neno,” timpal Raka. Alvin, Dion, Neno dan juga Alex menatap tajam kearah Raka. Refleks Alvin mengapit leher Raka, mengacak rambut Raka, aksi Alvin di ikuti oleh ketiga temennya. Raka berusaha berontak. Bener-bener temen terlucknut. “Anjir! Lepasin gue.” Raka terlihat begitu kesal. Alvin melepaskan Raka. Keempat cowok tamvan itu tersenyum puas. “Lambe loe perlu dikucir.” Celetuk Alvin. “Hahahaha …” Keempat cowok tampan itu tertawa. Raka merapikan rambutnya, menatap sebel keempat teman lucknutnya. Tau banget mereka semua, kalau Raka paling anti banget rambut jambulnya diacak-acak. “Huh!” dengus Raka kesal. Tanpa rasa berdosa sedikit pun, keempatnya berjalan menuju kantin. Meninggalkan Raka yang sibuk merapikan rambutnya. Sadar dia di tinggal oleh keempat temennya, Raka sedikit berlari menyusul keempat temennya. “Njir! Tungguin gue.” Keempat temennya tidak menoleh. Tapi mereka semua ngempet tawa. Puas banget berhasil ngerjain Raka. “Kak Alvin!” Alvin dan keempat temennya menoleh. Berhenti sebentar. Alex menyikut lengan Alvin. “Bella … Vin.” Alvin memutar bola matanya jengah. Alex yang emang terkenal play boy menyeringai. “Males …,” lirih Alvin. “Ya udah, gue sikat ya …,” Alex menaik turunkan alisnya lucu. “Serah!” ucap Alvin. Ketiga temennya geleng-geleng. “Mata loe emang nggak bisa liat yang bening dikit, ya Nyet,” ucap Neno. Alex tersenyum. Menoleh kearah Neno.”Apalah daya aku Bang Neno, aku hanya mahluk Tuhan yang tidak sempurna.” Keempat temennya bener-bener pen muntah. Alex nyengir, mengusap kepalanya. Bella yang emang tergila-gila dengan sosok Alvin, sedikit berlari ke arah Alvin dan sahabatnya. Bella yang merupakan adik kelas Alvin, tidak sedikit pun menyerah untuk mendapatkan simpati Alvin. Meskipun Alvin terlihat dingin dan tidak pernah meresponnya. Bella tidak peduli, toh selama ini Alvin jomblo, seperti itulah pemikiran Bella. Alvin bersedekap, Alex meletakkan sikut tangannya pada pundak Alvin. Bella sudah berdiri di depan 5 cowok tampan itu. “Napa?!” tanya Alvin ketus. Alex menyikut perut Alvin. “Jingan loe …,” lirih Alvin. Mengusap perutnya yang lumayan sakit. Alex nyengir. Bella menahan tawa. “Kak Alvin nggak ikut upacara lagi?” tanya Bella. Alvin nampak kesal, kepo banget nih anak. Alex langsung menyela. “Kalau Bella mau, Kakak bakalan ikut upacara kok,” ucap Alex asal. Langsung mendapatkan pelototan dari keempat temennya. Raka mendorong Alex yang berdiri di samping Alvin. “Noh! Ikut upacara, sana!” celetuk Raka. Alex nyengir. Keempat temennya langsung berbalik, meninggalkan Alex. Sumpah! Tingkah keempat temennya bener-bener bikin orang pen kentut aja. “Woi Paijo! Tungguin gue!” teriak Alex. Lagi-lagi seenak jidat, mereka meninggalkan Alex. “Duluan ya Bell.” Alex langsung berlari mengejar keempat temennya. Bella nampak kesal, Alvin mengabaikannya lagi, gadis cantik itu menghentakkan kakinya ke lantai, meremas roknya. Benernya Alvin tuh, katarak atau gimana? Masa dia selalu dianggurin. Cantik, iya. Pinter, iya. Kaya, dah pasti Bella anak orang tajir. Begitulah pemikiran si Bella. Seseorang menepuk pundak Bella dari belakang. “Dianggurin lagi?” tanya Sherli, sahabat baik Bella. “Sekarang emang dianggurin, tapi lihat aja ntar, gue bakalan jadi orang nomer satu di hati Kak Alvin,” ucap Bella pongah. Sherli hanya geleng kepala. “Serah loe lah,” ucap Sherli. Keduanya berjalan menuju kelas mereka untuk meletakkan tasnya ke dalam kelas. Karena hari ini hari Senin, semua siswa harus segera berkumpul di lapangan sekolah, untuk mengikuti upacara bendera. Tanpa terkecuali anak-anak bandel dan gengsnya Alvin. ,,,,, Sesampainya di kantin, Alvin dan temen-temennya, hanya membeli air jeruk hangat dan juga roti, sekedar untuk mengganjal perut mereka. Kelima cowok tamvan itu berjalan ke belakan gedung sekolah, cari tempat aman untuk bersembunyi dari guru yang beroperasi. Alvin mendudukkan pantatnya asal, diikuti keempat temennya. Menyeruput air jeruk hangat, membuka roti, mengunyahnya pelan. “Jo. Ceritain kekita dong. Loe yang ngakunya dah kawin, sama Adel sepupu loe itu,” ucap Dion, yang dari tadi penasaran banget.. Alvin menghabiskan rotinya dan meneguk habis air jeruk itu. Menatap Dion kilas, menghembuskan nafasnya kasar. Moga aja keempat temennya ini, nggak pingsang setelah dengerin pengakuannya. “Gue bukan sepupu Adel. Gue suami sahnya Adel,” ucap Alvin. Brush! Dion menyemburkan air jeruk yang dia sruput. Menoleh Alvin, keknya nih anak serius. Alex, Neno dan Raka kompak menoleh kearah Alvin. “Serius loe,” ucap keempatnya kompak …
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN