Happy Reading
*****
Daila bergerak dalam tidurnya, saat telinganya terusik oleh suara u*****n-u*****n pria yang terdengar begitu jelas.
Ia mendesah pelan tanpa membuka matanya. Ini pasti Sendy, si maniak game online yang begajulan-nya minta ampun. Bahkan ia selalu dibuat kesal dengan tingkahnya itu hanya karena ia selalu bermain game didekat kursinya, katanya sih jaringan ditempat Daila itu lancar. Ck, padahal menurut Daila itu sama saja.
Tapi, Haruskah tidurnya terganggu hanya karena si maniak game itu.
Daila bangkit dari tidurnya, ia sudah tak bisa menahan diri untuk tidak memaki Sendy.
"Sen, plis deh, Lo__"
Daila hanya bisa melongo ditempat, saat matanya menangkap sosok Dafhin yang tengah asyik main game disampingnya, dan bukan si Sendy. Bahkan ia juga sempat mengucek-ucek matanya untuk memastikan, penglihatanya yang bermasalah atau memang ini nyata apa adanya.
Daila mengalihkan tatapanya menatap sekitar, dapat ia lihat Sendy berada ditempatnya meski dalam keadaan yang sama dengan pikiranya, yaitu bermain game.
Jadi sudah jelas, penglihatanya normal. Dan pria yang duduk disampingnya ini adalah Dafhin pacarnya.
Daila menelan salivanya sebelum mulai berbicara pada Dafhin, yang sama sekali tak meliriknya dan berfokus pada game online yang ia mainkan.
Berbicara dengan pacar sangar itu butuh tenaga ekstra tau nggak.
"Kak, kak Dafhin ngapain disini?" Ucap Daila pelan, tak mau mengusik Dafhin dan membuat Dafhin marah.
"Anjir," umpat Dafhin karena game yang ia mainkan, tanpa repot-repot menjawab pertanyaan dari Daila.
"Kak," panggil Daila lagi. Tapi sudah jelan endingnya Daila dicuekin lagi.
Dengan geram, Daila mendekatkan wajahnya pada Dafhin.
"KAK DAFHIN NGAPAIN DISINI?" Teriak Daila tepat didepan telinga Dafhin.
Plukk..
"Anjing." Umpat Dafhin, saat teriakan itu berhasil mengagetkanya, bahkan ponselnya juga berakhir jatuh dibawah kolong meja.
Daila meringis mendengar u*****n kasar Dafhin. Sepertinya ia telah melakukan kesalahan fatal. Daila merutuki tingkah bar-barnya itu. Ia seharusnya bisa menahan diri.
Eh, tapi tidak juga, salah Dafhin sendiri ditanya tak menyahut. lalu saat Daila berteriak untuk menyadarkan Dafhin, Dimana letak kesalahan Daila?
"Ma-maaf kak. Ha-habis kakak dipanggil nggak nyahut." Cicit Daila pelan.
"Apaan?" Tanya Dafhin datar sambil mencoba mengambil ponselnya yang jatuh dikolong meja.
Daila melotot. Diluar dugaan sekali. Ia kira Dafhin akan marah besar. Tapi nyatanya tidak, Dafhin hanya bertanya dengan wajah datar seperti biasanya.
"Kakak, ngapain disini?" Tanya Daila saat Dafhin sudah duduk tegak ditempatnya.
"Main game." Jawab Dafhin cuek.
"Enggak. Maksud aku, kenapa kakak bisa ada disini."
"Jalan kaki."
Daila hampir mengumpat, kalau tidak ingat siapa orang yang akan ia umpati. Hell, jadi yang bermasalah pertanyaannya, atau jawaban Dafhin sih?
Daila terdiam lama mencoba mencari pertanyaan yang tepat, agar Dafhin tidak salah faham menjawab seperti tadi.
"Gue males dikelas." Ucap Dafhin, menghentikan acara memikirkan pertanyaan yang harus Daila ajukan.
"Tapi ini juga kelas?" Tanya Daila lagi.
"Ck, Gue males dikelas karena ada gurunya, sedangkan disini free class." Dafhin menoyor kepala Daila pelan.
"Terus ngapain harus bolos disini. Bolos diluar kan bisa kak?" Daila masih belum puas dengan jawaban Dafhin.
Jujur saja ia menunggu Dafhin mengatakan kata 'kangen.' Dari mulut Dafhin itu.
"Lo ngusir gue?" Tanya Dafhin membuat Daila menggeleng.
"Eh, eng-nggak_"
"Diluar panas, banyak guru BP yang patroli." Jelas Dafhin untuk membuat Daila berhenti bertanya.
"Tapi ya kak_" belum sempat Daila bertanya lagi, dan mendengarkan kata kangen keluar dari mulut Dafhin, ucapanya lebih dulu disela oleh desisan tajam Dafhin.
"Cerewet." Desis Dafhin.
Daila mengulum bibirnya, ketika mendengar Dafhin mengatainya cerewet.
Hingga beberapa saat kemudian tak ada yang mengeluarkan suara termasuk Daila. Hanya ada suara anak-anak dikelas seperti saat jam kosong biasanya.
"Kak, sepuluh menit lagi ganti jam pelajaran, dan gurunya masuk." Tutur Daila pelan, ia tak mau dikatai cerewet lagi seperti tadi. Meski nyatanya Daila memang cerewet, tapi jika itu yang mengatakan Dafhin, rasanya nyesss gitu.
"Hmm," Dafhin nampak tak perduli dan malah bermain ponselnya.
"Kak, nanti kalo bu Gita tau, bahaya." Jelas Daila. Bu Gita adalah salah satu guru Killer disekolahan yang mengajar mata pelajaran ekonomi di SMA Antariksa.
"Ck, Yan cabut." Dafhin berdecak, sebelum bangkit berdiri.
Ryan yang merasa terpanggilpun menghentikan aktifitasnya dari menjahili Fita. Lalu bangkit berdiri, sebelum pamit pada Fita dengan nada jahilnya.
Dafhin terdiam sambil menatap Daila. Hal itu sukses membuat Daila salah tingkah.
"A-apa kak?" Tanya Daila gugup.
"Jangan tidur posisi kek gitu."
"Eh,"
Blush..
Pipi Daila langsung memanas mendengar penuturan Dafhin. Apa, kenapa tak boleh? Apa Dafhin khawatir jika lehernya akan sakit jika tidur seperti itu?
"Ke-kenapa?" Tanya Daila sambil menahan senyum yang memberontak terbit.
"iler lo bisa kemana-mana, malu-maluin kalo pada tau lo hobby ileran."
Daila menganga tidak percaya mendengar penuturan Dafhin. Yang sekarang sudah berjalan beriringan dengan Ryan keluar dari kelasnya.
Ia mengusap bibirnya untuk memastikan sesuatu. tak ada saliva dibibir dan pipinya. IA TAK ILERAN.
"Dafhin sialan."
*****
Tbc