Happy Reading
*****
Daila berjalan menghampiri ketiga temanya yang sedang asyik mengobrol dibangku mereka. Lalu duduk begitu saja dikursi miliknya, tepatnya dikursi samping Fita.
"Capek gue, capek." Keluh Daila mengacak rambutnya kasar. Ia tak perduli jika tatanan rambutnya akan rusak atau apa.
Fita, Mia, dan Bianca mengernyitkan dahinya bingung. ada apa dengan temanya ini?
"Kenapa lo?" Tanya Mia.
"Kesurupan setan perpus ya lo, karena pacaran diwaktu pelajaran?" Tambah Fita.
Brakkk..
"Boro-boro gue kesurupan karena pacaran. Yang ada gue kesurupan karena ditinggal sendirian." Ucap Daila tersungut-sungut, setelah berhasil menggebrak meja didepanya.
"Loh kok bisa? Kan lo kesana buat mojok, kok malah ditinggal?"
"Mojok apanya?, gue disana disuruh ngerjain hukuman dia untuk beresin buku-buku diperpus, terus ditinggal gitu aja. a***y banget tuh orang." Daila tersungut-sungut, karena Dafhin membuat emosinya memuncak.
"Wah gilak, lo dijadiin babu." Teriak Fita nyaring. Membuat semua pasang mata dikelas menatap bangku yang diduduki Daila dan teman-temanya. Tapi sepersekian detik berikutnya, mereka tak menatap lagi setelah Fita melotot tajam pada semuanya.
"Apa lo liat-liat? Minta dicolok hah?" Teriak Fita seperti toa, sangat keras.
"Sabar ya La." Ucap Bianca mencoba menenangkan Daila yang sudah berwajah kusut karena amarah itu.
"Hooh sabar, tapi bener-bener saking sabarnya, gue pengen makan orang." Teriak Daila menggebu-gebu.
"Nah, sekarang lo nyesel kan, nyeselkan, lo nembak dia." Ucap Mia pada Daila.
"Iya gue nyesel banget." Balas Daila dengan sinis. Daila tau jika ia sudah melakukan kesalahan besar dengan menjadikan seorang Dafhin pacarnya. Tapi plis deh, teman-temanya malah terus memojokan dia, ia tau dia menyesal, tapi mereka semakin membuatnya tambah menyesal.
"Ya udah putusin." Ucap Mia enteng.
"Ehh," Daila tertegun mendengar kata yang Mia lontarkan. "Tapi,"
"Tapi apa La? Lo nggak rela kan mutusin dia? Kalo iya, rasa suka lo ke dia jauh lebih besar dari pada penyesalan karena jadi pacarnya."
Daila terdiam mendengar penuturan Bianca.
"Nggak papa la, lo perjuangin aja dulu. Tapi kalo bener-bener nggak kuat jangan dipaksakan, lepasih aja oke." Tutur Bianca lagi.
Daila terdiam, mencerna setiap kata yang Bianca ucap kan. Sungguh hanya Biancalah satu-satunya teman yang dapat berfikir bijak, dan mengsuport apa yang Daila lakukan.
Nyatanya teman itu mendukung, bukan mementung. (Memukul)
"Perasaan suka gue udah ancur karena kelakuan dia." Ucap Daila pelan. Entahlah ia ragu apa ia masih akan mencintai Dafhin setelah apa yang dia lakukan terhadapnya sekarang ataupun nanti.
"Ck, liat dia kedipin elo, langsung netes-netes kali tuh air liur." Ucap Fita, membuat Daila melotot tak terima.
"Enggak,"
"Enggak salah yang ada." Sahut Mia, yang sepemikiran dengan Fita.
Daila berdecak, ia yakin kedua temanya itu tak akan mau mengalah, karena nyatanya mereka berdualah yang anti banget dengan Dafhin dan teman-temanya. "Au ah, gue ngantuk, capek pengen tidur."
"Ya udah sana tidur, mumpung lagi free class. Pak mamat anaknya lagi sakit soalnya." Ucap Bianca.
Daila mengangguk lalu mulai mencari pisisi nyaman untuk tidur. Jujur saja ia sudah mengantuk sedari tadi, mungkin karena ia sedang merasa lelah.
Daila melipat satu tanganya diatas meja untuk ia jadikan bantalan.
Matanya masih setengah terbuka tertutup sambil mendengarkan obrolan gosip ketiga temanya yang membahas update-an terbaru si lambe turah. Tapi lsma kelamaan Daila tak dapat menahan matanya untuk tidak terus terpejam.
Samar-samar Daila mendengar suara heboh teman-temanya lagi, tapi ini terdengar lebih banyak, sepertinya teman-temanya satu kelas lah yang bersuara. Dan yang ada sekarang Daila tak dapat membuka matanya untuk sekedar memastikan. Sedetik berikutnyapun ia sudah terlelap kealam bawah sadar.
Disisi lain, kelas Daila sekarang begitu ramai. Banyak suara grusak-grusuk dan bisikan-bisikan ria terdengar begitu jelas, ketika mereka melihat sosok pria yang begitu imposible datang kekelas mereka. Dan sekarang pria itu tengah berjalan santai menghampiri kursi salah satu gadis yang sedang menikmati alam mimpinya.
"Kak Dafhin, kak Rian, apa yang bisa dibantu?" Tanya Fita saat Dafhin dan teman-temanya menghampiri meja mereka.
Dafhin menatap sekilas wajah polos Daila yang sedang tertidur, sedangkan Rian langsung duduk begitu saja di kursi kosong disana.
"Lo minggir," ucap Dafhin masih dengan datarnya.
"Eh, tapi_"
"Gue bilang, minggir."
Fita menegug ludahnya kasar, ia merinding mendengar suara Dafhin, ia tak tau bagaimana Daila bisa tahan dengan suara Dafhin itu.
"I-iya kak." Fita buru-buru bangkit berdiri, dan beralih dikursi kosong yang lain. Dafhin begitu menakutkan, dan tak ada cara lain, selain menuruti kemauan orang itu.
Dafhin duduk dikursi bekas Fita tadi, tepatnya duduk disamping kursi Daila.
Dafhin menatap Daila yang tengah tertidur pulas itu Datar. Tanpa mereka semua sadari, Dafhin mengangkat sudut bibirnya sekilas, hanya sekilah, mungkin satu detik saja.
Dan bibir Dafhin itu terlihat seperti menyeringai? Oh entahlah, yang jelas bibir Dafhin tadi nampak seperti sedang menyeringai.
"Kayaknya, lo harus dihukum, karena udah tidur didepan gue." Guman Dafhin kecil, sangat kecil. Mungkin hanya ia sendiri yang mendengar suaranya.
Dafhin mengalihkan matanya, dan menatap seluruh penjuru kelas dengan tajam, karena apa, semua mata dikelas itu nampak meliriknya diam-diam.
Setelah semua mata itu tak menatapinya lagi. Dafhin mengeluarkan ponsel pintarnya dari saku celananya.
Ia lalu membuka salah satu aplikasi game yang ada diponselnya itu, PUBG.
*****
Tbc