Chapter 43 : Rencana Pamungkas

1875 Kata
“Jangan pergi kesana sendirian Pollen!” Teriak Freda kepada anak angkatnya Pollen yang sedang berlari-larian di pohon bersama saudara angkatnya Larion. “Apakah kita sungguh-sungguh melakukan ini Larion?” Tanya Pollen ragu-ragu setelah melanggar peraturan ibu angkatnya sendiri. Sambil terus lari dan melompat diatas pohon. Larion memegang pundak saudaranya itu disampingnya. “Tidak apa-apa. Seumur hidupmu kau belum pernah mengetahui bagaimana bentuk desa bukan?” Semenjak kecil, Pollen memang dilarang oleh Freda ataupun Urfinn untuk pergi ke desa Izia. Alasannya cukup simpel, mereka tidak ingin Pollen menjadi sasaran amarah warga desa, seperti dulu. Apalagi, wajah Pollen sangat mudah ditandai, bibir hitam, Luka bakar mencoret sebagian wajahnya. Dan mata berwarna putih tanpa pupil. Warga desa tak mungkin bisa melupakan tragedi itu. Namun Larion bersikeras untuk mengajak Pollen pergi bersamanya ke desa. Awalnya Urfinn menyuruh Larion saja karena ada urusan dengan desa, Urfinn mengusulkan untuk mengajak Pollen pergi ke desa bersama untuk menemaninya. Usulan itu tentu saja mendapat tentangan dari Urfinn, dia khawatir dengan keselamatan kedua anaknya itu. Tidak ada yang mengalah dari kedua kubu. Mereka bersikeras ingin mewujudkan keinginan masing-masing. Sudah 13 tahun lamanya Urfinn dan Freda merawat Pollen jauh di dalam hutan Izia. Tidak diketahui warga Izia. Karena status Urfinn yang seorang Malvirto, Kaum Izia tidak menaruh rasa curiga kepadanya. Bahkan, keberadaan Pollen mungkin sudah dianggap tidak ada. Sesekali, Tetua Drehalna pergi mengunjungi cucunya itu, memberikannya petuah-petuah dan nasehat. Kedatangan Tetua Drehalna selalu saja disambut baik oleh Pollen, dia adalah satu-satunya keluarga kandung yang tersisa bagi dirinya. “Lihat itu Pollen” Larion telah sampai di Desa Izia. Ini baru pertama kali bagi Pollen. Melihat kerumunan orang yang berjalan lalu lalang dengan sangat ramai, dan rumah-rumah berjejer bertumpukan. Diiringi oleh suara-suara orang-orang bercengkrama dengan sangat riuh. Pollen tidak pernah melihat ini sebelumnya. Perasaannya campur aduk, ini benar-benar sesuatu yang baru baginya. Namun, disisi lain, Pollen juga takut berpapasan langsung dengan mereka, dirinya tersakiti membawa luka bekas yang menempel di mukanya. Pollen menunduk, merasa tak percaya diri. “Pakai ini” Larion memberikan sebuah topi untuk menutupi kepalanya. Melindunginya dari pandangan orang-orang terhadap dirinya. Dengan senang hati Pollen pun memakainya. “Kau akan aman sekarang” Pollen dan Larion berjalan di tengah kerumunan. Banyak dari warga Izia yang mengenal Larion, secara selain sebagai anak dari Urfinn, Larion juga dikenal sebagai anak periang suka sekali membantu warga desa. Hingga akhirnya salah satu orang berpapasan dengan Larion menyapanya. “Hei Larion, tumben sekali kau berangkat pagi-pagi” sapa orang itu. “Ya, ayah memberiku tugas yang cukup penting dan sedikit mendadak makanya aku dipanggil kemari” balas Larion. Lalu orang itu sadar kalau Larion tidak sendirian, ia pun bertanya “Hei, siapa anak ini?” tanyanya dengan santai. “Bukan siapa-siapa kok, dia hanya temanku dari hutan” Namun, orang itu merasa sedikit ada yang janggal dengan teman yang dibawa Larion. Secara tiba-tiba, orang itu membuka topi yang dikenakan Pollen. Ia pun terkejut bukan main, mundur hingga terjatuh ke tanah. Matanya melihat dengan kengerian dan penuh kebencian, seperti melihat monster. “Ahh tidak ampuni aku. Dia adalah anak terkutuk!” Pria itu berteriak dengan sekuat tenaga. Mengundang seluruh warga untuk datang menghampirinya. Pollen pun terkejut tidak mengira akan mendapat reaksi semengerikan itu. Hingga akhirnya, Pollen pun berlari sekencang-kencangnya meninggalkan Larion sendirian. “Apa gemstone itu membuat para Ghoul bangkit kembali?” Tanya Gavin melihat dengan apa yang ada di hadapannya. “Aku baru tahu gemstone bisa melakukan hal semacam itu” Gavin menimpali merasa heran. Pada dasarnya. Gemstone adalah batuan serbaguna yang bisa digunakan untuk apa saja. Batuan ini menyimpan energi sihir yang sangat luar biasa di dalamnya. Namun, masih banyak orang yang belum paham bagaimana atau batuan apa itu sebenarnya. Mereka cuman menggunakan gemstone secara mentah-mentah, mengambil energi sihir sampai habis. Tanoa benar-benar mengetahui potensi terbesar dari sebuah gemstone.  “Itu bukan Gemstonenya Tuan. Ada banyak sekali jenis gemstone di dunia ini. Gemstone yang menyimpan energi sihir netral, dan gemstone yang menyimpan energi sihir elemental. Di Izia kebanyakan menggunakan Gemstone netral, jenis yang paling mudah untuk diolah dan dimanipulasi. Sedangkan, Gemstone yang dibawa monster itu merupakan gemstone dengan kandungan energi yang aku tidak tahu sebelumnya. Namun yang jelas, energi sihir yang memancar di dalamnya membawa pancara negatif yang sangat kentara. Benar-benar berbeda dengan yang selama ini aku kenal Tuan” ungkap Neville.  Awan mendung mengisi langit. Menjadi gelap gulita meskipun berada di tengah hari bolong. Pancaran-pancaran petir menggelegar ke segala penjuru lembah. Membuat gentar siapapun yang mendengarnya. Namun ada yang berbeda daripada mendung biasa. Hawanya sangat sesak penuh dengan timbal dan racun membuat hidung tersumbat.  “Apa yang kau lakukan Pollen” Aalina berteriak. Tubuh h Pollen yang terus mengembang dan berubah bak hewan yang bermetamorfosis terlihat begitu menyeramkan. Tanduknya yang lancip dan menjulang ke atas mirip seperti iblis terlahir dari api. Punggungnya membentuk sebuah sayap berwarna coklat sama seperti corak sihir pasir yang seringkali ia gunakan. “Nona, para Ghoul ini bergerak semakin cepat dan kuat daripada sebelumnya” teriak para prajurit yang kepayahan menghadapi para Ghoul yang bangkit kembali. Tidak hanya bertambah kuat, setiap serangan yang dihasilkan para Ghoul mempunyai aliran sihir di dalam tubuh mereka membuatnya sulit untuk dihindari. Hingga akhirnya, salah satu Prajurit tertusuk oleh cakar sang Ghoul terkena bagian perutnya. “Arrrgghhh…” Teriaknya kesakitan “Ini adalah jalan menuju kesempurnaanku Aalina. Dengan menggunakan gemstone, Armanites, dan sihir ciptaan Larion aku bisa mencapai kesempurnaan yang aku damba-dambakan seumur hidupku. Aku sudah muak hidup ditindas, diadili, dituduh oleh dosa yang tidak pernah aku buat. Aku ingin melenyapkan semua itu. Memulainya dari awal. Menciptakan kaum yang bebas dari hinaan dan prasangka. Apakah tujuan semulia itu kau tidak bisa mengerti Aalina” Ucap Pollen yang kembali terbang melayang ke udara dengan mengepakkan sayapnya berkulit penuh serat mirip seperti kulit kelelawar. “Tindakan mulia katamu? Apakah kau berpikir membunuh orang-orang tak bersalah yang kau ubah menjadi monster disini termasuk tindakan mulia? Aku tidak habis pikir dengan jalan pikiranmu Pollen. Balas dendam bukanlah satu-satunya jalan!” Tindakan Pollen yang mengidam-idamkan kesempurnaan dan terciptanya masyarakat yang sempurna adalah anggapan yang sangat naif menurut Aalina. Tidak ada sistem manapun di dunia ini yang bisa melakukan itu dengan mudah dan instan. “Ahahahahaahah. Apa kau berpikir berubahnya para Ghoul ini adalah tindakanku dan Larion? Aku sungguh sangat heran kenapa kau bisa mencalonkan dirimu menjadi Malvirto bila daya nalarmu serendah itu. Sekarang, Rasakan !” perkataan tersebut membuat Aalina sungguh bingung. Karena ia merasa kalau Pollen dan Larion adalah dalang dibalik semua kekacauan di hutan Izia. Dalam hati, Aalina bertanya. Kalau bukan dia dan Larion lalu siapa lagi?  Dari ketinggian, Pollen menghujamkan kembali sihir jarum pasir dari tengah-tengah udara menargetkan Aalina, dan Neville. Namun karena sudah bersiap-siap, mereka hendak meloncat dari tempat yang sekarang mereka pijak. “Tidak semudah itu” Pollen mengeluarkan sihir dari tanah, seperti pusaran pasir, menghisap segala sesuatu yang ada di dalamnya. Mencegah untuk mereka bergerak lebih jauh. Gavin, Aalina, dan Neville terjebak. Termasuk para Prajurit, Pusaran pasir itu makin lama makin besar mengisi seluruh lembah. “Tolong” teriak salah satu prajurit.  Neville dan Aalina tidak mempunyai waktu untuk menghindari hujan jarum pasir Pollen. Gavin pun kesulitan menggunakan sihir anginnya untuk bisa kabur lolos dari pusaran maut itu. Namun Neville tak hilang akal. Dia merapalkan sihir mantranya, mengeluarkan perisai matahari, sama seperti saat dia menahan panah milik Aalina. “Baiklah Tuan pelayan. Sampai kapan kau berpikir itu akan berhasil?”  Lontaran demi lontaran terus saja dikeluarkan oleh Pollen tak habis-habisnya. Seperti energi sihirnya memang tidak memiliki batas. Perisai Neville memang berhasil menahan serangan Pollen dan cengkraman para Ghoul yang terlihat kebal terhadap sihir Pollen. Sepertinya sihirnya cukup mampu membedakan mana kawan dan mana lawan.  Perisai Neville mampu melindungi semua orang yang ada di lembah itu. Termasuk para prajurit Izia. Namun, sihir Neville terbatas. Ia tidak mampu menahannya terlalu lama. Apalagi intensitas sihir yang ia terima sangatlah masif. “Kita harus memikirkan cara lain!” Teriak Neville terhadap Aalina. Sementara itu Gavin yang berada di dalam perisai. Mencoba menembakkan sihir listriknya ke arah Pollen yang berada di udara sambil berlenggak-lenggok menghindari serangan Gavin yang meskipun tampak lemah tak boleh diremehkan. Apalagi sihir seorang Raja berbeda daripada sihir orang biasa.  “Neville, Gavin, bisakah kau membantu para prajurit itu. Aku akan mengurus dia terlebih dahulu” ucap Aalina. Namun perintah Aalina membuat Neville dan Gavin bingung. “Apa yang kau rencanakan? Kita tidak bisa bergerak saat ini. Dan juga, aku tidak bisa menyerangnya bila tidak membuka perisai ini.” Sahut Neville. “Kalau begitu, buka saja perisaimu.” Kata-kata Aalina membuat Gavin, Neville dan semua prajurit yang ada disana kaget. Mereka pun berucap “Apa!” secara berbarengan benar-benar tidak mengerti jalan pikiran Aalina. “Sudah kubilang kalau aku punya rencana kan? Kita tidak punya rencana lain. Kalian harus menuruti usulku” Sahut Aalina… “Tapi rencanamu ini terlalu Gi*a Aalina. Aku tidak bisa begitu saja menyetujui rencanamu itu. Kau harus memberitahu semuanya kepadaku terlebih dahulu!” Lama-lama Neville merasa Gusar dengan perintah Aalina yang egois. “Neville. Kau bisa melakukan energi cahaya bukan?” Neville mengangguk. Karena secara teori seseorang tidak akan bisa mengeluarkan sihir matahari apabila tidak bisa mempelajari sihir cahaya terlebih dahulu. “Jika kau mendengar aba-abaku maka langsung tembakkan sihir cahayamu ke udara. Mengerti?” Neville pun terdiam. Dia masih belum sepenuhnya dengan rencana yang akan dilakukan Aalina. Namun itu lebih baik daripada tidak sama sekali.  Melihat mereka terlalu lama menahan diri mereka sendiri, Pollen yang berada di udara tak berhenti kehilangan akal. Setelah melontarkan ribuan jarum pasir ke arah kawanan itu. Tidak mungkin seseorang bisa memiliki energi sihir sebanyak itu menahan serangannya yang dahsyat. Dia pun menggunakan jurus pamungkasnya. Mengeluarkan tembok pasir yang bergerak dan sangat tinggi siap melumat habis kawanan itu rata dengan tanah. Karena posisi mereka yang masih bertahan terhisap dari bawah, terserang dari atas oleh jarum pasir. Tidak ada celah lagi bagi mereka untuk bisa keluar hidup-hidup. Ditambah lagi kawanan Ghoul yang menunggu mereka di luar perisai matahari Namun tiba-tiba, Neville membuka perisai sihirnya. Membuat celah antara Pollen dan kawanan itu bisa terluka dengan mudah. “Apa kalian bodoh? Aku bisa menyerang kalian dengan mudah bila seperti ini” ujar Pollen dengan angkuh. Pollen pun menerjunkan sihir jarum pasirnya. Namun kali ini terlihat berbeda. Berwarna merah dan besar dan sangat besar. “Neville, sekarang” bukannya berlari. Aalina dan kawanannya malah meloncat dengan sangat tinggi ke udara menghampiri jarum itu. Dan Neville. Mengangkat jarinya ke atas. Menembakkan sihir mataharinya mengenai awan yang berkabut berwarna hitam. “Apa yang kalian lakukan” tanya Pollen yang berada di udar keheranan. Langsung saja. Cuaca yang mendung dan tampak suram itu pun berubah menjadi cerah. Awan-awan hitam out bubar sensirinya kalah dengan cahaya yang dikeluarkan oleh sihir Neville. Sementara Para Ghoul yang berada di lembah juga ikut hangus berubah menjadi debu sama seperti sedia kala. Sihir jarum pasir berada tepat di hadapan kawanan itu saat ini. Tapi seketika, Aalina memandangi jarum itu dengan tajam, dan tiba-tiba secara pelan-pelan. Jarum itu berbalik arah. Merubah targernya ke arah Pollen. Orang yang membuat sihir itu sendiri. Entah apa yang sedang dilakukan Aalina. Namun matanya yang dihiasi oleh garis-garis merah benar-benar terlihat menakutkan. “Sudah cukup dengan ini semua Pollen. Kau sudah tamat” Jarum pasir itu melesat dengan cepat di udara, mengejar Pollen yang berlari-larian melayang menghindarinya. Dia pun berteriak “Tidak mungkin”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN