Langkah pelan terdengar dari aula kastil yang sepi. Langkah itu lama-kelamaan semakin mendekati kastil menghujung menuju kursi singgasana. Meskipun pelan, langkah kaki itu terdengar berpijak sangat kuat membuat orang yang mendengarnya menoleh ke arah suara itu berasal.
Di kastil hanya ada Neville yang sedang merenung duduk di samping jendela Dengan secangkir kopi hangat yang ia buat sendiri di dapur. Ia melihat ibukota ke arah taman Verdun yang diisi oleh bunga-bunga muda yang siap untuk mekar. Neville mengusap rambutnya kebalik telinga merapikannya sejenak terkena tiupan angin pagi. Neville menoleh ke kiri mendengar langkah Gavin yang baru saja bangun pagi sambil mengusap kedua matanya dengan jari-jari mungil
Neville tersenyum ke arah Gavin menyambutnya dengan hangat sambil berkata “selamat pagi Tuan muda. Apakah anda ingin segera melakukan sarapan?”.
Neville menyadari sesuatu, Gavin tidak biasanya merenung dipagi hari seperti ini. Biasanya sehabis bangun pagi Gavin akan selalu merengek meminta diantarkan s**u favoritnya. s**u buatan desa Holle yang terkenal di seluruh penjuru Falamuth. Bahkan ia terkadang bangun dengan terlihat sangat gembira dengan berlari lari sepanjang lorong kastil dan menyanyikan lagu Lullaby favoritnya.
Gavin tidak menjawab Tawaran Neville. Ia semakin cemas dengan kondisi Raja mudanya ini. Namun neville masih belum melakukan apa-apa. Ia hendak mengamati kelakuan Gavin. Ia takut merasa terlalu cemas kepada Gavin akan menyebabkan dirinya semakin terbebani dengan semua kondisi yang ada sekarang ini.
Gavin berjalan menuju meja sidang tempat kemarin pertemuan para bangsawan diadakan. Kepalanya menunduk- terlalu menunduk bahkan sampai-sampai Neville merasa lehernya akan sakit apabila berada di posisi seperti itu terus menerus. Neville yang tak tahan dengan kelakuan sang Raja akhirnya bangun dari kursinya, menyeruput kopinya dalam cangkir hingga habis tak tersisa, dan mengikuti Gavin dari belakang.
Neville merasa apabila Gavin sedang bermain-main dengannya, ia akan dengan senang hati mengikutinya. Disaat seperti ini hiburan dan kasih sayang memanglah hal yang patut Gavin terima.
Gavin yang mendengar langkah kaki menoleh kepalanya kebelakang setelah sebelumnya selalu menunduk. Ia melihat Neville yang sedang tersenyum memicingkan matanya dan merentangkan lengannya lebar-lebar sambil berkata “ada apa Tuanku ? Apakah kau ingin bantuan ?”. Gavin melihat ekspresi Neville seperti seorang badut acara pesta yang sedang menghibur anak kecil. Gavin memasang muka jijik dengan kelakuan walinya itu
Bukannya menghibur Gavin, tingkah neville membuat langkah Gavin semakin cepat. Neville yang heran menggaruk-garukkan kepalanya dan mengikuti langkah Gavin- namun kali ini justru lebih cepat dan berusaha menghadang Gavin dari depan. Neville berjalan menuju pintu rapat menghadang Gavin untuk masuk dan lalu ia berkata. Tangannya menyentuh pinggiran kusen kayu ruang sidang sambil berkata “ada apa Tuanku. Kenapa wajah anda terlihat masam dari tadi ? Apakah aku melakukan kesalahan ? Jika iya mohon katakanlah padaku Tuanku” kata Neville dengan muka memelas memohon Gavin memberinya jawaban
Langkah Gavin sejenak terhenti. Tampangnya berubah dengan mulutnya mulai meruncing ke bawah. Tangan kirinya menutupi kedua belah matanya seakan-akan untuk membuat Neville berpikir bahwa dia sedang baik-baik saja. Namun tentu saja Neville menyadari hal itu. Neville membiarkan Gavin menerobos masuk kedalam ruangan meja dan duduk disana.
Gavin menatapkan wajahnya ke meja. Mulai terdengar suara tangisan keras menderu-menderu keluar dari Gavin. Neville dengan lugas langsung menghampiri Gavin. Ia melihat air mata yang jatuh membatasi karpet hijau yang kemarin digunakan dan belum diganti hingga hari ini. Neville mengambil lap yang ada di sakunya, mencoba untuk mengangkat kepala Gavin dan mengusap air matanya- namun Gavin menolak dan bersikukuh menghadap meja mencoba menyembunyikan wajahnya yang mungkin terlihat menyedihkan di mata Neville. Tangan Neville yang hendak mengusap air mata Gavin masih berada di udara. Seakan-akan mencoba menangkap Gavin yang terlempar dari Langit
“huu... Andai-andai saja ayah masih ada disini. Aku mungkin tidak akan merasa terbebani oleh ini semua” Gavin kembali menangis dengan keras. Kali ini ia mengangkat kepalanya hingga ke atas langit-langit kastil. Tangannya yang semula-mula ada di meja ia gantungkan di udara.
Seketika Neville langsung memeluk Gavin dari depan. Tangisan haru tak dapat ia hindarkan lagi, kepalanya ia sandarkan ke d**a Gavin mencoba mengerti kesedihan yang ia alami. Ia mengerti kondisi sang Raja. Menjadi pemimpin di usia dini memang hal yang sangat tidak mungkin sebaik apapun anak itu. Rasa beban yang ia panggul jauh lebih berat ketimbang seorang kuli yang membawa karung beras seharian untuk anak istrinya. Yang jadi perbedaan adalah, Gavin membawa sekarung beras itu selama hidupnya untuk seluruh kerajaan Yagonia
“Tuan kau tidak sendirian” Neville yang ikut terisak mencoba menenangkan Gavin yang ia tahu memang sulit untuk ditenangkan.
“Menjadi seorang Raja memanglah pekerjaan berat. Namun kau tidak sendiri, ada aku disini, pelayan dan wali setiamu. Aku akan ikut menanggung beban itu bersamamu seberat dan sesulit apapun yang nanti kita hadapi. Aku yakin suatu saat kau akan menjadi Raja yang hebat yang mampu memimpin Falamuth dan mengembalikan kejayaannya”
“Kau tahu” Gavin menjawab perkataan Neville setelah terisak-isak menangis dengan cegukan yang masih terdengar.
“Perkataanmu justru tidak membuatku semakin tenang. Kau baru saja mengatakan tuntutan yang harus aku capai. Tuntutan yang kau mungkin tidak sengaja katakan itu semakin membuat bebanku bertambah dan membuatku semakin lelah. Aku tidak mendengar ini sekali saja, kemarin saat para bangsawan mengadakan rapat aku selalu mendengar jeritan mereka soal perang inilah, perang itulah, aku MUAK mendengar semua itu. Tak bisakah mereka menganggapku sebagai bocah berumur 12 tahun pada umumnya dan bukan seperti objek Raja agung yang mereka selalu harapkan. Apakah kalau aku tidak memenuhi ekspektasi mereka semua mereka berhenti memandangku sebagai Raja dan mulai menganggapku sebagai anak kecil ? Jika iya aku akan mulai bertingkah seperti itu dan tidak memperdulikan perkataan orang lan mereka sampaikan padaku” balas Gavin dengan lancar. Gavin yang sebelumnya berbicara sambil terisak sekarang mulai merasa tenang seolah-olah semua isi hatinya sudah ia luapkan saat itu juga.
Neville kaget dengan ucapan Gavin itu. Ia tidak mengira bahwa Gavin akan mengatakan hal semacam itu. Neville menundukkan kepalanya ke tanah dan menggerakkan kedua tangannya menyentuh lantai.
“Maafkan aku Tuanku. Aku minta maaf sebesar-besarnya. Akulah yang seharusnya menjadi sasaran amarah dan kesedihanmu bukan mereka para bangsawan. Aku terlalu egois memaksakan kehendakku untuk mengangkatmu menjadi Raja. Karena seperti yang kau tahu Tuanku, aku tidak pernah memutuskan sesuatu tanpa adanya alasan Tuanku. Aku—“ Gavin turun dari mejanya dan mengangkat kepala Neville.
“Sudah, sudah aku tidak perlu kau untuk menjelaskan apa alasanmu mengangkatku. Aku tidak ingin melihat kau yang kini menjadi waliku berlutut di hadapanku mengemis akan permohonan maaf. Aku tidak ingin melihat ini” Gavin menatap wajah Neville. Bulir-bulir air mata masih terlihat di pinggiran tangkai mata Neville. Ia mengusap mata Neville itu dengan jari basahnya.
Neville pun menuruti perintah Gavin dan berdiri. Ia mengusap kedua matanya dengan tisu yang hendak Ia basuh ke Gavin. Sungguh ironis.
“Maafkan aku Tuanku, aku bukanlah orang yang sempurna. Namun aku memiliki janji kepada ayahmu dan kerajaan ini. Aku akan mengabdi sepenuhnya kepadamu. Bahkan jika harus mengorbankan jiwa dan ragaku aku akan menyerahkannya hanya untuk membuatmu berhasil Tuanku. Tapi tolong, janganlah Anda berkata bahwa beban yang kau pikul itu hanya kau yang menanggungnya sendiri. Ada aku disini Tuanku aku tidak berharap terima kasih darimu—aku bahkan tidak pantas menerima terima kasihmu. Keberadaanku hanya akan membawa beban berat kepadamu. Tapi satu hal yang aku tidak bosan-bosan aku katakan padamu Tuanku. Aku akan bersumpah atas nama Dewa Matahari akan mempersembahkan jiwa dan ragaku untuk membantumu. Dan izinkan aku walimu ini untuk menjadi katrol yang mampu meringankan bebanmu Tuanku”
Gavin tersenyum mendengar perkataan Neville. Ia menyadari bahwa sosok Neville adalah sosok yang tepat untuk mendampinginya. Beban Gavin terasa terangkat dengan ucapan yang dikatakan mulut wali paling setianya itu. Gavin pun dengan tangkas memeluk Neville yang ada di hadapannya dan berkata
“Neville, satu hal yang tidak pernah aku sesali adalah bahwa kehadiranmu disini, bersamaku merupakan anugerah terbaik yang mungkin pernah Ayah dan dewa berikan kepadaku. Entah kenapa hanya mendengar ucapanmu tadi aku merasa kembali ceria” kata Gavin sambil memeluk pinggang Neville dengan erat seperti tak mau dilepaskan
Neville membalas pelukan itu dengan menaruh kedua lengannya ke bahu belakang Gavin. Situasi itu nampak sangat mengharukan. Neville menarik lengannya dan menatap wajah Gavin yang sedang tersenyum lebar dihadapannya. Senyuman lebar anak polos yang menanggung beban berat di pundaknya. Berkata dalam hati, Neville merasa harus melindungi senyuman itu apapun yang terjadi
“Neville, aku ingin kau berjanji satu hal kepadaku” tukas Gavin dengan senyuman meringis menampilkan gigi putih dewasanya yang telah tumbuh dengan sempurna
“Apa itu Tuanku ?” jawab Neville. Setengah penasaran karena ia menebak pasti Gavin akan mengelak dan mengalihkan topik pembicaraan dengan menanyakan dimana sarapan berada
“Kau tidak boleh meninggalkanku apapun yang terjadi” kata Gavin sambil sedikit tertawa kecil. Neville tidak akan mengira ia berkata seperti itu. Namun pada akhirnya ia kembali tersenyum.
“Aku tidak bisa menjanjikan itu Tuanku” jawab neville. Gavin memasang ekspresi kaget. Tangannya yang semula memegang kedua buah pundak Neville mengalihkannya kepada kedua belah pinggangnya
“Apa maksudmu itu ?” kata Gavin dengan nada yang ketus
“Aku akan berjanji tidak akan meninggalkanmu apabila kau sudah mandi, merapikan tempat tidurmu. Berganti pakain. Sarapan dengan omelet sayur,...,...” Gavin berbalik arah membelakangi Neville yang sedang berbicara. Ia hanya menggumam mengejek “nye..nye..nye...” setiap kata-kata yang disebutkan oleh Neville. Neville berjalan begitu cepat keluar dari ruangan
Neville langsung tertawa terbahak-bahak melihat tingkah Tuan mudanya yang semula menangis menderu-menderu menjadi berlagak tidak sopan seperti itu. Neville mencoba mengejar ketertinggalan dan menarik tangan Gavin. Namun Gavin yang sudah mengantisipasi itu mengelak tangan Neville dan berlari dari kejarannya sambil tertawa terbahak-bahak mengisi kekosongan seluruh lorong kastil yang sepi.ille pun akhirnya menghela nafasnya dan menaruh tangannya di d**a. Ia lega akhirnya semua berakhir baik-baik saja