11. Kuil Matahari

1504 Kata
Dalam perjalanan, Gavin dan Gilbart bertemu dengan Marioth yang sedang berjalan sendirian menuju sekolah. Walaupun dia termasuk keluarga kerajaan, setiap hari dia memang selalu meminta untuk bepergian sendiri. Sebab jika sendiri ia bebas bisa melakukan apapun selama di kota. Hal yang sangat sering ia lakukan saat dalam perjalanan menuju sekolah tentu saja membaca berita di papan pengumuman yang ada di balai. Marioth bisa saja menghabiskan waktunya berjam-jam hanya untuk melihat-lihat berita. Bahkan ia pernah suatu hari telat memasuki kelas karena terlalu lama membaca “Gavin, Gilbart, apa yang kalian lakukan disini? Bukankah jam masuk sudah akan selesai” Marioth yang memanggil Gavin dan Gilbart di seberang jalan. Merasa sahutannya tidak dihiraukan, Marioth pun menghampiri mereka berdua.  “Ayo sebaiknya kau ikut juga” ucap Gilbart “Ada apa ini? Apa kalian berencana untuk bolos masuk kelas?” “Ya, semacam itu” Gavin menimpali. Mendengar itu, Marioth malah tersenyum. Dia memegang pundak dua kawannya itu dan berkata “ Baiklah aku akan ikut. Aku tidak peduli alasan kalian pergi ke mana tapi yang jelas alasan untuk menghindari pak Alfred itu sudah cukup” “Baiklah terserah dirimu” Gavin menjawab. Akhirnya kawanan anak-anak itu berhasil berkumpul kabur bersama *** Gavin, Gilbart dan Marioth akhirnya sampai di luar gerbang kuil. Pagar yang terlapis oleh hijau zamrud membuat sulit dibedakan antara cat dengan tumbuhan. Pagar itu terlihat tertutup dengan rapi namun tidak ada tanda-tanda dikunci dengan rapat. Lagipula, kuil ini adalah situs umum. Siapapun boleh memasuki tempat ini tidak peduli status sosialnya.  Gilbart pun membuka perlahan-lahan gerbang dan mereka memasuki taman utama kuil. Saat dia hendak membuka, kawanan burung dara yang berkumpul di lantai memakan sisa-sisa biji berserakan di lantai langsung loncat ke udara kabur kesana kemari.  Mereka juga melihat di sebelah timur sungai terbentang sangat luas membuat siapa pun yang berada di atasnya akan menemui dirinya sendiri menatap balik. Pemukim danau juga terlihat berbaris rapi dengan paruh dan sayap putih mereka, mencari makanan-makanan kecil menunda lapar sebelum para biksu datang memberi mereka makanan untuk disantap.  Dan akhirnya di depan mereka, bangunan megah nan gagah serba hijau zamrud. Pilar-pilar dan lantai porselen tampak bersih terawat dengan baik. Namun itu hal yang wajar, para biksu tentu tidak bekerja apa-apa bila semuanya nampak kotor. Orang-orang akan mempertanyakan fungsi mereka di sini. Jalan menuju gedung itu dibantu oleh tangga-tangga besar yang tinggi. Melihatnya saja sudah membuat lelah Tanpa basa-basi, Gilbart melihat sekitar berjaga-jaga apabila ada seseorang memergokinya. Akan sangat kacau bila rencananya gagal. Taman dan gedung tampak sepi. Hanya suara burung dan bebek yang terdengar mengisi seluruh tempat. Gilbart tentu sudah memprediksikan hal ini. Biasanya di waktu seperti ini para biksu masih berkumpul di aula untuk beribadah berdoa bersama. Ibadah mereka berlangsung begitu lama dari matahari berada di atas kaki sampai berada di atas tombak. Melihat situasi sudah kondusif, ketiga anak itu pun berlari menaiki tangga. Memang cukup beresiko, namun itulah satu-satunya jalan memasuki perpustakaan Saat sudah berada di tiga perempat perjalanan tangga, Gavin berada di paling belakang dari gerombolan anak-anak itu. Ia sesekali berhenti dan memegangi lututnya sambil merintih menghela nafas. Gilbart dan Marioth yang menyadari itu ikut berhenti menunggu Gavin. Memang tangga-tangga itu sangatlah tinggi, apalagi untuk ukuran kaki anak berumur 12 tahun. “Tunggu aku” kata Gavin yang mencoba berdiri kembali sambil memegang pegangan yang berada di samping kiri dan kanan tangga. Gavin merasa pergerakan dua anak itu terlalu cepat membuatnya tidak mampu mengimbangi “Kau lama sekali. Apakah hanya ini kemampuan Sang Raja? Ayo cepat. Para biksu pengkhianat itu tak akan menyambut kita” Hingga akhirnya sampailah mereka berada di atas tangga. Ada 3 ruangan yang saling terhubung di depan mereka. Yang paling kiri adalah asrama para biksu, tengah aula tempat beribadah, kanan tempat perpustakaan. Gilbart langsung berlari menuju arah perpustakaan yang masih kosong tanpa pengunjung. Siapa juga yang mengunjungi perpustakaan di pagi-pagi buta Mereka memasuki ruangan itu. Perpustakaan tidak memiliki pintu atau gerbang atau semacamnya, semua orang bisa memasuki tempat itu kapan saja. Saat masuk, mereka melihat banyak lemari dan rak yang penuh dengan buku-buku dan teks tersortir dengan rapi. Rak-rak ini disusun dengan rapi membuat seseorang yang masuk ke dalamnya akan merasa berada di sebuah labirin tak berujung. Tujuannya bukan memberikan kesesatan namun pencerahan bagi orang yang melewatinya.  Tidak hanya rak. Di perpustakaan juga ada banyak meja-meja yang dipenuhi orang-orang yang masih tertidur di atasnya. Orang-orang ini tidak tampak seperti biksu namun lebih mirip seperti penyair dan ilmuwan. Kebanyakan dari mereka memakai kemeja rapi berwarna coklat dengan kacamata yang ditaruh di atas meja. Buku-buku yang mereka letakkan di meja hanya terbaca separuhnya tertiup angin berkali-kali namun tertahan oleh pena yang menghalangi tiap kertas untuk berpindah ke halaman selanjutnya Gilbart berjalan paling depan diikuti Gavin dan Marioth di belakangnya menghiraukan kehadiran orang-orang itu. Mereka berjalan pelan-pelan selangkah demi selangkah membuat mereka tidak terbangun. Sebenarnya tidak masalah juga para penyair itu melihat kawanan anak kecil itu, tidak ada larangan bagi siapapun untuk memasuki perpustakaan. Yang jadi masalah adalah mereka masih menggunakan seragam Bobshaw. Tidak ada orang yang tidak mengenali seragam berupa jubah panjang itu. Apalagi orang yang bermukim di ibukota. Orang yang melihat seragam itu pasti akan melaporkan ke otoritas setempat dan menangkap mereka karena bolos di pagi hari. Gilbart tidak mau rencananya gagal “Jadi ini tempatnya” Gilbart, Gavin dan Marioth tiba di ujung lorong perpustakaan. Di depannya ada sebuah balkon yang berhadapan langsung dengan aula yang ada di belakangnya. Karena atap aula yang berupa kaca-kaca transparan membuat matahari bisa masuk langsung ke dalam aula, dan orang-orang yang berada di atasnya juga bisa melihat kondisi aula itu.  “Apa yang akan kita lakukan selanjutnya Gilbart” Tanya Gavin merasa tindakannya sia-sia. Dia merasa Gilbart tak tahu apa yang sedang ia lakukan.  Gilbart menarik kertas yang ada di ranselnya. Dia membaca dengan seksama dan kemudian berkata “Jika memang teoriku benar. Maka ritual akan dilangsungkan hari ini. Kau lihat itu” Gavin menunjuk aula. Banyak orang sedang berkumpul menggunakan kain merah ciri khas biksu kuil matahari “Mereka akan melakukan ritual itu sekarang. Aku rasa kau akan aman Gavin. Mereka akan segera mencarimu di Bobshaw namun mereka tidak akan menemukannya. Siapa yang mengira orang yang mereka cari akan berada di tempat yang mereka tidak akan kira. Seperti tempat ini” Gavin menutup mukanya sendiri dengan telapak tangannya. Gilbart benar-benar bodoh. “Ada apa ini” suara seseorang di belakang mereka. Suara itu terdengar cempreng namun juga tidak terlalu keras. Mendengar itu, Gilbart panik dan segera berlari mencari benda yang cukup muat untuk menyembunyikan tubuhnya yang bongsor. Namun dengan ceroboh menghamburkan kertas-kertas yang ada di ranselnya membuatnya terjatuh di lantai berserakan.  Gavin dan Marioth dengan tenang berbalik ke arah suara itu dan menemukan sosok anak kecil, sepantaran dengan mereka muncul dari balik gerbang. Dia memakai kain merah sama seperti biksu tanpa terlihat satu helai rambut pun di kepalanya. Gavin berkata dalam hati, Dia pasti seorang biksu “Maafkan kami. Kami tidak bermaksud untuk mengacaukan apapun. Tapi aku hanya meminta satu permintaan terakhir. Tolong jangan bunuh Gavin. Dia temanku yang baik” kata Gilbart dengan nada ketakutan dan bergetar. bersembunyi di balik meja sambil mengintip di sela-sela kayu melihat sosok biksu mungil itu menemui dirinya.  Mendengar itu biksu kecil itu hanya tersenyum sambil merentangkan tangannya, berjalan mendekat dengan langkah yang perlahan-lahan sambil berkata “sudah terlambat. Tidak hanya nyawa dia, nyawa kalian semua sudah terancam” Gavin yang awalnya tenang ikut menjadi sedikit panik dan khawatir. Gelagat bocah biksu itu yang tersenyum tanpa terlihat keraguan sedikitpun di balik bibirnya yang tipis. Gavin melakukan ancang-ancang sambil memegang tangan Marioth bersiap untuk kabur bersama apabila ada seseorang yang datang dari balik ruangan berlari menyergapnya.  Marioth pun ikut menggenggam erat tangan Gavin, walaupun nampak tenang, Marioth adalah orang yang paling panik di sini. Di dalam pikirannya dia selalu berpikiran bahwa nyawanya akan habis bersama yang lain. Namun Marioth sangat pintar menyembunyikan ekspresi wajahnya. Gavin pun pasti mengira bahwa Marioth menganggap ini semua hanyalah omong kosong dan tak perlu dianggap serius. Melihat wajah Marioth yang tenang membuatnya ikut menjadi sedikit tenang ketimbang sebelumnya. Marioth menatap wajah Gavin dan menganggukkan kepalanya pelan-pelan hendak merencanakan sesuatu. Namun Gavin tidak tahu apa yang sedang Marioth maksud “Darimana kau mendapatkan kertas itu? Beberapa hari ini aku mencarinya dan rupanya itu ada pada dirimu. Aku tidak bisa mengira hukuman apa yang kalian dapatkan karena mencuri benda berharga seperti itu” ucap anak berkepala plontos tadi.  Gilbart mulai memungut kertas-kertas itu ke dalam ranselnya dengan cepat dan kikuk. Namun ia tak memalingkan pandangannya dari bocah botak itu. Ia menatapnya dengan sangat tajam memperhatikannya bila ia hendak melakukan sesuatu yang berbahaya.  Tidak ada yang bisa Gavin, Gilbart, maupun Marioth lakukan saat ini. Mereka belum mempelajari sihir sama sekali ataupun cara untuk bertarung. Satu-satunya jalan bagi mereka saat ini hanyalah kabur. Namun kabur juga bukan merupakan opsi yang bagus. Tidak ada jalan keluar lain selain gerbang menuju perpustakaan. Bila mereka meloncat dari atas balkon juga tidak mungkin karena jaraknya sangat tinggi jika tanpa kekuatan sihir. Gavin dan Marioth tetap siap siaga mencegah segala kemungkinan yang berbahaya ada “Tamatlah Kalian” ucap bocah itu dengan senyuman sinis
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN