“Dilihat dengan secara kasat mata. Jumlah kalian melebihi diriku. Tentu saja akan sangat mudah bagiku untuk kalah bukan?” ucap Larion tak puas dengan pertarungan yang mereka jalani sekarang. Berhadapan dengan seorang Malvirto, kepala penjaga, dan tentu saja Panglima besar Yagonia. Benar-benar tidak imbang.
“Keluarkan saja semua sekutumu. Aku akan langsung menumbangkannya disini.” Balas Baroth dengan sombong, menodong Larion tajam dengan bilah pedangnya. “Jangan bodoh, kita saja belum tentu bisa mengalahkannya sendirian” Teriak Gert memperingatinya agar tidak terlalu sembrono. “Aku tidak peduli. Kirimkan saja 100 orang sama sepertimu, maka aku akan menebas kalian semua secara bersamaan” keangkuhan Baroth memang tak tertandingi membuat Aalina dan Gert kesal dengan ucapannya
“Hahaha, sebaiknya kau mendengarkan dia. Aku tidak ingin kau berteriak memohon nyawamu agar aku ampuni.” Balas Larion kembali. Namun tanpa basa-basi, Baroth berusaha langsung melesat menghujamkan pedangnya menyerang ke tubuh Larion.
Baroth tidak hanya menguasai ilmu bertarung yang tinggi, ja juga menguasai ilmu sihir dan ketahanan sihir. Dalam masa latihannya dulu, menahan sihir adalah kegiatan sehari-hari yang dilakukan oleh para cadet. Banyak dari mereka yang gagal dalam melakukan proses pelatihan, namun Baroth, satu-satunya Cadet yang unggul dalam melakukan itu. Saat melakukan pelatihan yang menggabungkan kekuatan sihir dengan fisiknya, Baroth juga dengan mudah berhasil dan melakukan ujian itu dengan mudah. Entah memang karena dia memiliki dua darah yang membuatnya sempurna dalam melakukan sihir dan pertarungan, tapi Baroth seolah-olah tak memiliki celah dalam melakukan pertarungan, apapun medannya. Seolah-olah dia memang dilahirkan untuk bertarung.
Baroth meloncat, dengan bilah pedangnya yang tajam dia menyabet tubuh ular milik Larion yang melilit tubuhnya. “Apa yang kau lakukan?” sebut Larion tidak paham. Karena, dia menargetkan musuh yang salah. Dia tidak seharusnya menyerang ular itu, karena akan dengan mudah beregenerasi. Dan tentu saja, setelah ular itu disabet, ia beregenerasi kembali. “Apakah sudah kubilang kalau apa yang kau lakukan itu percuma saja?” Sahut Larion merasa angkuh.
Namun Baroth hanya tersenyum, seolah-olah Larion tidak paham apa yang dia baru saja lakukan. “Aku tidak menyerang ularmu,” balas Baroth menyengir kan mukanya. “Lihat seluruh tubuhmu.” Larion melihat kebawah, terlihat tangannya terdapat banyak bintik-bintik hitam lingkaran memenuhi kulitnya. Bintik-bintik itu menyebar dan merambat dengan sangat cepat, membuat Larion sendiri menjadi ketakutan atas apa yang terjadi dengan dirinya. “Apa yang kau lakukan!” teriak Larion panik.
Kau rasakan itu terlebih dahulu. Guratan cahaya berwarna putih meledak dari seluruh tubuh Larion, cahaya itu membentuk panjang dan tegas, seperti sayatan. Tidak hanya menyerang tubuh fisik Larion namun juga inti sihir di dalam dirinya. Melukainya hingga membuatnya berteriak kesakitan. Ular-ular yang melilit tubuhnya menghilang. Berganti dengan onggokan sihir berbentuk silinder jatuh ke tanah. Larion berhenti berteriak sambil dibarengi dengan ledakan yang juga ikut berhenti. Aalina dan Gert tidak paham apa yang baru saja dilakukan Baroth, namun itu sepertinya memang efektif untuk dilakukan sampai membuat Larion tunduk terperangah. Larion jatuh ke tanah, tanpa menunjukkan kalau dia akan menyerah.
“Siapa dia sebenarnya?” tanya Aalina yang masih dengan wujud perinya berusaha menyerang Larion mencari celah kosong. “Dia adalah Baroth, anak dari Kakakku dan suku Barbar, keponakanku” Jawab Gert, dia menoleh ke arah Aalina, tidak sadar kalau dia sedang berada dalam wujud peri dengan aliran energi sihir mengalir deras menakutkan. “Tunggu, sejak kapan kau berada dalam wujud itu?” Tanya Gert kebingungan.
“Aku sudah seperti ini sejak tadi, aku kesulitan untuk menyerang Larion gara-gara orang itu. Namun setelah melihatnya bertarung, aku merasa perubahanku sia-sia. Dia bisa saja mengalahkannya sendirian tanpa bantuan kita.” Jawab Aalina. “Tunggu, kau bilang dia adalah anak Kasuku, apakah dia adalah ‘Baroth’ yang itu?” Aalina baru menyadari, sosok yang ia lihat di depannya adalah seorang legenda.
“Ya, aku tahu. Meskipun dia tak mengenaliku namun aku masih mengingatnya. Memiliki orang tua yang sangat penting di masing-masing suku. Dan terlahir pada saat yang tragis, perang antar dua negara membuat Baroth tampaknya tumbuh menjadi prajurit yang sangat kuat. Entah memang karena dia ditakdirkan menjadi prajurit terkuat atau semacamnya, namun kita juga tidak boleh gegabah. Dia masih bisa membutuhkan bantuan kita. Dia tidak mengenal Larion sama seperti kita, Kita yang pernah mengalahkan dia waktu itu, menyeretnya ke neraka yang dia buat, kita akan melakukan itu sekali lagi mesti itu jalan yang runtuh berdarah-darah” ucap Gert mencoba memberikan Aalina sebuah nasehat. Mendengar ucapan Gert tadi membuat Aalina mengingat atas kejadian beberapa tahun yang lalu, tentang ayahnya dan pengorbanannya. Itu semua tidak akan terjadi bila bukan Larion yang menyebabkan semua ini terjadi.
“Sekarang, terima ini!” Baroth melompat ke arah Larion tidak memberikannya perlawanan sedikitpun. Sementara Larion yang masih terkapar di tanah tidak berbuat apa-apa. Tidak menghindar ataupun mencoba berguling. Dia terlihat terkena serangan cukup fatal membuat cederanya tak bisa menggerakkan keseluruhan badannya. Perut Larion tertusuk oleh pedang Baroth.
Namun bukannya mengeluarkan darah, tubuh Larion malah berubah menjadi semacam abu dan menghilang terkena sapuan angin. “Apa kau pikir serangan semacam itu cukup untuk mengalahkanku?” tanpa disadari Larion sudah berada di balik tubuh Baroth, mengucap tepat di dekat telinganya. Terasa angin yang keluar dari mulutnya, membuat gendang telinga Baroth geli. Baroth dengan sigap langsung meloncat ke depan. Menyabet tubuh Larion, namun saat dia berhasil menebasnya, tubuhnya berubah menjadi semacam angin. Ilusi, seperti menebas bayangan diri sendiri di dalam genangan air.
“Apa yang terjadi? Teriak semua orang yang melihat kejadian itu. Tak percaya dengan apa yang bisa dilakukan Larion. Sungguh teknik sihir kompleks tak mungkin bisa dilakukan oleh penyihir sembarangan. “Apa kalian kira aku selama ini hanya berdiam diri di Gua Falkreth?” balas Larion yang kini berada di atas gedung. Dengan wujud yang sama saat Baroth menebasnya. Lengkap dengan ular yang melilit lehernya. Baroth kesal, menggeramkan giginya. Merasa serangan yang ia hasilkan tadi sia-sia dan tak berhasil.
“Saat aku berada di dalam Gua. Banyak orang yang membantuku. Salah satunya adalah Tetua Drehalna. Dia merupakan orang yang diam-diam membimbingku selama ini” ucap Larion dengan santai seperti tak terjadi apa-apa. “ Cepat turun disini dasar pengecut!” Seru Baroth yang masih kesal dengan tadi. “Kumohon sabarlah ‘saudaraku’ aku tidak sedang mencoba berbicara denganmu. Namun dengan saudariku di sebelah sini” Larion menunjuk Aalina dengan perubahannya mengalihkan perhatian Baroth yang juga baru sadar dengan bentuk itu sejak tadi.
“Apakah kau tahu kalau Tetua Drehalna adalah orang yang mengorkestrasikan semua rentetan yang terjadi kepada hidup kita saat ini?” ucap Larion sepertinya mengetahui sesuatu tentang rahasia Tetua Drehalna. “Apa maksudmu?” tanya Aalina tak paham.
“Pertama-pertama. Aku ingin kau untuk mempercayai segala perkataanku saat ini. Karena ini semua adalah kebenaran yang tak bisa kau bantah. Dan kedua, kau perlu mendengarkan secara seksama. Karena ini mungkin bisa mengguncangkan hatimu” ucap Larion memberikan Aalina peringatan.
“Halah omong kosong!” Baroth melompat menghampiri Larion yang bertengger diatas gedung. Namun saat Baroth sudah sampai di hadapannya, Dengan mudah Larion menggunakan sihirnya untuk memukul Baroth kembali ke tempat asalnya. “Bukankah sudah kubilang untuk mendengarkan secara seksama?” Aalina kaget dengan itu, kalau Larion bisa dengan mudah menampar Baroth dengan satu kali serangan, kenapa dia tidak melakukannya sejak tadi? Ada kemungkinan Larion hanya mengulur waktu dan tidak mengeluarkan kekuatannya secara penuh.
“Aku harus bilang, kalau Tetua Drehalna sebenarnya adalah ibu kita.” Aalina dan Gert sama sekali tidak paham dengan ucapan Larion itu. “Bukan berarti kalau kita berdua lahir dari Tertua Drehalna, tidak. Ibu kita dan Tetua Drehalna adalah orang yang sama, memiliki jiwa yang sama. Dan mereka berdua adalah jelmaan Dewi Matahari yang turun ke bumi.” Tiba-tiba Aalina teringat, kalau patung Dewi Matahari yang ada di balai desa benar-benar mirip dengan ibunya yang ia kenal. Dia hanya tidak pernah benar-benar menyadarinya. Namun perkataan Larion masih sulit ia percaya dengan mudah.
“Aku tidak bisa menceritakan tentang bagaimana proses dia melakukan seluruh rencananya. Namun yang jelas tujuannya adalah untuk kembali ke alam kahyangan. Memanfaatkan segala yang ia punya untuk dikorbankan. Tak peduli kalau itu adalah orang tak berdosa, ibu kita, atau bahkan anaknya sendiri. Aku dan Pollen sudah mengetahui rencananya sejak lama, dan kami selama itu juga pura-pura untuk menjalani rencananya bersama. Semua terjadi begitu lancar hingga aku bertemu wanita itu. Wanita yang membuatku menjadi lebih kuat seperti sekarang ini” Aalina Tidak tahu siapa wanita yang Larion masuk. Namun hal itu membuat Baroth berdiri dari tanah setelah dipukul dengan dahsyat oleh Larion. Sepertinya itu memang perempuan berjubah hitam sama seperti yang membunuh Raja Galliard.
“Jika Tetua Drehalna mengajarkanku tentang buku kahyangan berisi serba-serbi Armanites, maka wanita itu, Arleth, mengajariku sesuatu yang lain. Sesuatu tentang menjadi lebih baik dan lebih sempurna seperti yang aku dan Pollen idam-idamkan selama ini. Pengetahuannya tentang sihir benar-benar tidak pernah aku bayangkan sebelumnya. Hampir seperti kalau dia adalah seseorang yang berasal dari dunia lain. Datang ke sini untuk menuntunku. Untuk selamanya aku akan mengabdi padanya.” Kata Larion. Hal itu tentu saja membuat Baroth bergidik, karena itu tentu saja orang yang sama yang membunuh Rajanya.
“Jangan bilang kau terlibat dengan kematian Raja Galliard.” Gusar Baroth menggeru-geru. “Maaf karena mengecewakanmu. Namun saat mereka bertempur di pantai timur. Aku tidak ikut, aku sedang sibuk mengutak-atik Armanites ku di gua Falkreth”. Jawab Larion yang lompat turun ke bawah gedung.
“Mengapa kau bergabung dengan wanita itu Larion? Kau masih memiliki kesempatan hidup normal bersama dengan kami” teriak Aalina sekali lagi mengajak kakaknya itu kembali bersama mereka di hutan Izia bersama-sama
“Begini Aalina. Apa kau pikir usahaku untuk mengembalikan ibu kembali hanya karena aku merasa bersalah dan ingin mengembalikan semuanya seperti awal? Tidak Aalina. Tujuanku untuk memanggil ibu kembali adalah untuk mengambil jiwanya, sosok Dewi Matahari aku membutuhkan jiwa itu agar kami menjadi lebih kuat daripada sebelumnya. Aku tidak bisa menggunakan jiwa nenek tua itu saja, walaupun aku memang akan menggunakan dia pada akhirnya namun itu tidak cukup. Jiwanya sudah rusak, termakan oleh ketamakan dan kebengisan selama berada di dunia. Benar-benar tidak mencerminkan sosok dewi matahari yang suci seperti yang kita bayangkan.” Ucapan Larion membuat Aalina melinangkan air matanya entah sejak kapan Larion berubah menjadi sosok seperti itu. Benar-benar sosok berbeda yang tidak pernah ia kenal.
“Aku berpura-pura cukup lama kepada Tetua Drehalna sampai dia benar-benar mempercayaiku. Mungkin sekarang waktunya” dentuman besar, terdengar sangat dahsyat di arah Gua Falkreth. Membuat Aalina dan semuanya yang tersisa ada disana mendengar dentuman itu dengan sangat jelas dan nyaring. Baroth khawatir, karena kemungkinan besar Neville dan Gavin berada disana. “Apa yang kau lakukan!” Baroth berteriak tak tahan dengan situasi ini.
“Aku hanya sedikit menyabotase alat pemindahan jiwa miliknya. Kau tahu, dia ingin untuk kembali pulang ke kahyangan. Maksudku, bukankah membunuhnya adalah cara yang paling tepat untuk memindahkannya ke kahyangan kan” seraya Larion berbicara, tubuhnya bergejolak dengan kadar dengan sendirinya. Serasa ada sesuatu dari dalam.
“Aku menggunakan dentuman itu sebagai pertanda aba-abaku. Dan sepertinya sekarang aku harus memanggil teman-temanku kembali.” Dari belakang, terdengar suara auman dan raungan yang sangat luas dan masif, Baroth, Aalina, dan Gert membalik badan mereka. Mencoba melihat apa yang terjadi, dan yang ia lihat adalah sosok Ghoul dengan jumlah yang sangat masif. Terlihat hampir seluruh desa adalah korbannya kali ini. Siap menyerang dan mengepung pasukan Aalina dengan sangat ganas.
Disana terlihat seseorang yang memakai seragam khas prajurit Izia menjadi korban. Dan juga, Ghoul yang memakai baju minim mirip seperti wanita. Namun semua wajah mereka sama, tak dapat dikenali. Aalina prihatin dan merasa empati dengan nasib yang mereka hadapi. Tubuh mereka tidak seperti Ghoul yang sebelumnya mereka lawan di lembah Grouser. Dengan kulit berwarna biru dan sangat tebal membuat besi saja mungkin kesulitan untuk menembus atau menggores kulit mereka.
Baroth tidak merasa takut sedikit pun, ia merasa bahwa mereka sama saja dengan yang ia lawan saat berada di gua. Hanya memiliki perbedaan kecil membuatnya tidak merasa gentar ataupun was-was. Dia merasa bisa mengalahkannya dalam sekejap menggunakan jurus pamungkasnya. Namun dia dilema harus menggunakannya pada siapa, karena jima ia menggunakan jurus pamungkas itu kepada para Ghoul, dia tidak bisa melakukannya kepada Larion. Orang yang tampaknya menjadi musuh utama mereka disini.
Sementara Gert, mengamati Larion dengan seksama. Ia melihat proses perubahan Larion yang terlihat menakutkan. Dari tangannya tumbuh tulang yang terpencar menjadi dua. Kepalanya tumbuh tanduk baik di sisi kiri dan kanan. Matanya berubah menjadi mengecil seperti mata iblis yang menemukan musuhnya. Hawa disekitarnya juga terasa sangat sesak, membuat jalur pernafasan cukup sulit untuk dihirup. Gert tidak tahu itu memang pengaruh sihir Larion atau memang ia saja yang sangat ketakutan sehingga tubuhnya tersugesti kalau ia berada dalam situasi berbahaya.
“Baiklah. Sekarang semuanya sudah siap. Aku tidak akan menunggu terlalu lama lagi. Aku akan membunuh kalian dalam sekejap.” Ucap Larion yang meloncat terbang mengepakkan sayapnya.