Mulai Nakal

1681 Kata
Perlahan kepala Jelita terangkat dan memberanikan diri menoleh ke arah sumber suara, kini gadis itu bagai melihat dua sosok pangeran tampan tengah berdiri di tengah-tengah pintu rumah kumuhnya itu. Satunya seorang pangeran dengan senyum yang sangat mempesona dengan satu tangkai mawar di tangan kanannya. Satunya lagi satu pangeran berwajah dingin yang menyeramkan yang beberapa waktu lalu dijodohkan dengannya. "Ternyata memang benar dia pengirimannya. Tapi lihat wajah itu sungguh menakutkan, dan siapa pria yang satunya lagi? Dia sungguh sangat tampan." Batin Jelita. "Aku hanya bercanda saja, lagi pula aku tidak memiliki tempat untuk membuka usaha di sini. Nggak mungkin kan aku menggantikan rusun ayam ku hanya untuk aku jadikan lapak jualan dadakan." Bantah Jelita yang langsung mengalihkan pandangannya kembali ke barang-barang yang ada di hadapannya. "Merusak mood orang saja, jadi nggak bisa melihat pangeran tampan kan jadinya." Jelita membatin lagi karena tidak bisa menikmati lagi ketampanan pria yang ada di sebelah calon suaminya itu. "Baguslah kalau kamu menyadari hal itu." Ucap ketus Kenzo sementara Arka hanya jadi tim pendengar setia pembicaraan mereka saja. "Kamu ngapain diem disini? Sudah masuk sana, berikan itu bunga mawar untuknya!" Perintah Kenzo kemudian pada Arka. "Lah tuan rumahnya saja belum mempersilahkan kita masuk. Masak aku mau nyelonong masuk begitu saja." Jawab Arka setengah berbisik tapi masih jelas terdengar di telinga Jelita yang tetap bersikap cuek. Namun belum sempat menjawab seseorang sudah keluar dari balik gorden lusuh di belakang Jelita. "Astaga ada tamu ternyata, kamu kenapa nggak suruh calon suami mu masuk nak." Tegur Rukyah pada putrinya dan langsung mendekat ke arah dua pria tampan di pintu sana, namun lagi-lagi Jelita hanya bersikap acuh dan melanjutkan kesibukannya. "Silahkan masuk nak, maaf ini ruangan masih berantakan karena paket yang nak Kenzo kirimkan." Lanjut Rukyah seraya menyingkirkan beberapa kotak dan tas-tas berbahan kertas yang ada di atas kursi bambunya. Sebelum duduk Kenzo menyalami tangan calon mertuanya itu di ikuti Arka. "Kalian duduk saja dulu di sini. Ibu buatkan minuman." Ucap Rukyah. "Tidak usah repot-repot Bu, kami hanya sebentar saja di sini." Cegah Kenzo dengan cepat. "Owalah serius nak nggak mau minum dulu?" Rukyah memastikan. "Ya Bu tidak perlu repot-repot, karena kami hanya mampir sebentar, ada kerjaan yang sudah menunggu." Kenzo meyakinkan. Sementara Arka hanya melempar senyumnya pada calon ibu mertua bosnya itu. "Kalau begitu ibu tinggal dulu ke belakang, kalian ngobrol saja dulu." Pamit Rukyah yang kini berjalan mendekati putrinya itu. "Kamu jangan diam saja itu diajak ngobrol juga nak Kenzo nya, jangan dicuekin. Sudah menerima pemberian orang ya harus menerima orangnya juga!" Pesan Rukyah penuh penekanan. Jelita mendongak, "Ya Bu." Jawabnya singkat. Setelah wanita itu pergi Arka pun bangun dari duduknya dan mendekati Jelita. "Ini untukmu dari tuan mudaku nona muda!" ucap pria tampan itu seraya menyodorkan bunga mawar itu di hadapan gadis berambut Dora itu. "Pantas saja dia memanggilnya si burik ternyata kamu memang benar-benar gadis SMA yang tak bisa merawat diri. Tapi kalau di perhatikan sebenarnya kamu cantik juga." Lanjut Arka dalam hati yang sedikit memberikan pujian. Arka mulai memperhatikan penampilan Jelita yang tengah duduk dan menatap dirinya itu dari atas sampai bawah. "Sudah cepat ambil bunganya!" Ucap sinis Kenzo dengan wajah yang menghadap ke sembarang arah. "Astaga pelit amat sih ngasik bunga cuma satu biji doang padahal bunga kan murah, pakai suruh orang lain lagi yang ngasik. Sok jual mahal banget sih." Gerutu Jelita dalam hati seraya mengambil bunga itu dengan sedikit gerakan kasar. "Wah sepertinya ada roman-roman kecemburuan sosial di sini!" Celetuk Arka seraya menyunggingkan bibirnya. "Nggak usah banyak ceramah kamu, cepat kembali ke sini!" Perintah Kenzo kini pada asistennya itu. "Kalau begitu bisa saya tinggal sebentar tuan muda, saya harus memasukkan barang-barang ini dulu ke kamar!" Izin Jelita yang kini ikut memanggil Kenzo dengan sebutan tuan muda, jujur ia juga tak tahu harus membicarakan apa dengan dua pria itu. "Biarku bantu!" Kenzo menawarkan diri yang langsung mendapatkan tatapan penuh tanda tanya dari Arka dan Kenzo hanya memberikan kedipan sebelah mata untuk asistennya itu. "Gila, dia sudah kehabisan obat atau gimana, baru juga berkunjung kedua kali sudah mau main ikut ke kamar anak gadis orang! Nggak takut digorok oleh bapaknya itu anak?" Batin Arka yang merasa heran. "Jangan berpikir yang macam-macam, aku tau isi otak minus mu itu. Aku hanya ingin berbicara berdua dengan bocah burik itu." Desis Kenzo yang mengerti arti tatapan Arka yang langsung disambut dengan cengiran kuda oleh Arka. "Tidak perlu tuan, saya bisa sendiri." Tolak Jelita yang kini merasa takut, "mau ngapain dia ikut ke kamar ku?" Lanjutnya dalam hati, entah kenapa otaknya malah berpikir terlalu jauh saat ini untuk pertama kalinya. "Aku tidak menerima penolakan!" Ucap tegas Kenzo yang kini menghampiri Jelita. Raut wajah gadis itu langsung berubah sedikit pucat dengan debaran jantung yang tak menentu. Ia mengangkat barang-barang yang sudah ia susun dan bangkit dari duduknya tak lupa tangkai mawar itu ia letakkan di paling atas susunan kotak yang di bawanya. "Biar ku bantu." Ucap Kenzo yang sudah berdiri di sampingnya seraya meraih tangkai mawar itu yang langsung membuat Jelita mendengus kesal. "Aku kira dia akan membantu membawa barang ini taunya cuma ambil mawar sebiji itu saja." Gerutunya dalam hati dan langsung menghentakkan kakinya melangkah menuju kamar yang ada di balik gorden berwarna hijau botol yang sudah terlihat memudar itu. Kamar Jelita terletak di kiri ruang depan itu namun sedikit tersembunyi di samping dinding dapur jadi ketika berjalan ke sana seperti tengah memasuki gang yang sangat kecil untuk sampai di pintu yang ada di ujung dinding rumahnya. "Kenapa kita seperti sedang memasuki sebuah gua saja." Protes Kenzo yang mulai sedikit pengap melewati ruangan itu. "Ya namanya juga rumah pas-pasan tuan, masih syukur ada tempat untuk tinggal." Jawab Jelita dengan santai. "Dasar orang kaya sombong. Baru lewat lorong saja sudah bilang memasuki gua." Lanjutnya memaki dalam hati. "Yakin nih mama mau kita akad nikah di sini? Ya ampun nggak mungkin kan aku di suruh malam pertama di gua begini." Celetuk Kenzo yang kini tengah berpura-pura merasa tak suka dan merasa ngeri sendiri, jelas lah pernikahan mereka akan dilangsungkan di gedung mewah nantinya karena akan banyak tamu undangan. Jelita langsung menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamarnya, ia membalik badan dan tepat berdiri di hadapan pria menjengkelkan itu. "Ya kalau nggak mau, tinggal di batalkan saja." Saut Jelita dengan wajah kesalnya lalu meninggalkan Kenzo masuk ke dalam kamarnya, meletakkan barang-barang di sudut kamar yang berukuran kecil itu. Kalau di bandingkan mungkin ini kamar hanya setengah dari luas kamar mandi yang ada di kamar Kenzo. Kenzo pun mengikuti Jelita dan betapa terkejutnya ia melihat ukuran kamar itu, bahkan hanya sekali melihat saja semua sudut ruangan sudah nampak di depan mata tak perlu susah menyapu pandangan ke segala arah. Hanya ada satu kasur kecil di sana yang tergeletak begitu saja di lantai, kasur yang hanya muat untuk berbaring satu orang saja dan di seberangnya menempel di tembok satu lemari berukuran kecil dengan susunan buku di atasnya. Hanya itu saja isi kamar itu, namun kamar itu tertata rapi dan bahkan terlihat bersih serta harum. Jadi di dalamnya tidak terasa pengap dan sumpek. "Kamu yakin semua barang yang aku berikan akan muat di sini?" Ucap Kenzo dengan keraguan di wajahnya yang begitu meremehkan. "Ya kalau nggak muat nanti aku sumbangkan ke tetangga." Celetuk sinis Jelita yang tak terima dirinya seakan di rendahkan saja, tapi memang kenyataan yang Kenzo ucapkan benar adanya. Mendengar celetukan pedas itu Kenzo langsung mendekati gadis mungil itu. "Berani sekali kamu berkata seperti itu. Untuk selanjutnya kamu harus berbicara lembut dan sopan pada ku." Gertaknya seraya terus berjalan mendekat membuat tubuh Jelita mundur dan menempel di tembok kamar itu, bahkan hembusan nafas pria itu terasa hangat menyentuh wajah polosnya. Tubuhnya kini bahkan tertutup oleh tubuh kekar calon suaminya itu, ia sungguh merasa ketakutan karena tengah berada dalam ancaman besar. "Habislah aku sekarang." Batinnya seraya menggigit bibir bawahnya sendiri dengan wajah cemasnya. Melihat pemandangan itu Kenzo malah berpikir untuk menjahili bocah itu, ia tersenyum licik dan kini meletakkan kedua tangan kekarnya di tembok itu. Mengungkung tubuh kecil gadis itu di dalamnya, ia semakin membungkuk dan mendekatkan wajahnya ke wajah Jelita. Jelita semakin menggigit bibir bawahnya namun tak berani melihat pria itu, gadis itu menoleh ke samping kanan dengan mata terpejam. Entah kenapa pikiran Kenzo berubah menjadi liar melihat gadis itu yang terus menggigit bibir bawahnya. Ia merasa tertantang. "Aku cicipi sedikit saja seharusnya tak masalah kan." Batin Kenzo yang kini menyeringai. "Ya Tuhan jangan sampai aku dimangsa pria dingin ini." Batin Jelita yang entah kenapa malah isi kepalanya mulai membayangkan hal-hal buruk yang sebelumnya tak pernah terlintas di otaknya itu. Sementara melihat mimik wajah Jelita bisa ditebak apa yang kini tengah di pikirkan gadis kecil itu, Kenzo langsung mengangkat sudut bibirnya. Ia semakin membuat Jelita ketakutan dengan mendekatkan wajahnya tepat di hadapan wajah Jelita bahkan ujung hidungnya kini menempel di permukaan pipi gadis itu. "Ternyata pikiran mu Pro juga ya bocah, aku kira kamu masih se polos itu seperti wajah mu itu. Tapi lebih baik kamu hentikan pikiran liar mu itu karena aku tak tertarik sedikit pun dengan tubuh rata mu ini!" bisik Kenzo yang diakhiri dengan tawa merendahkan. Mendengar hal itu langsung membuat Jelita membuka matanya lebar-lebar dengan mulut sedikit terbuka dan kini ia sungguh kesal melirik wajah pria yang masih tertawa merendahkan dirinya itu. Jelita pun menoleh tepat menghadap Kenzo dan di saat itu lah kesempatan emas bagi Kenzo untuk menempelkan bibirnya ke bibir ranum calon istrinya itu. "Kenapa rasanya semanis ini." Batin Kenzo yang semakin merasa ketagihan melumat bagian ranum yang sungguh kenyal dan nikmat itu bahkan sekarang ia memegang kedua pipi gadis itu dengan jari jemari lentiknya. Jelita sudah merasa kehabisan nafas bahkan ia berusaha menarik tangan Kenzo menjauh dari wajahnya namun gagal. Sementara Kenzo semakin memburu menikmati ciuman yang tak terbalas oleh Jelita namun ia terus menyesap bagian kenyal itu. Karena emosi merasa dirinya sudah di mangsa tanpa izin, Jelita pun dengan berani mendorong tubuh pria itu dan berlalu begitu saja dengan sangat kuat dan itu berhasil melepaskan dirinya dari singa yang terlihat kelaparan itu. Jelita dengan langkah cepat meninggalkan Kenzo yang kini menghentikan yang menatap tak percaya pada bocah yang berani menyentuh tubuhnya itu dengan kasar. "Bisa-bisanya dia mengambil ciuman pertamaku yang berharga." Jelita merutuki dirinya sendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN