Entah kenapa ada rasa candu untuk terus mencicipi si kenyal ranum itu, Kenzo pun menyusul calon istrinya itu. Melangkah dengan cepat lalu dengan sigap ia kembali mengurung tubuh Jelita dengan menyudutkannya di tembok yang ada di lorong kecil itu menggunakan dua lengannya kekarnya.
"Mas mau apa lagi?" tanya Jelita gugup dengan wajah cemasnya. "Sudah cukup mas ambil ciuman pertama ku." Protes gadis itu lagi dengan mata yang mulai berkaca.
Kenzo bahkan terlihat menyeringai, "baru ciuman pertamamu yang aku ambil kamu sudah mau menangis. Bukan kah seharusnya kamu santai saja, toh juga beberapa hari lagi kita akan segera menikah dan semua yang ada di tubuhmu ini akan menjadi milikku seutuhnya."
"Enteng banget ini manusia ngomong." Batin Jelita dengan tatapan tajamnya.
"Ya kalau kita berjodoh, tapi kalau tidak bagaimana? Kalau misalnya pernikahan ini gagal?" tanya Jelita berusaha kembali tenang walaupun detak jantungnya berdegup kencang, jarak Kenzo dengannya sungguh sangat dekat bahkan kini pria itu kembali mendekat kan wajah tepat di hadapannya. Hembusan nafas hangat itu pun begitu terasa.
Kenzo kembali tersenyum licik, ia kembali menatap lekat wajah itu. "Baik lah, aku akan meminta mama untuk memajukan hari pernikahan kita."
Tiba-tiba Jelita tertawa meskipun ia masih merasa takut di tambah lagi wajah mereka begitu dekat, dengan cepat Kenzo menegakkan kepalanya dan mengusap wajahnya ia nampak kesal. Karena di tolak dan ditertawakan. Alasan gadis itu tertawa hanya untuk mengalihkan rasa paniknya karena hari pernikahan mereka akan dimajukan.
"Sialan lu bocah, main ketawa aja itu iler kamu muncrat ke wajahku." Protesnya dengan suara sedikit meninggi dan hal itu membuat Arka langsung mencari keberadaan mereka.
"Kalian ngapain sih? Ribut amat." tanya Arka yang bingung.
"Emang enak. Syukurin." Ejek Jelita dalam hati dengan hati bahagia.
"Tunggu saja pembalasanku nanti, dasar bocah burik." Ancam Kenzo yang kini meninggalkan Jelita yang masih menatapnya dengan senyum lebar. "Ayo kita tinggalkan tempat ini!" Lanjutnya lagi pada Arka dan dua pria tampan itu pun berjalan ke arah pintu meninggalkan rumah kecil itu. Sementara Jelita mengejek di belakang mereka dengan menjulurkan lidahnya.
"Kalau benar hari pernikahannya dimajukan bagaimana?" Gadis itu berbicara lirih seraya menghentikan tawanya.
"Loh nak kamu tertawa sama siapa, apanya yang lucu?" Rukyah terkejut melihat anaknya yang tertawa sendiri di depan kamar.
"Eh Bu, hehe ketawa sendiri lah Bu, masa mau undang satu kampung buat temenin ketawa." Sadar akan suara ibunya Jelita hanya cengengesan dan langsung kembali ke ruangan depan untuk melanjutkan membuka sisa hadiahnya.
"Maksudnya ibu kamu tertawa karena apa nak? Perasaan nggak ada yang lucu."
"Pengin saja ketawa Bu, kan nggak di larang juga sama negara buat ketawa. Jadi nggak harus ada yang lucu juga baru bisa ketawa kan." Ada saja jawaban yang diberikan Jelita untuk pertanyaan ibunya.
"Dasar anak pinter kamu memang. Pinter jawab, ada saja jawaban mu." Maki sang ibu yang di ganti dengan kalimat pujian, Rukyah sudah mulai memasang wajah kesalnya.
Beruntungnya sang ibu tidak menyadari bibir anaknya yang terlihat semakin memerah. Di sela percakapan mereka tiba-tiba terdengar suara deringan ponsel yang menggunakan nada dering dari lagu yang dinyanyikan oleh Agnes Monica jaman dahulu kala yang judulnya PERNIKAHAN DINI.
"Kok ada suara musik Lit? Kamu puter lagu dari mana?" tanya Rukyah yang noleh kanan kiri mencari sumber suara pasalnya mereka hanya punya televisi buntut itu pun sedang rusak dan sekarang malah terdengar suara lagu di rumah mereka.
"Nggak Bu, aku nggak puter lagu. Lagian mau puter lagu pakai apa? Pakai wajan? Televisi kita saja masih rusak noh." Jawab Jelita sewot.
"Ya Tuhan anak ini, kalau begitu kamu cari sana dari mana asal suara itu!" Pinta Rukyah seraya meninggalkan putrinya itu ke kamar.
Suara nyanyian itu masih terus berbunyi, Jelita pun mencari dengan teliti di tumpukan sisa barangnya dan benar saja suara itu berasal dari sebuah paper bag berwarna ungu. Dan betapa terkejutnya gadis itu melihat apa yang ada di dalamnya. Matanya membulat sempurna beserta mulut mungilnya itu.
"Ya ampuuuuuuuunnn. Ini kan ponsel sultan keluaran terbaru." Pekiknya.
BUGH
Sebuah bantal terbang ke arahnya dan mendarat tepat di kepalanya.
"Aduh." Erangnya seraya menggosok kepala belakangnya.
"Ngapain sih kamu teriak-teriak begitu, kesurupan kamu?" Ucap sinis Rukyah yang suaranya sedikit meninggi.
"Sakit Bu, apa bedanya sama ibu yang sekarang juga teriak-teriak." Protes Jelita.
"Ya maaf Tar tapi ibu teriak karena kamu malah ikut berisik, ada apaan sih?" Saut sang ibu seraya mendekati putrinya.
"Ini Bu yang dari tadi bersuara?" Jelita menunjukkan ponsel barunya.
"Ya ampun nak, Alhamdulillah ini kamu di kasih juga sama nak Kenzo?" tanya Ibunya dengan wajah haru karena senang melihat pemberian calon menantunya itu.
Jelita mengangguk kan kepalanya. "Ya bu mas Kenzo yang ngasi."
Cie Jelita mulai memanggil nama suaminya.
"Kalian ibu sama anak sama saja, apa sih yang kalian ributkan dari tadi? Sampai suara teriakan kalian itu terdengar di halaman belakang!" Tegur Kusman yang kini memasuki rumahnya dari pintu belakang.
"Ini lho pak putri kita di kasih hape baru. Hape canggih kayak punya anak pak Sugih itu lho pak!" Tutur Rukyah bersemangat.
Sugih adalah orang paling kaya di lingkungan itu, namun Kusman tak seperti dua wanita penghuni rumahnya itu. Ia nampak biasa saja melihat pemberian tersebut.
"Oh Alhamdulillah." Jawab Kusman singkat seraya berlalu pergi ke kamarnya.
Jelita dan ibunya saling pandang.
"Ish bapak mah gitu, santai ya." Ujar Jelita.
"Ya sudah biarkan saja nak, ayo coba lihat kenapa itu hape nyanyi-nyanyi tadi?" tanya Rukyah seraya mendorong pelan bahu kiri anaknya.
"Gimana cara nyalainnya Bu?" tanya Jelita yang malah bingung dan membolak-balikan ponsel yang sudah diam itu dengan layarnya yang mati.
"Ya Allah masak nyalain itu saja nggak bisa kamu Tar, kamu di sekolah serius nggak sih belajarnya?" Rukyah tak percaya kalau ternyata anaknya itu tidak bisa apa-apa.
"Ya Allah ibu ya serius lah belajarnya tapi mana ada di sekolah seorang guru ngajarin mata pelajaran cara make masing-masing hape Bu. Itu sekolah tempat menuntut ilmu bukan counter jual hape . Ya elah Ibu mah ada-ada saja." Jelita mengikuti gaya bicara ibunya.
"Kamu pakai acara ikutan lagi, tuh kan ada kotaknya pasti di sana ada bukunya kan? Kamu baca?" Usul sang ibu, kemarin beli obat ayam aja ada brosur petunjuk penggunaannya, itu hape juga pasti punya!" Usul Rukyah.
"Nah tumben ibu pinter." Puji Jelita seraya mencari buku panduan di dalam paper bag warna ungu tadi.
Setelah membaca ia mulai menekan tombol kecil yang ada di ponsel dengan logo buah apel di gigit sedikit di atasnya itu. Ponsel itu pun menyala, ada tulisan di sana dua panggilan tak terjawab. Jelita menyentuh layarnya dan menggeser ke atas tombol untuk membuka kunci ponselnya dan betapa terkejutnya ia lagi melihat wajah siapa yang terpampang di sana. Foto calon suaminya tentunya ya tepat hanya foto wajahnya saja yang memenuhi layar dan hampir saja Jelita akan melempar itu ponsel sultan saking kagetnya. Beruntungnya ponsel itu hanya melompat dari tangannya dan masuk ke dalam paper bag nya kembali.
"Kamu kenapa sih main lempar begitu?" Rukyah kembali menyenggol lengan anaknya.
"Kaget Bu." Jelita kembali mengambil ponselnya seraya membuka lagi layar ponselnya itu dan menunjukkan apa yang tadi dilihatnya.
"Dasar bocah ndeso, baru liat foto babang tampan saja kagetnya begitu. Apa lagi kamu liat foto orang jelek di sana." Seloroh ibunya, "sudah kamu buka lagi dah tuh kado kali aja ada emas di sana atau berlian mungkin! Ibu mau istirahat dulu." Lanjut Rukyah lagi.
"Dasar ibu mah matre." Cibir Jelita.
"Jelas lah nak, wanita itu memang harus matre jaman sekarang. Emang kamu mau cuma makan cinta saja?" Ucap Rukyah menggebu, "masa ya kamu cuma mau ngurusin sawah sama rusun ayam doang." Lanjutnya lagi.
Jelita nyengir kuda, "ya juga sih Bu. Nggak mau lah."
"Sudah ah ibu mau ke kamar mau nyusul bapak mu dulu minta jatah suntikan vitamin." Rukyah terkekeh sendiri seraya berlalu pergi.
"Benar-benar ibu nggak ada akhlak. Ngomong begitu di depan anak gadisnya." Gerutu Jelita dengan wajah masamnya.
Begitu sang ibu pergi ponsel itu kembali bernyanyi. Ada panggilan masuk dan muncul tulisan SUAMI GANTENG di sana.
"Aish ini pasti si kulkas beku itu." Gumam Jelita dan ia pun menggeser tombol hijau di layar. Setidaknya ia tahu cara menerima panggilan itu sudah cukup.
"Kamu kemana aja sih di telpon dari tadi juga nggak di angkat-angkat ngalahin sibuknya anak pejabat." protes suara dingin itu di seberang sana.
"Maaf tuan saya tidak tahu kalau ada hape di sini." Jawab Jelita cepat. "Dasar kulkas beku, ngomel-ngomel ngalahin ibu." Gerutunya lagi dalam hati.
"Pasti kamu juga belum selesai membuka semua hadiah pemberian ku kan?" tebak Kenzo lagi.
"Ya ini juga lagi di bukain satu-satu tuan." Jelita membela diri.
"Lelet kamu, gimana nanti kami mau layanin aku sebagai istri. Aku nggak suka punya istri lelet." Ujar Kenzo.
"Bodoh amat, itu mah urusan mu tuan siapa suruh mau nikah sama bocah. Ish menyebalkan sekali." Batin Jelita.
"Ya maaf mas nanti aku aku akan belajar secepat roket." Seloroh Jelita dengan wajahnya yang terlipat.
"Terserah kamu, kirimkan aku foto mu nanti bersama semua barang pemberian ku itu. Mama mau melihatnya sebagai bukti aku sudah membelikan barang-barang untuk mu sesuai permintaannya." Pinta Kenzo dengan galaknya.