8. Siapa kau sebenarnya?

1444 Kata
Jeje menelan ludah kelu. “Haruskah begitu?” tanyanya spontan. “Seharusnya!” jawab Lee tegas. “Mungkin otak Jeje terlalu bebal mencerna perintah itu,” cengir Jeje. Lee menghela napas panjang. Sekarang apa yang harus dilakukannya pada gadis ini? Jeje terlanjur tahu rahasianya, dan gadis ini tak mempan dihipnotisnya. Apa dicobanya dengan usaha lebih keras lagi? Lee memajukan wajahnya, dia berniat kembali menghipnotis Jeje. Hipnotis dalam ruang operasi tadi berlaku untuk siapapun yang ada didalam ruangan. sekarang ia ingin menghipnotis Jeje secara personal. Siapa tahu lebih mujarab. Namun Jejje memiliki pemikiran lain, ia mengira Lee akan menciumnya. Dengan pipi merona ia memejamnkan matanya. Mana bisa Lee menghipnotis gadis yang matanya tengah terpejam ini? Gagal sudah rencana Lee. “Pergilah, dan jangan mengikutiku lagi!” tegas Lee. “Tapi, betul kan Dokter itu ...” “Pergi!” potong Lee dingin. Menyadari kesabaran atasannya yang semakin menipis, Jeje memutuskan mungkir. Toh, masih ada hari esok. Dia tak bisa menghentikan dirinya yang selalu ingin mendekat pada pria misterius ini. *** Akhir-akhir pekerjaan Jeje sangat menumpuk, dia sering melembur di rumah sakit. Heran, mengapa sekarang dia menjadi manusia paling sibuk di rumah sakit ‘BLESSING’? Helow, dia itu mahasiswi kedokteran magang loh. Bukan dokter yang paling dibutuhkan seantero rumah sakit! Tapi mungkin memang beginilah nasib anak magang yang diperbabukan! Jeje menghela napas panjang. Suster Agnes, suster junior yang bertugas di poli anak menoleh dengan tatapan empati padanya. “Makanlah, Jeje. Kau membutuhkan banyak energi untuk menyelesaikan semua tugasmu.” “Tentu! Aku akan memakannya dengan penuh semangat, Suster Agnes!” Jeje memang mudah terharu, ada yang memberinya sedikit perhatian membuatnya kembali bersemangat. Ia menghabiskan makanannya dengan lahap. Suster Agnes tersenyum memperhatikan gadis ceria yang duduk disebelahnya. Mereka sedang makan siang bersama di kantin rumah sakit, meski dengan menu standar rumah sakit .. Jeje amat menikmatinya. Bagaimana tidak, menu rumah sakit yang standar saja menurut lidah Jeje yang biasa makan ala anak kos terasa cukup mewah. “Kenyang!” seru Jeje sembari mengusap perutnya. Suster Agnes tergelak, ia mencomot beberapa butir nasi di sekitar mulut Jeje. Gadis ini seperti anak kecil saja, makannya masih suka belepotan. Kebetulan pandangan Suster Agnes bertemu dengan tatapan dingin seseorang. tak sadar ia bergidik. “Apa kau melakukan kesalahan pada Dokter Lee?” celetuk Suster Agnes pada Jeje. Jeje menggeleng dengan mulut asik mengunyah makanannya. Apa menguntitnya termasuk kesalahan besar? Pikir Jeje bingung. “Dia terus mengawasimu, dan dari sorot matanya aku yakin dia tak suka padamu!” jelas Suster Agnes seraya terus mengamati seseorang di balik punggung Jeje. Spontan Jeje menoleh, dan menemukan Dokter Lee yang menyorotnya tajam. Sudah lama ia tak menemuinya karena beban pekerjaan yang amat padam, Jeje rindu membuntuti pria ini. Kini tak disangkanya ia menemukan Dokter Lee disini. Jeje tersenyum ceria pada pria itu, yang di balas Dokter Lee dengan melengos. Sepertinya benar, pria itu marah padanya! Tapi mengapa? Bukannya belakangan ini Jeje tak menguntitnya? Apa ia rindu dibuntuti dirinya? Pikir Jeje geli. “Mengapa kau tersenyum seperti orang aneh?” goda Suster Agnes. “Tidak, hanya menertawakan khayalanku. Suster, kau percaya kalau Dokter Lee naksir padaku? Dia mengawasiku karena suka padaku?” pancing Jeje geli. “Sama sekali tidak! Seorang artis yang cantiknya puluhan kali lipat dibanding dirimu saja pernah ditolak oleh Dokter Lee,” sahut Suster Agnes cepat, lalu ia berbisik didekat telinga Jeje, “Dokter Lee sebenarnya telah menikah.” Mata Jeje membulat kaget mendengarnya. Luruh sudah harapannya, dia sangat kecewa. “Ohya?” komentarnya pahit. “Iya, dia menikah dengan .. pekerjaannya!” Mendadak Suster Agnes tergelak, senyum masam tersungging di wajah Jeje begitu menyadari wanita montok ini telah mengerjainya. Tuk! Suster Agnes menepuk dahi Jeje pelan. “Wake up, Je! Jangan jatuh cinta padanya kalau kau tak ingin terluka. Dia memang mempesona, tapi Dokter Lee adalah gunung es yang mustahil dicairkan. Sadarlah.” Apa sebegitu kentaranya rasa sukanya pada Dokter Lee? Pipi Jeje merona menyadarinya. *** Pekerjaan yang overloaded membuat Jeje tak bisa melalukan hobi barunya .. menguntit Dokter Lee. Namun entah perasaannya, justru Dokter Lee yang sering mendadak muncul di sekitarnya. Masa dia sengaja mengikutinya? Ah, tak mungkin! Buat apa dokter super sibuk itu menguntitnya? Jeje membantah sendiri dugaannya. Malam telah merangkak menjelang dini hari, Jeje terkantuk-kantuk saat menjaga di unit IGD. Untung, tak ada pasien gawat darurat yang merangsek masuk. Jadi Jeje bisa leluasa melamunkan gebetannya. Belakangan ini ia semakin sering memimpikan Dokter Lee, bahkan seringkali seakan dia merasakan sosok wanita lain .. sosok wanita yang amat dicintai Dokter Lee. Anehnya kejadian itu seakan mereka berada di jaman berbeda. “Mengapa cinta kita tak bisa bersatu? Bukannya kita saling mencintai?” dalam mimpinya Jeje mendengar suara bernada protes dari wanita yang terdengar agak serak-serak basah. Lee diam, membuat sang wanita mendecih kesal. “Apa kau tak mencintaiku, Lee?” “Cinta.” Hanya singkat dan padat jawaban Lee, namun sanggup membuat wanita itu berbunga-bunga mendengarnya. Ia memeluk Lee erat dengan senyum merekah di bibirnya. Lee berdiri kaku, tapi perlahan tangannya terulur .. ingin balas memeluk wanitanya. Nyaris menyentuh pinggang wanitanya, tangan Lee berhenti. “Kau belum tahu siapa aku.” Lee mengurai pelukan sang wanita, membuat wanita itu mengerutkan dahi kesal. “Siapa kamu? Manusia kan?” “Iya, tapi ...” “Tak ada tapi, Lee,” potong wanita itu gusar. “Selama kau manusia aku bisa menerimamu!” “Manusia seperti apa?” gumam Lee miris. Wanita itu mendelik sebal, lalu ia berkata ... . “Manusia seperti apa kamu, Daniel Lee? Yang bisa terbang? Apa kamu dari planet Krypton?” tak sadar Jeje bergumam menirukan wanita dalam mimpinya. Lee yang berdiri didepannya tertegun. Awalnya ia berniat membangunkan mahasiswi magang yang tertidur saat berjaga ruang IGD, namun mendengar gumaman itu jantung Lee berdegup kencang. Ia masih mengenali kalimat itu! Bagaimana bisa gadis ceroboh ini mengucapkannya dalam tidurnya?! Lee harus memastikan sesuatu! “Bangun!” sentak Lee kuat, ia mengguncang tubuh mungil Jeje. Tergagap Jeje terbangun, syok begitu ketahuan tidur ditengah menjalankan tugas. Oleh sang direktur yang dijadikan gebetannya pula! “Dok, maaf .. saya hanya tertidur sejenak. Tak sampai sejam. Eh, gak sampai setengah jam! Mungkin cuma lima belas me ....” Racauan gugup Jeje terhenti ketika Lee menyeretnya pergi. Ia membawa gadis itu ke mobilnya, lantas melajukan mobilnya membelah jalanan pada dini hari. Jeje hanya termangu disebelahnya, bagaikan mimpi. Yah, mungkin ia menganggap ini hanyalah mimpi. Dokter Lee membawanya ke kediamannya yang mewah namun terpencil. Seperti villa di pinggir hutan. Jeje tak sempat menikmati kemegahan dan artistiknya interior rumah Dokter Lee yang terkesan kuno. Pria itu menyeretnya masuk ke suatu ruangan. Astaga, ini kamar beliau! Pipi Jeje terasa panas menyadarinya. “Dok, bukan Jeje tak suka. Tapi rasanya ini terlalu .. cepat.” Mulut Lee bungkam, namun matanya berapi-api menatap Jeje. Dia mendesak gadis itu hingga Jeje terduduk di tepi ranjang. Dengan cepat Lee membuka laci nakas di sebelah tempat tidurnya, ia mengeluarkan sesuatu dari sana. “Apa kau tahu siapa dia?” desis Lee dingin. Jeje mengamati foto berbingkai emas itu, lantas menggeleng. “Apa itu nenek buyut Dokter?” Wajar dia menganggap begitu, foto itu nampak sangat tua. Lee menghela napas panjang. Tak mungkin dia. Gadis ini tak mengenal Jessica. Dia bukan siapa-siapa. Lee sudah gila sempat beranggapan Jeje adalah reinkarnasi Jessica. “Sudah malam, kuantar pulang.” Jeje yang kebingungan sendiri. Sepanjang perjalanan, diam-diam ia sering mencuri pandang kearah Lee. Apa maunya Dokter Lee? Mengajaknya ke rumah, ke kamarnya .. hanya untuk menunjukkan foto tua itu? Jessica asik mengamati Lee, hingga ia tersentak kaget ketika mobil mendadak mengerem. “Tunggu disini!” perintah Lee singkat sembari keluar dari mobil. Pria itu berlari cepat, tak lama telah menghilang di kegelapan malam. Jeje termangu didalam mobil, matanya memicing ketika tiba-tiba ada cahaya menyilaukan yang menerpa matanya. Sementara itu, Lee berlari hingga masuk kedalam hutan. Sesaat tadi ia mendengar teriakan seorang wanita. Namun ketika dihampiri, tak ada apapun disini. Padahal Lee yakin, arah suara dari sini. Ada apa ini? Jangan-jangan ia dipancing kemari, jangan-jangan sasarannya adalah ... Bergegas Lee kembali ke mobilnya. Benar saja, mobilnya kosong! “Jennifer!!” panggilnya keras. “Jeje! Jeje!!” Lee mulai panik, dia berniat merubah dirinya .. menjelma setengah burung, ketika dia merasa di belakangnya ada seseorang yang muncul. Lee berbalik cepat, seketika bernapas lega menemukan Jeje yang ada disana. “Kemana saja kau? Bukannya sudah kusuruh menunggu di mobil, Jeje?!” omel Lee. Ada sesuatu yang aneh. tak ada aura polos di wajah Jeje. Dia nampak kalem dan dewasa, dengan suara serak-serak basahnya menyahut, “Siapa Jeje? Apa kau lupa padaku, Daniel Lee?” Deg! Tentu saja Lee tak lupa suara itu. Tak mungkin, bagaimana suara itu keluar dari bibir Jeje?! “Siapa kau sebenarnya?” desis Lee tajam. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN