bc

Argantara

book_age18+
6.3K
IKUTI
112.5K
BACA
billionaire
age gap
second chance
goodgirl
sensitive
CEO
sweet
bxg
single daddy
office/work place
like
intro-logo
Uraian

Audya tidak menyangka. Kegiatan magang 3 bulannya mempertemukan ia dengan Argantara. Duda tampan satu anak dan juga CEO perusahaan yang menjadi tempat Audya magang.

“Kakak, mau jadi Mama Naura gak?”

“Hah?”

cover by : @lanamedia

chap-preview
Pratinjau gratis
Magang
“Audya, kamu magang di Ganta corp 3 bulan,” ucap dosen pembimbing Audya. Semester 6 membuat Audya mau tak mau menjalani magang. Padahal gadis itu terlalu nyaman dengan kegiatannya selama ini. Kuliah pulang kuliah pulang. 3 bulan juga bukan waktu yang singkat. Harus bolak balik rumah, kampus dan kantor. Audya tidak bisa membayangkan rasa lelahnya nanti. “Enak banget Lo. Dapet Gantara corp,” celetuk Liam temannya saat Audya menceritakannya. Sekarang Audya dan Liam tengah berada di kantin fakultas untuk mengobati lapar. Ya, harusnya Audya bersyukur. Dia bisa magang di tempat yang mahasiswa lain inginkan. Perusahaan besar berskala nasional yang tengah gencar merambah pasar internasional. Perusahaan elektronik sekaligus perhotelan. Kabarnya, si pemilik merencanakan pembangunan hotel baru di negara tetangga. Jadi, bisa dibayangkan sesukses apa Gantara corp. Dan Audya yang beruntung dapat merasakan bekerja disana tanpa serangkaian tes masuk yang banyak. “Iya sih. Tapi rasanya nanti bakalan cape banget deh,” keluh Audya. “Heh belum juga dijalanin udah ngeluh cape. Banyak-banyakin bersyukur deh jadi orang,” sinis Liam merasa apa yang diucapkan Audya omong kosong belaka. Teman perempuannya ini terlalu banyak mengeluh. Padahal belum menjalaninya. “Hehe. Iya-iya,” ucap Audya mengalah. Mungkin benar kata Liam. Dirinya terlalu banyak mengeluh. “Lo dapet dimana Li?” tanya Audya. Liam sedari tadi tidak mengeluh sama sekali. Apa temannya itu mendapat perusahaan yang lebih baik dari dirinya? “Ah Gue dapet di KA,” jawab Liam santai tanpa beban. “Kurnia Abadi?” tanya Audya untuk memastikan. Liam hanya mengangguk mengiyakan. “Heh kutu. Kurnia Abadi kan jauh banget dari sini. Kok Lo santai-santai aja sih dapet KA?” Audya memekik tak habis pikir dengan pemikiran Liam. Jarak rumah dan kampus ke Kurnia Abadi begitu jauh, mungkin membutuhkan lebih dari satu jam untuk sampai. Itu pun jika tidak terjebak macet. Tapi mengapa lelaki itu terlihat santai dan biasa saja? “Lah emang dapetnya itu. Mau gimana lagi.” Liam mengedikkan bahunya acuh. “Tapi kan jauh banget Li. Capek di jalan kalo kata Gue sih,” ujar Audya. “Ya jelas lah. Paling nanti Gue ngekos aja deh. Kalo ada perlu di kampus baru balik rumah.” Audya mengangguk mengerti. Untuk Liam yang kaya, hal-hal semacam ini begitu mudah teratasi. Sedang untuk dirinya, jangankan untuk uang kos untuk makan sehari tiga kali saja sudah bersyukur. Ah, untung saja Audya diberi otak yang cemerlang sehingga bisa mendapatkan beasiswa full dan ditempatkan di Gantara corp. Perusahaan besar dan berlokasi tidak jauh dari rumah. Ya, Tuhan begitu baik dan mengerti keadaannya kini. Harusnya Audya banyak bersyukur dari pada mengeluh. Tolong ingatkan Audya untuk selalu bersyukur. “Eh Li. Nanti kalo magang harus pake baju yang kaya mbak-mbak kantoran itu ya? Pake rok span sama kemeja?” tanya Audya. Takut besok salah kostum dan mempermalukan diri sendiri. “Kalo di kantor sekelas Gantara ya iyalah. Lo pake rok item panjang, sepatu item yang ada haknya, terus kalo kemeja harus warna putih gak sih? Kaya ospek banget ya. Eh gak tau juga sih Gue,” jawab Liam tak yakin. “Lo gak dikasih tau?” Audya menggeleng. “Gue takut salah kostum. Malah mati gaya nanti,” khawatir Audya. “Tanya sama kating yang udah pernah magang aja Dy,” usul Liam. “Ah iya. Tumben pinter Lo Li,” tawa Audya berderai kala mendapati wajah Liam kesal Liam. Dengan segera Audya mencari nomor kakak tingkat yang pernah magang. Menanyakan bagaimana pakaian yang dikenakan saat magang. “Bener Li. Pake rok span panjang item atau celana kain panjang item, kemeja sih bebas warnanya terus sepatu bebas tapi jangan pake sneakers. Kalo bisa pake flatshoes atau sepatu kantor yang ada haknya. Untung Gue punya semua. Kalo gak mati lah. Masa kudu beli. Kan Gue belum gajian.” Audya membaca pesan balasan yang didapat dari kakak tingkatnya. “Kalo gajian traktir Gue ya Dy,” pinta Liam. “Gak cukup gaji Gue buat traktir Lo.” Audya memutar bola matanya malas. Gaji satu bulan yang didapatkan dari menulis di salah satu aplikasi menulis online tidak sebanyak itu sampai bisa mentraktir Liam si kaya yang biasa makan mahal. Audya memang sudah cukup lama bekerja sebagai penulis. Uangnya bisa digunakan untuk uang saku dan sedikit membantu uang dapur di rumah. Ayahnya sudah cukup tua untuk bekerja. Ditambah penyakit yang dua tahun ini menggerogoti. Hanya mengandalkan uang hasil dari jualan ibunya yang tidak menentu setiap harinya. Pagi sampai siang, ibu Audya membuka lapak di depan rumah untuk menjual nasi uduk. Untuk siang hari, sayur dan lauk matang. Di rumah Audya juga membuka toko sembako kecil-kecilan. Audya merupakan putri kedua dari tiga putri yang dimiliki. Kakaknya berusia lima tahun lebih tua. Namun entah pergi kemana sampai beberapa tahun terakhir tak menginjakkan kaki di rumah. Katanya ingin merantau agar cepat kaya. Sedang adiknya berusia 15 tahun. Masih duduk di bangku awal sekolah menengah atas. Beruntungnya, adik Audya cukup pintar sehingga sering mengikuti perlombaan dengan hadiah pembebasan uang sekolah. Ah, Tuhan begitu adil. Memberikan kemampuan berpikir lebih pada orang-orang miskin seperti Audya dan adiknya. “Heh emang makan Gue semahal apa coba. Makan di pinggir jalan juga ayo.” Liam melotot tak terima mendengar perkataan Audya. Liam bukan orang kaya yang alergi saat makan murah. Audya meringis. “Ya kali aja Li.” Liam hanya membalas dengan dengusan malas. Audya dan Liam sudah berteman dekat semenjak memasuki universitas. Awalnya masuk dalam kelompok ospek yang sama dan kebetulan mendapat kelas yang sama juga di dua semester awal yang memang sudah ditentukan prodi. Untuk empat semester berikutnya, Liam sengaja mengikuti kelas yang akan Audya ambil. Liam sudah terlalu nyaman berteman dengan Audya. Lagi pula juga bisa meminta bantuan Audya jika Liam mengalami kesulitan dalam mencerna materi yang diberikan dosen. Sebagai balasan, Liam sering mentraktir Audya untuk makan siang di kantin fakultas. Pertemanan yang saling menguntungkan. “Eh Li, Gue takut deh nanti magang gimana. Takut kaya di sinetron-sinetron gitu. Kaya di julidin sama senior di sana.” Audya membayangkan bahwa kehidupan magangnya akan berjalan seperti di sinetron dimana akan banyak yang membenci karena hanya anak magang dan akan diperintah sesuka mereka. “Korban sinetron Lo,” dengus Liam. Tak habis pikir kenapa orang sepintar Audya bisa berpikir sepicik itu. Dia menyamakan hidupnya dengan sinetron. Pada hal sangat jelas bahwa itu jauh berbeda. “Hih. Gue kan takut aja,” alasan Audya. “Kadang Gue heran tau sama Lo. Jelas-jelas otak Lo itu bisa dibilang cerdas ya. Tapi Lo suka mikirin hal remeh yang harusnya gak lo pikirin. Kaya gini ini,” kata Liam malas. Audya hanya menunjukkan deretan giginya. Mengiyakan dalam hati bahwa benar juga ucapan Liam. Dia terlalu fokus pada hal kecil yang bahkan tidak dibutuhkan sama sekali. Mungkun Audya harus belajar dari Liam untuk bersikap cuek terhadap hal-hal tidak penting itu. “Udah ah. Gue mau balik dulu.” Audya membereskan barang-barangnya. “Mau nebeng gak?” tawar Liam. “Gak deh. Ada perlu bentar,” tolak Audya halus. Sebenarnya setelah ini Audya tidak ada keperluan apapun. Hanya alasan untuk bisa menolak tawaran Liam secara halus. Pasalnya Audya merasa terlalu sering merepotkan Liam. Lagi pula arah rumah Liam dan Audya berlawanan arah. Audya tiba di rumah. Dina, ibunya tengah berjaga di warung dengan Rudi -ayahnya- tengah duduk di kursi roda tak jauh dari Dina. Audya tersenyum kecil. Melihat Dina yang masih setia dan tak pernah mengeluh mengenai keadaan Rudi yang beberapa tahun ini hanya dapat duduk di kursi roda. Saat Rudi mulai sakit-sakitan, Dina mengambil alih sebagai pencari nafkah di keluarga. Wanita terhebat yang Audya kenal. Kadang, Audya merasa menyesal telah berkuliah. Harusnya setelah lulus sekolah menengah atas, langsung kerja saja dan menghasilkan uang untuk membantu Ibunya. Audya tidak tega melihat wanita setengah baya yang telah melahirkannya itu lelah karena terlalu memforsir tenaga untuk mengais pundi-pundi rupiah. “Eh udah pulang,” sambut Dina. Audya mendekat dan mencium dengan takzim tangan kedua orang tuanya. “Bu, besok Audya mulai magang,” lapor Audya. Kegiatan rutin Audya setelah kembali ke rumah adalah menceritakan semua yang terjadi pada Ibunya. “Wah.. semoga lancar ya Kak.” Audya bisa melihatnya. Senyum tulus terselip bangga yang tersungging. Dina selalu merasa bangga pada semua anaknya. Apalagi saat Audya diterima tanpa tes dan biaya di universitas bergengsi. Harapan terbesar Dina, Audya bisa sukses dan mengangkat derajat keluarga. “Amiin. Doain Audya terus ya Bu,” pinta Audya. “Doa Ibu selalu menyertai Kalian.” “Ibu istirahat aja sana. Biar Audya aja yang jaga,” ujar Audya setengah mengusir. Saat Audya atau Andira -adiknya- telah kembali dari kampus atau sekolah, maka dengan sukarela menggantikan Dina untuk berjaga. Dina sangat bersyukur memiliki Audya dan Andira yang mengerti keadaan dan dapat menerimanya. Sedang putri sulungnya, Aliana enggan menerima hidup yang serba pas-pasan sehingga memilih meninggalkan rumah. “Kan Kamu baru pulang Kak, istirahat dulu aja. Biar Ibu jaga. Lagian kan jaga bisa sambil tiduran juga,” tolak halus Dina. Tak ingin memberi beban lebih pada putrinya yang baru pulang kuliah. “Udah gak papa Bu, Aku mau sekalian ngerjain tugas di sini,” kekeh Audya. Dina pasrah, mendorong kursi roda suaminya masuk lebih dalam ke rumah. Membiarkan Audya melakukan apa yang menjadi inginnya. Audya membuka laptop miliknya, mulai mengerjakan tugas kuliah yang makin hari makin bertambah. Apalagi sudah semester 6. Semester dimana akan disibukkan dengan segala jenis laporan.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
219.6K
bc

Tentang Cinta Kita

read
203.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
19.4K
bc

My Secret Little Wife

read
115.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
16.5K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook