Satu koper berukuran sedang sudah dibawa Zulla ke mobil. Hari ini, rencananya Zulla akan terbang ke Singapura untuk menghadiri lomba nyanyi yang diadakan besok. Hanya dalam satu hari saja, karena memang bukan kontes. Hanya saja, Zulla tidak memberi tahu Marsel dan Alexa bahwa dia akan pergi untuk lomba. Gadis itu hanya bilang kalau mau liburan. Zulla hanya tidak mau membebani mereka dengan harapan.
Kepergian Zulla tidak sendiri, melainkan bersama Yudha. Kebetulan, adiknya itu sedang libur habis ujian tengah semester di kelas dua belas. Di waktu bersamaan, Yudha juga ada acara bersama beberapa temannya yang berlibur ke Singapura. Agar lebih mempermudah, akhirnya teman-teman Yudha juga memesan tempat tidur sementara di hotel yang sama.
"Hati-hati di sananya ya, Kak. Kalau udah sampai, jangan lupa kasih kabar ke Bunda sama Ayah." pesan Alexa seraya membelai rambut panjang Zulla.
"Iya, Bun." angguknya putih sambil berjalan maju dan memeluk Alexa.
"Sekarang, sudah bukan Kak Zulla lagi yang jagain Yudha. Tapi Yudha yang jagain Kakaknya."
Tepukan pelan Yudha dapatkan dari Marsel. Kata-kata Marsel barusan membuat Yudha senang. Rasanya senang saja bisa dipercaya oleh kedua orang tuanya untuk menjaga kakak dan adiknya.
"Jelas dong, Yah. Aku pasti jagain Kak Zulla." bangganya seraya menarik kaos di bagian dadanya sekilas.
"Kak Zulla, Kak Yudha, jangan lupa pulangnya bawain oleh-oleh ya." celetuk Khael yang disetujui Zalle.
"Nanti Kakak beliin oleh-olehnya ya."
Sesi pamitan selesai, pergilah Zulla dan Yudha ke bandara diantar Pak Mus. Sopir keluarga Fabiano pun tidak tahu menahu tentang kepergian Zulla yang akan ikut lomba. Karena murid di tempat les Zulla, kalau sudah di atas tujuh belas tahun maka bebas mau mengikuti lomba tanpa persetujuan kedua orang tuanya. Hanya saja, pihak tempat les selalu menghimbau agar murid-muridnya tetap memberi tahu orang tua. Tapi kali ini saja Zulla memilih untuk tidak memberi tahu. Entah apa alasannya tapi Zulla hanya tidak ingin saja.
***
Lomba diadakan dalam satu hari. Tidak lebih dari itu dan tentu memakan waktu yang cukup panjang. Dari pagi pukul enam tadi, beberapa orang perwakilan dari Indonesia sudah bersiap karena acara mulai pukul setengah delapan.
Hari di mana diadakan lomba, tentunya Yudha menonton kakaknya dan memberikan semangat. Apalagi Zulla sudah berusaha keras dan sedang berjuang melawan banyak peserta dari berbagai negara se-Asia. Perwakilan dari Indonesia hanya tersisa satu orang saja. Dan saat ini adalah babak final.
"Meskipun dia dulu suka nge-bully aku, tapi aku berharap banget kalau dia yang jadi pemenangnya hari ini." bisik Zulla di samping telinga Yudha.
Mendengarnya saja, Yudha malas. Dia bahkan tidak melihat ke arah Gladys sama sekali yang sedang menyanyikan lagu yang dulu sempat hits di tahun 2000-an milik M2M. Dua penyanyi wanita yang memiliki suara merdu.
"I used to write your name..."
Zulla ikut bernyanyi menirukan Gladys yang tampak relaks menyanyi di depan dan wajahnya dipenuhi senyuman bagaikan wanita yang sedang jatuh cinta dan menginginkan lelaki yang dia cintai. Ya, Zulla tahu, Gladys sekarang ini sedang mendalami lagu yang dia nyanyikan.
"And put it in a frame..." lanjut Zulla masih dengan suara pelan.
"And sometime I think I hear you call..."
Yudha melirik kakaknya yang sepertinya juga tahu tentang lagu itu. Tampaknya, Zulla begitu menikmati lagunya.
"Right from my bedroom wall..."
"Ish... Kenapa enggak Kak Zulla aja yang nyanyi di depan coba? Terus jadi pemenangnya." gemas Yudha sambil meremas udara menggunakan tangan kekarnya.
Ekor mata Zulla melirik adiknya yang terlihat sekali bahwa dia kesal melihat Gladys menyanyi. Wajar saja, Yudha memiliki kenangan buruk dengan Gladys dulu. Walau terlihat begitu kekanak-kanakan, tapi memang luka tidak bisa sembuh begitu mudahnya.
"Tunggu sebentar lagi. Habis Gladys perform ini, bakal langsung pengumuman." sebisa mungkin Zulla meredakan kekesalan Yudha dan meyakinkannya bahwa acara ini akan segera berakhir.
"Hah... Aku emang penat banget seharian di sini. Tapi pas aku lihat penampilan yang lain, aku merasa terhibur. Tapi enggak pas dia perform. Enek banget denger suaranya." rengek Yudha.
Kalau sudah begini, terlihat sekali kalau Yudha memang adiknya Zulla dan Zulla kakaknya. Hanya badan saja yang seperti menggambarkan bahwa Zulla adalah adiknya.
"Kayak kata aku tadi. Meski aku juga masih rada kesel ke Gladys, tapi dia harapan negara kita satu-satunya yang tersisa."
Memang benar. Apa yang dikatakan Zulla tidak salah. Zulla harus selesai di tahap tiga besar. Sekarang tinggal menentukan juara pertama dan utama sama juara kedua saja. Zulla sudah tahu, kalau dia menjadi juara ketiga. Tapi baginya, itu sudah cukup mengingat bahwa musik bukanlah sesuatu yang dia utamakan.
Apa yang dikatakan Zulla ada benarnya. Setelah Gladys tampil, hanya selang lima menit saja langsung pengumuman. Dan tanpa disangka oleh Yudha, bahwa Gladys berhasil menjadi juara utama dan pertama mengalahkan lawannya yang juga sebagai tuan rumah.
"Wah... Telinga para juri kayaknya udah pada rusak apa ya? Gimana bisa orang kayak gitu bisa jadi juara pertama?" kekeh Yudha tak percaya akan apa yang dia lihat dan dia dengar.
Tepat pukul tujuh malam, acara benar-benar selesai. Banyak orang saling mengucapkan selamat. Dan banyak yang memberi ucapan selamat kepada Gladys tentunya. Melihat ini, Zulla senang. Meski bukan dia yang menjadi juara, tapi dia senang Indonesia menjadi juara pertama dan utama.
Walau ini adalah acara untuk mewakili negara, tapi tidak disorot dan ditayangkan di Indonesia. Tidak juga di seluruh stasiun televisi di Singapura. Semuanya tertutup dan yang boleh menonton hanyalah, pihak tempat les, keluarga atau kerabat dekat para peserta. Itu pun, kalau keluarga tidak boleh terlalu banyak.
"Selamat ya..." Zulla mengulurkan tangannya ke arah Gladys secara enteng.
"Thanks, selamat juga buat lo udah juara tiga." balas Gladys yang juga menerima uluran tangan Zulla.
Percakapan mereka berakhir sampai di sana saja. Semuanya langsung bubar dan mayoritasnya kembali ke hotel tempat mereka menginap. Begitu pula dengan Zulla dan Yudha. Kebetulan sekali, kamar mereka bersebelahan.
"Yud, mau ikut acara makan malam sama aku enggak?" tawar Zulla karena merasa sedikit tidak enak.
"Enggak ah, ngapain. Itu 'kan acara makan malam sama anggota Diamond, masa aku ikut-ikutan. Lagian, aku juga ada acara sama temen-temenku." tolak Yudha mentah-mentah karena memang rasanya kurang pantas untuk ikut makan malam bersama dengan anggota Diamond.
Tempat les Zulla memang bernama Diamond, dan yang dimaksud Yudha tadi adalah teman-teman dan guru pembimbing kakaknya di tempat les selama ini. Walaupun Yudha juga sebagian kenal dengan orang-orangnya, tapi dia tidak ingin mengganggu acara pribadi kakaknya.
"Ya udah terserah. Tapi nanti jangan pulang malem-malem. Jangan macem-macem juga."
"Aku enggak akan macem-macem. Tenang aja." angguk Yudha.
Lelaki remaja itu melihat kakaknya masuk ke kamar hotel begitu saja dan membalikkan badan. Saat sedang fokus pada ponselnya, tiba-tiba ada yang menabrak Yudha dari arah dalam. Ketika dilihat, ternyata orangnya adalah Gladys yang baru keluar dari kamar.
"Lo punya mata enggak sih? Main nabrak-nabrak aja!" semprot Yudha yang memang kelewat kesal.
Mata Gladys juga menatap nyalang ke arah Yudha. Dia mendesah pelan lalu membungkuk dan mengambil kartu aksesnya yang terjatuh. Tak beda jauh dengan Yudha yang juga mengalami hal yang sama. Tadi dia mengeluarkan kartu aksesnya pakai tangan kanan untuk masuk ke kamar tapi keburu ditabrak oleh Gladys.
"Mata lo yang harus dipertanyakan! Lo jalan sambil lihat HP, bege!" sentak Gladys balik.
Meski Gladys sudah tidak merundung Zulla dan Yudha atau meledek mereka lagi. Tapi gadis itu juga punya dendam tersendiri pada Yudha yang kesal dulu pernah didorong sampai punggungnya membentur sesuatu yang membuatnya nyeri.
"Suka-suka gue lah. Dari pada lo, minjem jaket enggak dibalikin!"
Yudha masih saja ingat, saat jaketnya dipinjamkan ke Gladys waktu kamping entah berapa tahun lalu. Gadis itu tidak pernah mengembalikan jaketnya. Gladys bilang pada Zulla bahwa jaketnya hilang entah ke mana saat di rumah karena bukan Gladys sendiri yang mengurus pakaiannya.
"Eh... Lo sendiri yang enggak mau gue ganti rugi ya. Jadi congor lo enggak usah ngebacot banyak-banyak. Gue udah berapa kali niat baik buat gantiin."
"Kalau ngebacot kira-kira dong. Ya maleslah gue, itu jaket limited edition terus lo mau ganti pakai apa? Duit? Percuma. Enggak ada lagi jaket kayak begitu. Duit lo enggak akan bisa menggantikan jaket yang udah lo hilangin."
Tangan kanan Gladys sudah setengah melayang, ingin sekali dia menampar bibir Yudha yang begitu membuatnya marah. Tapi Gladys akhirnya bisa menahan emosinya dan pergi begitu saja tanpa memedulikan Yudha.
"Dasar, mak lampir versi kini." cibir Yudha setelah Gladys menghilang.
Yudha berniat ke kamarnya. Tapi dia melihat pintu kamar hotel Gladys terlebih dahulu. Hatinya mengumpat kesal sekarang.
"Kenapa juga sih, kamar dia harus di tengah-tengah kamar gue sama Kak Zulla? Bikin emosi naik aja." gerutunya.
Belum sampai Yudha menempelkan kartu aksesnya ke kamar, salah satu temannya sudah memanggil dan mengajaknya pergi. Akhirnya Yudha pun pergi dari sana menuju tempat yang sudah dipesan oleh temannya Yudha.
***
"Selamat buat kemenangan kita hari ini!"
Hanya ada delapan orang yang makan malam untuk merayakan kemenangan Gladys dan Zulla. Dua orangnya tentu sang juara, dua orang lagi adalah guru sekaligus pelatih mereka. Dua orang lainnya adalah junior Zulla di tempat les dan dua lagi teman seangkatan Zulla. Sebenarnya Tara juga ingin ikut menyemangati Zulla, tapi katanya sedang tidak bisa pergi karena ada acara penting.
Semuanya bersulang menggunakan minuman masing-masing. Ada yang memesan jus, minuman bersoda dan ada juga yang memesan s**u.
"Sekali lagi, selamat buat Gladys dan Zulla. Kami bangga sama kalian."
"Terima kasih, Miss." angguk Zulla sambil mengucapkan terima kasih.
Sementara Gladys, dia hanya mengangguk saja. Ada banyak makanan yang terhidang. Dan mereka mulai makan ini dan itu. Suasana di tepi pantai begini membuat pikiran lebih relaks dan menghilangkan penat serta lelah setelah seharian berada di ruangan tertutup.
"Miss, aku permisi ke toilet sebentar ya." pamit Gladys pada pelatih dan rekan-rekannya.
Seperginya Gladys, pelatih mereka yang sering dipanggil Miss Juli berbisik pelan agar tidak didengar oleh meja sebelah meski mungkin juga mereka tidak tahu apa yang akan dikatakan Miss Juli.
"Kalian ada yang tahu enggak? Kenapa akhir-akhir ini, Gladys kelihatan kayak yang murung gitu? Kayak orang yang lagi putus asa." bisik Miss Juli pada semuanya.
Otomatis, Zulla melihat ke arah ke mana perginya Gladys. Tapi teman seangkatannya itu sudah tidak terlihat lagi dimakan kerumunan banyak orang yang ada di mana-mana.
"Enggak ada yang tahu kenapa, Miss." geleng Tiara, teman Zulla juga.
"Ya, memang benar. Tidak ada yang dekat sama dia dan Gladys juga tipe orang yang tertutup." sahut Miss Juli.
Tidak ada lagi yang menghiraukan kepergian Gladys yang entah ke mana. Pasti ke toilet tadi hanyalah alibinya saja. Lagi pula, acara intinya juga sudah selesai. Kalaupun Gladys tidak kembali pun tidak apa-apa.
Mereka saling bercanda dan bertukar pikiran serta mengobrolkan tentang suasana tadi di gedung perlombaan. Sampai tak sadar, sekarang sudah pukul sebelas malam waktu Singapura. Ketujuh orang itu memutuskan untuk kembali ke hotel karena tidak mungkin mereka begadang di sana semalaman.
Kebetulan sekali, kamar hotel Zulla terletak di paling ujung. Saat semuanya sudah pada masuk, Zulla masih berjalan menuju kamarnya. Ketika sampai di depan pintu kamar Yudha, dia berhenti sejenak lalu melihat jam yang melingkar di tangan kirinya.
"Yudha udah pulang apa belum ya?" tanya Zulla pada dirinya sendiri.
Niat hati ingin menelepon adiknya, tapi diurungkan kembali oleh Zulla. Dia memilih lanjut jalan dan masuk ke kamar. Lagi pula, menurut Zulla juga Yudha sudah besar. Sudah punya KTP sendiri jadi Zulla menganggap Yudha sudah bisa mengatur dirinya sendiri.
***
Your access card is wrong.
"Irh... Kenapa enggak mau kebuka sih?"
Gladys terjatuh di depan pintu kamarnya setelah menempelkan kartu aksesnya yang ke sekian tapi pintunya tidak mau terbuka juga. Kepalanya sangat pusing, rasanya ingin muntah dan ingin cepat-cepat berbaring. Bahkan Gladys bisa mencium bau alkohol dalam nafasnya sendiri.
Karena tak mau terbuka juga, Gladys akhirnya berjongkok di depan pintu kamarnya menunggu hidayah. Karena memang kondisinya begitu mabuk dan sudah setengah sadar.
"Nomor 2079."
Yudha kembali dari acara nongkrongnya bersama kedua temannya. Tapi kondisinya juga cukup mengkhawatirkan. Dia setengah mabuk meski tidak separah Gladys.
"Nah, ini nomor 2078." cengir Yudha ketika sampai di depan salah satu pintu kamar hotel.
"Eung... Lo mak lampir kenapa ada di sini?" tanya Yudha heran.
"Kamar gue enggak mau kebuka." sahutnya masih dalam posisi berjongkok.
"Ini kamar gue."
Kartu akses yang diambil oleh Yudha dari dalam saku jaketnya dia tempelkan di pintu kamar yang tadi berusaha dibuka oleh Gladys. Dan ajaibnya, pintunya terbuka. Melihat ini, wajah Gladys tersenyum berseri-seri dan langsung masuk begitu saja. Begitu pula dengan Yudha yang ikut masuk.
"Heh... Lo ngapain ikut masuk ke kamar gue." tanya Gladys dengan suara dan gaya khas orang mabuk pada umumnya.
"Ini kamar gue."
Jaket yang menempel di tubuh Yudha segera dia lepas dan dia buang ke sembarang arah. Begitu pula dengan celana denimnya pun dia lepas. Tak beda jauh dengan Gladys yang juga melepas dress selututnya hingga menyisakan tank top dan safety short berwarna hitam. Hingga membuatnya tampak seksi.
"Hah... Capek." Gladys membaringkan badannya ke ranjang begitu saja sampai dia menindih tubuh kekar milik Yudha.
"Lo apa-apaan sih? Balik ke kamar lo sana!" titah Yudha tanpa bertenaga karena memang dia sudah berada dalam pengaruh alkohol.
"Ini kamar gue." balas Gladys yang juga menyahut dengan sisa-sisa tenaganya.
Lima menit berlalu, keduanya tidak ada yang pindah dan masih tetap di sana. Hingga akhirnya, Yudha bangun lebih dulu dan melihat ke sekitar. Ternyata, lelaki itu mencari remote pendingin ruangan. Selesai menghidupkan AC, Yudha melihat perempuan berpakaian seksi sedang tidur memunggunginya.
"Heh... Lo berani banget tidur di sini pakai baju seksi begini?" tanyanya pada Gladys yang sudah hampir tidur.
Tubuhnya mendekat dan tangan kirinya membelai pundak Gladys. Yudha tak menyangka kalau yang dia pegang ternyata memang orang. Bukan sekedar khayalannya belaka.
"Heh... Bangun." sekuat mungkin Yudha membalikkan badan Gladys yang masih setengah tidur.
"Eungh... Gue ngantuk." sahut Gladys tanpa membuka mata tapi dia ganti miring ke arah Yudha.
Melihat belahan d**a Gladys, membuat Yudha mendelik dan susah payah menelan salivanya. Hasrat kelelakiannya tiba-tiba meronta ingin dilepaskan. Tangannya kini mulai meraba lengan Gladys dan ada sensasi tersendiri bagi Yudha.
"Bangun..." Yudha menggoyangkan badan Gladys berulang sampai gadis itu terbangun.
Perlahan-lahan, Yudha membantu Gladys duduk meski dia juga merasa kepalanya pusing.
"Apa lagi sih? Udah malem, gue mau tidur." sahut Gladys dengan mata terpejam.
Dalam penglihatan Yudha, dia membayangkan yang di depannya adalah gadis yang dia suka selama ini. Bukan Gladys sama sekali.
"Lo cantik banget sih." puji Yudha sembari membela lembut rambut panjang Gladys.
"Hah... Gue emang cantik dari lahir." kekehnya.
Tanpa aba-aba, Yudha melahap bibir Gladys begitu saja dan menarik gadis itu ke dalam pelukannya agar lebih dekat dengannya. Meski Gladys tampak kaget awalnya, tapi lama-lama dia menikmatinya dan membalas permainan bibir Yudha.
Keduanya terus melanjutkan ke tahap berikutnya hingga para iblis yang sedang berkumpul di sana menyaksikan mereka sambil tertawa bahagia. Langkah demi langkah terus dilewati satu persatu hingga akhirnya mereka tiba di tujuan bersama-sama.
Tak berhenti sampai di sana. Para iblis terus menghasut agar keduanya semakin banyak berbuat dosa dan hasutan itu mampu menembus dinding pertahanan Yudha maupun Gladys. Keduanya benar-benar dimabuk kepayang. Bagaikan pasangan pengantin baru yang sedang berbulan madu. Erangan panjang masih kembali berlanjut sampai keduanya tidak sadar, berapa lama dan banyaknya dosa yang mereka perbuat dalam satu malam.
Karena ini pengalaman pertama bagi keduanya, Yudha enggan untuk berhenti begitu saja. Lelaki remaja yang baru setengah tahun mendapatkan KTP dan SIM itu sama sekali tidak mau melepaskan Gladys meski hanya satu menit saja. Setiap pertarungannya selesai, dia akan memeluk pasangannya begitu erat sampai akhirnya dia kembali mengajak Gladys bergulat.
Keduanya sama-sama tidak sadar, apa yang mereka lakukan sekarang. Yang mereka rasakan hanya kenikmatan dan ketagihan. Yudha tidak tahu lagi, ini penyatuan mereka yang ke berapa. Yang Yudha tahu, dia hanya ingin lagi dan lagi.
***
Next...