Bagian 2
POV Mulya
Setelah mengetahui jenis kelamin bayi yang ada di dalam kandungan istriku, aku sangat kecewa. Kecewa berat. Bagiku kehadiran anak laki-laki sangatlah penting. Anak laki-laki adalah pewaris keturunan dan pewaris semua harta kekayaanku nantinya.
Aku tidak habis pikir. Di kehamilan istriku yang keempat ini, hasil USG menyatakan kalau janin yang ada di dalam kandungannya berjenis kelamin perempuan. Lagi-lagi perempuan! Tak bisakah istriku menyenangkan hatiku dengan melahirkan seorang anak laki-laki?
Ah, aku tidak bisa menerima jika yang akan lahir Perempuan lagi. Padahal, aku sudah telanjur mengatakan kepada teman-temanku bahwa janin yang ada di dalam kandungan istriku berjenis kelamin laki-laki.
Teman-temanku pasti akan menertawakanku nantinya, karena tak kunjung memiliki anak laki-laki. Bagi mereka, memiliki keturunan anak laki-laki merupakan kebanggaan tersendiri. Ah, mereka pasti akan menjadikanku sebagai bahan olok-olokan nantinya. Sial!
Apa aku harus menikah lagi, ya? Agar impianku terwujud. Ya, sepertinya hanya itu satu-satunya cara. Aku yakin, Aira tidak akan pernah bisa memberiku anak laki-laki.
Sebenarnya, akhir-akhir ini aku sudah menjalin hubungan dengan seorang gadis. Gadis itu sangat cantik, kulitnya putih mulus, bodynya langsing, hidungnya mancung, serta penampilannya selalu berhasil membuatku tergoda. Gadis itu bernama Femi.
Femi bekerja sebagai kasir di toko roti milikku. Femi masih kuliah, ia kuliah dari pagi hingga sore. Setelah itu, ia bekerja sebagai kasir di toko rotiku dengan mengambil shift malam.
Aku akan menjadikan kehamilan istriku yang lagi-lagi mengandung anak perempuan sebagai alasan agar aku bisa menikah lagi. Tentunya menikahi kekasihku Femi.
Awalnya, aku sama sekali tidak berniat untuk mencari perempuan lain. Hanya ingin bermain-main dengan setiap perempuan yang kudekati. Bagiku, memiliki Aira saja sudah cukup. Namun sekarang aku sadar. Aku butuh wanita lain dan akan kujadikan sebagai istri kedua. Tentunya wanita yang bisa memberiku keturunan anak laki-laki. Bukan seperti Aira.
Sebenarnya, istriku Aira tidak kalah cantik dengan Femi. Jujur, aku bangga bisa memiliki Aira. Mengingat kalau aku ini dulunya adalah anak seorang pembantu. Ya, dulu aku dan ibuku bekerja untuk keluarga Aira. Namun itu dulu, sekarang aku lah pemilik seluruh kekayaan Aira.
Sekarang, di belakang Aira, aku semakin nekat menjalin hubungan serius dengan wanita lain. Ini semua kulakukan karena keinginanku untuk memiliki seorang anak laki-laki begitu besar. Aku sangat mendambakannya. Aku malu jika belum memiliki anak laki-laki.
Semakin hari, aku semakin tidak betah di rumah. Jika aku berada di rumah, anak-anak akan mengajakku bermain bersama mereka. Menemani anak-anak perempuanku bermain boneka sungguh membuatku muak. Itu sebabnya, aku ingin memiliki anak laki-laki, agar bisa diajak bermain bola bersamaku.
***
Aku dan Femi sudah resmi menjalin hubungan. Biarpun Femi mengetahui kalau aku sudah mempunyai istri dan tiga orang anak, tetapi Femi bersedia menerimaku apa adanya.
Aku sering memberikan hadiah kepada Femi. Sering mengajaknya berbelanja ke mall untuk membeli apapun yang ia mau.
Tidak tanggung-tanggung. Aku memberinya barang-barang mewah, juga tas branded yang harganya jutaan rupiah. Tidak hanya itu saja, aku juga memberikan hadiah kalung dan cincin emas yang harganya mencapai puluhan juta.
Istriku saja tidak pernah kuberikan barang-barang seperti itu. Jika Aira meminta uang lebih selain dari jatah bulanan, maka aku tidak akan memberikannya.
Aku selalu beralasan jika hasil dari toko roti akan kugunakan untuk membangun cabang toko roti yang baru. Untungnya, Aira tidak pernah protes.
Istriku selalu menurut apa kataku. Ia tidak banyak menuntut. Biarpun aku tidak pernah memberikan uang lebih padanya, ia tetap diam dan bersikap biasa saja.
Malam ini, aku sengaja tidak pulang ke rumah. Aku menghabiskan waktu bersama kekasihku Femi.
Telepon dari Aira tidak kujawab, pesannya pun tidak kubalas. Posisinya benar-benar sudah tergantikan di dalam hatiku. Pesona Femi benar-benar mampu membuatku tergila-gila.
"Mas, aku rela menjadi yang kedua. Aku bersedia memberikanmu anak laki-laki, Mas, karena aku sangat mencintaimu," ucap Femi sambil memelukku dari belakang.
Aku terkejut mendengar ucapan Femi. Sungguh tak kusangka jika Femi bersedia menjadi istri ke-duaku.
Aku memang sudah menceritakan perihal rumah tanggaku kepada Femi. Dan keinginanku yang sangat mendambakan kehadiran anak laki-laki.
Tidak kusangka, jika Femi benar-benar bersedia menjadi istri keduaku dan bersedia memberikanku anak laki-laki.
"Kamu serius, Fem? Kamu mau menjadi istri keduaku? Dan kamu bersedia melahirkan anak laki-laki untukku?" tanyaku tak percaya.
"Iya, Mas! Aku bersedia jadi istrimu yang kedua. Aku sama sekali tidak keberatan. Yang penting cintanya Mas selalu utuh buatku," jawabnya manja sambil tersenyum manis .
Mendengar jawaban Femi, membuatku sangat bahagia. Femi sudah benar-benar memikat hatiku.
Akhirnya, malam itu kami berdua pun menghabiskan malam yang panjang di sebuah kamar hotel.
Rasanya, aku bagaikan terbang ke awang-awang, menggapai puncak tertinggi. Femi benar-benar mampu membahagiakanku.
Aku sadar telah melakukan kesalahan besar karena telah mengkhianati istriku. Telah melakukan dosa karena sudah tidur bersama wanita lain.
Tetapi, aku sangat menikmatinya. Aku semakin terlena dibuatnya. Hingga kesalahan dan penyesalan itu berubah menjadi kebutuhan. Lagi dan lagi, Femi susah seperti candu bagiku.
Tidak henti-hentinya bayangan Femi selalu menari-nari di dalam otakku. Di pikiranku hanya ada Femi. Ingin rasanya menghabiskan waktu dengannya selamanya.
Perasaan istriku kuabaikan, bahkan aku sudah tidak peduli lagi padanya. Begitu juga dengan anak-anakku. Karena memang dari awal, kehadiran mereka tidaklah kuharapkan.
***
Saat kuberi tahu kepada Ibu bahwa aku ingin menikah lagi, Ibu terlihat senang sekali. Ibu mendukung keputusanku seratus persen. Hal itulah yang membuat tekadku semakin kuat untuk menikah lagi.
Soal Aira, aku tidak khawatir sama sekali. Ia pasti akan menerima keputusanku. Palingan, Aira hanya akan menangis jika mengetahui kalau aku akan menghadirkan madu untuknya.
Aira sudah tidak memiliki orang tua dan juga saudara. Maka dapat dipastikan bahwa Aira akan pasrah begitu saja menerima keputusanku.
Sebenarnya, aku pantas disebut sebagai suami yang tidak tahu diri, karena rumah yang kami tinggali dan usaha toko roti yang ku kelola adalah peninggalan orang tua Aira.Tetapi aku tidak peduli dengan semua itu. Yang jelas, saat ini semua aset peninggalan orang tua Aira sudah berada dalam genggamanku.
Aira tidak akan mungkin menggugat cerai. Ia pasti berpikir seribu kali jika ingin melakukan itu. Karena jika Aira sampai menggugat cerai, maka ia dan anak-anak harus angkat kaki dari rumah.
Itu semua tidak akan mungkin terjadi. Aira adalah istri yang baik dan penurut. Juga istri yang bodoh.
Saking baiknya, ia tidak pernah sekalipun curiga terhadapku. Ia menyerahkan seluruh aset dan semua usaha peninggalan ayahnya untuk aku kelola. Padahal, aku selalu membohonginya dan menggunakan uang dari hasil toko roti untuk bersenang-senang bersama perempuan lain.
Namun walaupun begitu, aku belum berani berterus terang kepada Aira. Aku masih menyembunyikan semuanya dari Aira. Biarpun seluruh aset peninggalan orang tuanya sudah aku kuasai, tetapi saat ini aku belum berani untuk berterus terang padanya.
Bersambung