Chapter 20

1283 Kata
Emily bangun dengan cepat, ia mempunyai pekerjaan baru meskipun hanya seorang kasir di sebuah kaffe, namun Emily menyukai pekerjaan yang sudah di lakukannya sejak kemarin, lagi pula Max juga tidak ada kabarnya akan kembali ke apartemennya. Lokasi kaffe tempatnya bekerja tidak begitu jauh, Emily bisa pergi ke tempat itu dengan hanya berjalan kaki, ini masih pagi jadi Emily bisa menikmati udara yang cukup menyegarkan walaupun hal itu sulit di temukan di dalam kota besar seperti tempat tinggalnya sekarang. Kaffe tersebut berdekatan dengan sebuah perusahaan besar yang menaungi banyak model dan artis, sekaligus tempat yang dulu pernah menjadi tempat kerja Emily sebelum ia mengundurkan diri dari sana demi seratus ribu dolar dari Raffael, uang pemberian lelaki itu pun sampai sekarang belum Emily gunakan. “Emily!” panggil seseorang yang membuat Emily berbalik, terlihat Carla berlari menghampiri. “Apa yang kau lakukan dengan berlarian seperti itu? Kemana mobilmu? Rumahmu sangat jauh dari kantor, dan kau kemari dengan berjalan kaki?” cecar Emily begitu Carla sudah ada di depannya, perempuan yang menghampiri Emily itu justru tertawa. “Tentu saja tidak, aku naik bus, tadinya aku pikir bisa ke rumahmu sebentar tapi aku melihatmu sudah keluar pagi-pagi begini, kau mau kemana?” “Bekerja.” “Wah, kau menerima tawaran yang Romi sarankan kemarin? Jadi pekerjaanmu sekarang adalah sebagai sekretaris?” tebak Carla, kedua perempuan itu berjalan santai sembari bercengkrama. Emily tersenyum simpul. “Tidak, aku bekerja sebagai kasir di sebuah kaffe.” “Apa? Kenapa? Maksudku, kau menolak tawaran dari Romi?” “Tidak, aku hanya tidak cocok dengan tempat itu.” Emily membenarkan, lagi pula jika ia bekerja di perusahaan yang Romi sarankan, Emily mungkin akan sering bertemu dengan Raffael, lelaki itu sangat menyebalkan, jika saja kemarin Emily tak menerima tawaran Raffael untuk menghapus artikel lelaki itu, sekarang Emily pasti sudah mendapatkan bayaran yang lebih banyak dari pemberian Raffael. Baru kali ini Emily menyesali tindakannya mengundurkan diri dari perusahaan walaupun ia sudah tidak begitu menyukai perusahaan yang sempat membuatnya bekerja di sana. “Dimana tempat kerjamu? Aku akan sering ke sana saat jam istirahat.” “Kebetulan tidak jauh dari kantormu, aku bekerja di sana.” Emily menunjuk tempat kerjanya berada di seberang jalan, Emily berhenti di tempat penyeberangan menuju lampu berwarna merah. Carla mengangguk pelan, saat lampu berwarna merah, Emily beserta para penyeberang lain pun lewat bersamaan. “Kau ingin menikmati sarapan di sini?” tanya Emily yang sudah masuk ke dalam kaffe tempat ia bekerja. “Kau seperti turun pangkat, Amy. Kau dulu bekerja di perusahaan besar, tapi sekarang kau justru menjadi sekorang kasir di sebuah kaffe.” “Bukan masalah, aku merasa lebih nyaman bekerja di sini dari pada bekerja dengan penuh tekanan dari Mrs. White. Kau tau kan bagaimana watak wanita itu jika kita menolak apa yang dia perintahkan?” Carla menunduk, mengangguk membenarkan. “Kalau begitu buatkan aku sesuatu yang sangat di rekomendasikan di kaffe ini.” ucapnya. Emily tersenyum, “Baik, tunggu sebentar ya aku siapkan.” ___ Hari sudah siang, Emily berganti shift dengan rekan kerja yang lain untuk istirahat, bekerja menjadi kasir ternyata tidak begitu buruk, Emily merasa ia menyukai pekerjaan barunya ini. Setelah istirahat kurang lebih tiga puluh menit untuk menikmati makan siangnya, Emily kembali berdiri di depan kasir, melayani para pembeli yang datang sementara anggota kaffe yang lain melayani pengantaran ke meja-meja pembeli. Tak terasa waktu menunjukkan pukul empat, waktu Emily bekerja selesai tanda pergantian pekerja lagi, Emily pulang dari tempat kerja setelah berganti pakaian. Tanpa Emily sadari, saat dia keluar dari kaffe, seseorang mengikutinya dari belakang, setelah melewati penyeberangan jalan orang itu tiba-tiba saya merangkul Emily dari belakang dan membawa wanita itu ke tempat yang tentunya tak banyak orang lewat. Emily sempat memberontak, ia mendorong lelaki yang menutupi wajahnya dengan topi, begitu topi itu di buka, kemarahan Emily seperti ingin mencabik wajah lelaki di depannya ini. “Mau apa lagi kau menemuiku, Hans! Bukankan sudah berkali-kali aku tekankan jika hubungan di antara kita sudah selesai?” geram Emily. “Apa kau tidak bisa memikirkanku untuk kembali padamu sekali lagi?” “Jangan bermimpi! Setelah kau mengataiku sebagai wanita yang tidak benar, menurutmu apa aku bisa menerima lelaki sepertimu lagi? Dan ya, lebih baik bersenang-senanglah kau dengan wanitamu itu, dia pasti bisa membuatmu merasa hangat dalam kepuasan yang kau ingin kan. Jadi jangan mencariku lagi, aku membencimu, ingatlah, aku membencimu dan tak akan memaafkanmu sekalipun, paham!” Hans ingin memegang tangan Emily namun dengan cepat di tepis oleh Emily, ia merasa jijik jika harus berhubungan dengan lelaki di depannya ini. “Emily, aku kehilangan kontrol kendali emsoiku, saat itu aku tidak sengaja berkata seperti itu denganmu.” Emily tertawa sumbang, lebih ke arah tawa mengejek. “Terserah alibi apa yang kau gunakan untuk membujukku, itu takkan berhasil.” Emily berlalu meninggalkan Hans, lelaki itu mengejar Emily lagi dan seolah tak mau melepaskan tangan Emily meski perempuan itu sudah berusaha menepis tangan Hans darinya. “Lepas!” “Tidak, Emily, dengarkan aku kali ini saja.” “Hans, lepaskan atau aku akan berteriak pencuri.” “Tidak Emily, aku tidak akan melepaskanmu.” keukuh Hans, namun lelaki itu tiba-tiba saja mematung saat tatapan matanya tak sengaja melihat sesuatu. Emily merasa aneh dan ikut melihat arah pandang Hans. “Max,” gumam Emily. “Apa hubunganmu dengan lelaki itu?” tanya Hans, terdengar jelas ia tidak menyukai Max, terlebih gara-gara Max ia harus masuk rumah sakit, rahangya bergeser karena pukulan keras yang pernah Max berikan padanya. “Dia...,” Emily ragu akan menjawab apa, ia dan Max tidak ada hubungan apapun selain hanya temap seatap karena Diana menitipkan Max. “Ku katakan padamu Emily, dia bukan lelaki yang baik.” saran dari Hans. “Kau jauh lebih tidak baik dari, Max.” sambar Emily, jauh dari apapun, Max lebih baik ketimbang Hans. Max berjalan menghampiri, raut wajahnya terlihat dingin. “Lepaskan.” ucapnya. “Siapa kau beraninya mengganggu urusanku.” Hans melepaskan tangannya dari Emily, segera Emily ebrlari ke belakang Max. “Kau tak berhak tau siapa aku, yang pasti Emily tak suka kau sentuh.” Hans berdecih, tapi ia masih ingat seberapa kuat pukulan Max sampai membuatnya harus masuk rumah sakit, jika sekali lagi tangan lelaki itu memukulnya, mungkin rahangnya akan pecah atau terlepas dari tempatnya, itu mengerikan, tangan Max bagaikan besi kokoh yang tak wajar di miliki oleh seorang manusia. Hans menunjuk Max namun tak bisa berkata-kata, dia langsung pergi begitu saja, Emily mendongak menatap Max. “Kau sudah selesai dengan urusanmu bersama Diana?” tanya nya. “Ya. Dan apa lelaki itu melukaimu?” Max melihat pergelangan tangan Emily yang memerah karena cengkeraman Hans yang cukup kuat. “Aku baik-baik saja, ini hanya luka yang akan segera membaik sebentar lagi.” jawab Emily, Max mengangguk pelan, “ayo pulang, ah atau kau ingin pergi ke suatu tempat sebelum pulang?” tanya Emily memastikan. “Tidak, aku sudah selesai di luar rumah, lalu bagaimana denganmu? Kau tidak ingin mencoba memakan masakanku lagi?” Mendengar masakan yang Max sebutkan membuat bola mata Emily berbinar, masakan Max yang paling ia sukai, dan tanpa penolakan Emily pun mengangguk setuju. Keduanya berjalan menuju apartemen. “Bagaimana jika aku juga ikut memasak?” “Nanti tanganmu akan tambah terluka.” “Hanya luka kecil, bagiku itu bukan masalah dan aku akan hati-hati, jadi maukah kau mengajariku memasak?” Emily berharap Max mengijinkannya melihat bumbu rahasia yang lelaki itu gunakan, terlihat Max tak langsung menjawab, tangan Max yang besar dan dingin justru menggenggam tangan Emily. Debaran aneh itu kembali menghampri jantung Emily, meskipun tangan Max dingin, namun itu berhasil menimbulkan gelenyar hangat yang Emily rasakan. “Tentu saja boleh.” jawab Max kemudian, Emily tersenyum senang, senang karena Max mengijikannya ikut memasak dan senang karena Max menggenggam tangannya seperti sekarang ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN