Emily merenggangkan tangannya dengan sebuah laptop di pangkuannya, tampilan aplikasi word terlihat di layar laptonya saat ini. Emily melihat jam di ponselnya di mana waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Matanya sangat perih, lelah dan juga mengantuk tapi teringat jika Naura akan menagihnya lagi nanti.
Naskah yang Emily ketik baru sebagian yang jadi itupun tepat di dalam konflik yang membuat Emily harus putar otak untuk mengisi konflik di dalamnya seperti apa. Alhasil apa yang dia alami beberapa jam yang lalu ia masukkan ke dalam ceritanya, sepertinya akan seru.
‘Seorang pangeran menolong sang putri dari pangeran jahat’ Emily tersenyum geli tapi tetap melanjutkan mengetik naskah mengabaikan tiap detik yang berlalu membawanya menjumpai sinar matahari yang mulai muncul berwarna kejinggaan di atas langit.
Emily sudah tidak lagi memikirkan kata-kata Hans lagi, bagi Emily memikirkan kalimat Hans hanya akan membuat hatinya kembali tersakiti, di lain itu juga ia tidak mempermasalahkan ke hadiran Max, secara perlahan Emily mulai menerima keberadaan Max tanpa ada rasa khawatir lelaki itu akan melakukan tindakan jahat.
Tapi aneh, pertama kali Emily melihat Max tersenyum adalah hari di mana lelaki itu datang di apartemennya tapi sepertinya itu juga yang akan menjadi hal terakhir yang pernah Emily lihat. Tiba-tiba mulutnya terbuka, menguap karena mengantuk.
“Sepertinya aku sudah bekerja terlalu keras hari ini.” Sekali lagi Emily merenggangkan tangannya, mematikan laptop tak lupa menyimpan apa yang baru saja ia ketik lalu memutuskan untuk istirahat sebentar sebelum pergi ke kantor.
------
Romi dan Carla baru saja tiba di kantor bersamaan, kedua orang itu berjalan melewati meja Emily di mana si pemilik ada di sana dengan mata pandanya.
“Romi katakan padaku jika kantor ini tidak akan menjadi kebun binatang tiba-tiba.” Celetuk Carla. Emily menoleh pelan ke arah mereka membuat Carla memekik kaget hingga membuat perempuan bermulut pedas itu bersembunyi di balik punggung Romi.
“Emily! Ada apa dengamu? Sepertinya kamu tidak istirahat dengan baik semalam?” Tanya Romi sembari memberikan segelas kopi yang di belinya saat akan menuju kantor.
“Thanks Romi.” Ucap Emily meneguk kopi pemberian Romi untuk menambah staminanya hari ini agar tidak mengantuk.
“Emily, jujur aku katakan kau terlihat sangat mengerikan hari ini.” Carla keluar dari persembunyiannya. Emily tersenyum paksa ke arah Carla.
Bagaimana tidak lelah jika waktu tidurnya hanya satu jam hanya untuk menyelesaikan naskah yang tertunda begitu lama dan Naura selalu memintanya menyelsaikan naskah itu secepat mungkin. Emily meletakan gelas kopinya untuk meraih ponselnya yang berdering.
“EMILY! Kenapa belum kau kirim juga naskahnya!” Teriak Naura hingga membuat Emily harus menjauhkan ponsel dari telinga atau saat itu juga telinganya akan pecah.
“Aku aka mengirmkannya jika sudah selesai, Ra.” Jawab Emily setelah memastikan Naura tidak berteriak lagi.
“Kau pikir sudah berapa kali kamu mengatakan hal seperti itu? Kamu telat mengirim naskah dan kau tau berapa kali kau telat? Lima bulan Emily, lima bulan, kau pikir dalam lima bulan itu ada berapa hari? Berapa jam dan berapa menit yang sudah kamu lewatkan?”
Emily menguap sedangkan Carla yang sudah duduk di kursinya menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
“Baiklah-baiklah, aku janji besok pagi sudah aku kirimkan.” Emily segera mematikan ponsel setelah mengatakan kalimatnya kemudian kepalanya di jatuhkan di atas meja dengan lemas.
“Arrgghh.., aku lelah sekali.” Gumamnya.
“Kenapa kau nekat menjadi penulis dan bekerja sebagai admin sekaligus?” tanya Carla.
“Aku pikir menulis adalah hobiku, dan aku bisa mengimbanginya dalam pekerjaanku sekarang, ternyata tidak mudah tapi aku berusaha menikmatinya.”
“Kau aneh.” sahut Carla.
Emily tersenyum sekilas. Dengan perlahan Emily mengangkat wajahnya lagi kemudian meminum habis kopi pemberian Romi sebelum pergi menuju ke toilet untuk menyegarkan kondisinya yang menyedihkan. Emily menatap pantulan dirinya di cermin besar di dalam toilet.
“Pantas saja Carla takut melihatku.” Ia menertawai dirinya sendiri lalu membasuh wajah dengan air dingin dan memoleskan make up untuk menyamarkan mata panda dan wajah pucatnya agar terlihat lebih baik.
“Emily, di panggil Mrs.White kamu di suruh ke ruangannya.” Seru Carla saat Emily kembali dari toilet.
“Kalau begitu akan langsung ke sana.” Emily putar balik arah untuk menemui asisten direktur itu. Mrs. White terlihat sedang menyaksikan sesi foto salah satu artis di sebuah ruangan khusus untuk pemotretan sebelum ke hadiran Emily mengalihkan perhatian wanita 30 tahun itu. Bibir dengan polesan lipstik merah darah tersenyum untuk Emily.
“Mrs, anda mencari saya?” tanya Emily.
“Ah iya Emily ayo ke ruangan saya saja.” Emily mengikuti langkah Mrs,white sampai mereka tiba di salah satu ruangan. Mrs,white mengambil beberapa lembar kertas dan juga foto dari dalam lacinya.
“Aku tau ahlinya dalam bidang ini.” Ucap Mrs White sembari memberikan apa yang di ambilnya untuk Emily. Emily menatap lembaran foto yang ada di tangannya, foto salah satu model sekaligus aktor tampan bernama Raffael saat bersama dengan seorang wanita yang berjalan menyamping hingga wajahnya tidak kentara.
“Apa maksudnya aku harus memasukkan berita mereka ke dalam situs jejaring sosial?” Tanya Emily memastikan. Mrs, White mengangguk sembari tersenyum.
Tapi Emily tau Mrs, White tidak pernah tersenyum kecuali saat wanita itu sedang ingin melakukan sesuatu. Tapi Emily tak punya banyak pilihan selain melakukan apa yang wanita itu perintahkan, lagi pula memang ini kan pekerjaannya menjadi admin? Menyebarkan berita-berita baik itu gosip atau berita apapun yang masuk dan keluar dari perusahaan industri permodelan.
“Dan juga jangan lupa kamu tambahkan jika mereka berdua sedang berkencan,”
Emily menatap Mrs White lalu menghembuskan nafasnya, “Baik, Mrs.” Lepas itu Emily kembali ke meja kerjanya di mana beberapa komputer menyala di depannya.
Carla memunculkan kepalanya menatap Emily, “Emily, apa dia memarahimu lagi?” Serunya. Emily menggeleng.
“Tidak, dia hanya memberiku tugas untuk menyebarkan gosip yang sepertinya akan langsung boming jika langsung aku posting.”
“Itu luar biasa, aku tau dialah ahlinya dalam hal ini.” Sambut Carla dengan kekehan gelinya, Emily menggelengkan kepala nya malas.
“Mau bagaimana lagi.” Emily membuka salah satu situs jejaring sosial resmi milik perusahaan lalu sesuai apa yang Mrs, White perintahkan ia pun memasukan berita ke dalamnya.
Saat pukul lima sore Emily kembali ke apartemen, seperti biasa saat ia pulang Max pasti akan duduk di depan televisi menonton berita yang baru saja Emily post tadi siang, ia tidak heran postingannya akan langsung terkenal seperti itu.
“Apa hobimu hanya menonton televisi?” Emily meletakan tas di meja dan duduk di sebelah Max, menyandarkan bahu lelahnya ke sandaran sofa.
“Aku bisa apapun.” Jawab Max.
“Yah kecuali untuk berbicara lebih banyak kata.” Sahut Emily ketus. Max menoleh ke arahnya dengan tatapan datar seperti biasa sebelum Emily kembali menambahi. “Dan juga tak mau senyum.” Sindirnya.
Max berkedip dua kali untuk memindai raut wajah Emily lewat sensor matanya kemudian mengangguk. Ya hanya sebuah anggukan sebelum kepalanya menoleh ke layar televisi lagi.
“Benar benar aneh. Kupikir kemarin ada orang yang baru saja mengejekku ‘kenapa wajahmu jelek sekali’ Ck! ejekan macam apa itu, bahkan semua orang di seluruh dunia tau aku ini yang paling cantik di antara semua pria.” Celetuk Emily dengan percaya dirinya.
Emily pikir Max akan menanggapi candaannya tapi nyatanya pria yang sudah 6 hari tinggal di apartemennya itu hanya mengangguk.
‘Mengangguk dan menggleng apa hanya itu yang bisa dia lakukan?’ batin Emily, ‘Sepertinya Max akan menang jika di tandingkan untuk tahan tawa di seluruh dunia’ . lanjutnya.
Jika Emily tau yang sekarang ia ajak bicara ini adalah Humanoid yakin pasti ia akan menarik kata-katanya kembali. Lagian mana ada Humanoid tertawa?