Bab 6. Diam-diam Peduli

1280 Kata
Mentari keluar dari lift dengan langkah berat. Ia memegangi kepalanya yang terasa sakit. Badannya juga tidak enak dan terus saja lemas. Mentari berjalan ke arah pintu kamar apartemennya. Setelah ini, ia akan langsung tidur. Besok, ia sudah harus masuk kerja lagi setelah libur tahun baru. Masuk kerja dengan status sudah menikah dan hamil. Mentari hanya menghela nafas beratnya. Mentari yang sudah sampai di depan pintu apartemen tempat tinggalnya, membuka pintu dari arah luar. Saat baru dibuka, ia melihat Arka ada di dalam. Sekilas, Mentari melihat Arka masih susah payah menata seluruh perabotan di ruangan. Arka juga menoleh ke arahnya. Jadi, dari tadi Arka terus saja menatanya sendirian. "Huh! Siapa yang peduli!" gumam Mentari dalam hati. Mentari lalu berjalan masuk dan menutup pintu. Kemudian ia meneruskan jalan ke arah dalam rumah. Melewati Arka yang sedang menata perlengkapan rumah sendirian. Mentari langsung menuju kamarnya dan segera menutup pintunya di dalam kamar. Setelah berada di dalam kamar, Mentari mengunci pintu dari dalam. Ia masih berdiri di balik pintu. Saat melewati Arka tadi, Arka hanya diam dan melihatnya berjalan masuk ke dalam kamarnya. Ada sedikit perasaan bersalah karena ia tidak membantu Arka. Namun, Mentari mengabaikannya. Mentari berjalan ke arah ranjangnya. Di dalam kamarnya saja, ia masih belum menata barangnya yang masih di dalam koper. Mentari meletakkan ponselnya di meja dekat ranjangnya. Ia merebahkan badannya di atas ranjang. Mentari menatap langit-langit kamar barunya. Begitu pikirannya kosong, ada hal-hal sedih yang langsung mengisi otaknya. Mentari, mengingat kenangan ketika masih bersama Edo. "Kenapa kamu tidak makan kerangnya dan hanya melihatnya saja?" "Aaah ... aku masih kenyang." "Padahal dari tadi kamu belum makan apapun. Di restoran ini, menjual menu kerang terbaik. Kamu pasti suka!" "I ... iya." "Apa jangan-jangan, kamu tidak suka makan kerang?!" "Ti ... tidak kok! Aku suka! Karena tadi aku masih kenyang saja." "Kalau begitu, makanlah! Aku akan menyuapimu." Demi Edo, Mentari yang tidak suka makan kerang itu, jadi memaksakan diri untuk makan kerang. Meskipun setelah itu, ia selalu merasa pusing karena alergi. Mentari terus berusaha memakannya, demi menyenangkan hati Edo. Bukan hanya itu. Mentari selalu menemani Edo membaca buku yang baginya tidak menarik. Ia juga selalu menemani Edo melihat acara yang Edo suka, meski baginya sangat membosankan. Ia merasa tidak keberatan mengorbankan apapun demi Edo, asalkan hubungannya dengan Edo berjalan lancar. "Aku, tidak bisa menikahi Mentari?! Aku masih harus mengurus pekerjaan dan menemui dewan direksi di London!" Mendadak, terlintas kalimat Edo yang menolak untuk menikahinya saat masalah itu datang. Mentari mendengar suara guntur yang sangat kencang dari dalam hatinya. Dadanya juga jadi sesak. Rasanya, pedih sekali kalau mengingat hal itu. Jadi, apa arti pengorbanannya selama ini? Ia sudah sangat berusaha untuk mempertahankan hubungannya dengan Edo. Bahkan, saat Edo mulai sering pergi ke luar negeri, Mentari yang selalu menghubunginya lebih dulu. Kelopak mata Mentari sudah terasa banyak air yang menggenang. Rasa sesak di dadanya membuatnya tidak bisa menahan air mata yang mulai menetes. Mentari memejamkan kedua mata dan meringkuk di dalam kesedihannya. Ia tidak tahu, bagaimana cara melanjutkan hidupnya saat kehilangan Edo? Tiba-tiba, Mentari merasa perutnya sangat tidak enak. Mendadak, ia merasa mual yang berat, sampai melupakan rasa sedihnya. Mentari langsung menyeka air matanya dan duduk. "Aduh! Kenapa ini? Kenapa tiba-tiba rasanya jadi ingin muntah?" gumam Mentari berbicara sendiri. Rasa mual semakin kian datang. Semakin parah dan bertambah mual. Mentari ingin segera muntah. Ia pun langsung berdiri dan cepat-cepat berjalan keluar kamarnya. Mentari segera membuka pintu dengan cepat. Kemudian, ia segera berjalan tergesa ke arah kamar mandi. Arka yang masih menata ruang saat itu, melihat ke arah Mentari yang berjalan setengah berlari ke arah kamar mandi dengan terburu-buru. Arka pun jadi menautkan kedua alisnya heran melihatnya. Arka menghentikan kegiatannya sejenak. Ia berjalan mendekat ke arah kamar mandi secara perlahan, untuk mencuri dengar. Mentari yang ada di dalam kamar mandi, terdengar muntah-muntah. Arka semakin mengernyitkan wajahnya. Ia lalu berjalan cepat ke arah kamarnya dan menutup pintu di dalam kamarnya. Sekian detik berlalu. Mentari keluar dari kamar mandi dengan memegangi perutnya. Ia baru saja muntah-muntah. Mentari juga masih merasa lemas. Benar juga. Mentari, kan sedang hamil. Seperti yang ia ketahui, biasanya perempuan yang hamil pasti mengalami mual-mual di tiga bulan pertama. Hanya saja, ia tidak menyangka kalau rasanya benar-benar menyiksa seperti ini. Mentari lalu melihat sekitar. Ia sudah tidak melihat Arka di sekitar. Mentari juga melihat ruang tamu, ruang tengah dan dapur masih sangat berantakan. Ia lalu menoleh ke arah kamar Arka yang sudah tertutup dari dalam. Mentari lalu mendengus kasar. "Katanya dia mau tanggung jawab? Ternyata soal menata ruangan saja dia tidak meneruskannya," gumam Mentari berbicara pelan dengan kesal. Mentari sendiri tidak akan peduli. Ia juga masih merasa tubuhnya tidak enak. Mentari pun berjalan ke arah kamarnya dan menutup pintunya dari dalam untuk beristirahat. *** Mentari membuka kedua matanya perlahan. Cahaya matahari, masuk menembus kaca jendelanya. Ia lalu meraba ponselnya dan melihat waktu di sana. Masih pukul enam kurang lima menit. Pantas saja alarm-nya belum berbunyi. Mentari selalu menghidupkan alarm ponsel setiap hari pukul enam pagi. Karena pagi ini ia sudah bangun, jadi Mentari langsung mematikan alarm-nya saja. Hari ini, hari pertamanya bekerja. Meski badannya lemas dan terus saja tidak enak, ia tetap harus masuk kerja. Mentari pun berdiri dan berjalan ke arah keluar untuk mandi dan mempersiapkan diri. Mentari yang sudah berada di dekat pintu akan membuka kenop pintunya. Namun, mendadak ia terhenti karena mendengar suara langkah dari arah luar. Mentari mengurungkan niatnya sejenak. Tentu saja itu suara Arka. Mentari lalu menempelkan telinga di pintu. Ia mendengar, suara langkah Arka yang tidak lama disambung dengan suara pintu terbuka, lalu tertutup kembali. Sepertinya, Arka baru saja keluar. Pasti, Arka sudah berangkat kerja. "Pergi pagi-pagi sekali, pasti tidak ingin bertemu denganku. Dia bahkan sama sekali tidak bertanya apapun saat aku muntah tadi malam. Siapa yang peduli?! Aku juga tidak ingin bertemu dengannya!" gerutu Mentari berbicara sendiri kesal. Karena dirasa Arka sudah pergi, Mentari kemudian membuka pintu kamarnya. Ketika pintu baru saja dibuka, ia terkejut melihat kenampakan ruangan apartemen tempat tinggalnya. Ia melangkah keluar dan memperhatikan setiap sudut apartemennya. Ruang tamu, ruang tengah dan dapur, semuanya sudah tertata rapi sekali. Sangat berbeda dengan tadi malam di mana ia baru saja muntah itu. Ternyata, Arka masih melanjutkan kegiatan bersih-bersihnya tadi malam sampai selesai. Mentari bisa mengira-ngira, untuk menata ruangan yang sangat berantakan kemarin, pasti membutuhkan waktu semalaman. Mentari pun berjalan keluar kamarnya. Ia mengamati keseluruhan ruangan di dalam. Tidak sengaja, Mentari melihat meja makan. Di meja makan sudah terhidang sarapan pagi untuknya. Mentari semakin tercekat dibuatnya. Ia lalu berjalan mendekat ke arah meja makan. Di meja makan ada berbagai macam hidangan. Mentari lalu melihat ada wadah kecil berisi seperti obat di atas meja. Di atasnya, terdapat sebuah memo yang tertempel dengan tutup wadah obat tersebut. Mentari mengambil dan membaca memo yang tertempel di sana. 'Vitamin pereda mual.' Begitulah tulisan singkat di dalam memo tersebut. Ia lalu memperhatikan vitamin yang ada di tangannya. Mentari lalu membacanya, khusus untuk ibu hamil. "Ini, vitamin dari apotik. Kapan dia membelinya?" gumam Mentari bertanya sendiri. Mentari lalu menoleh ke arah pintu keluar. Arka tadi pagi sudah berangkat kerja. Mentari jadi menautkan kedua alisnya heran. "Mungkinkah, tadi malam-malam dia keluar untuk membeli vitamin ini?" gumam Mentari masih berusaha menebaknya sendiri. *** Epilog Sudah sekitar satu jam yang lalu, Arka terus saja memelototi laptopnya di dalam kamar. Ia mencari tahu tentang informasi dan pengetahuan soal perempuan yang sedang hamil muda. Bahkan, Arka sudah paham beberapa istilah tentang kehamilan. "Ini dia!" kata Arka berbicara sendiri setelah menemukan sebuah informasi. "Vitamin penghilang rasa mual, di trimester pertama pada masa kehamilan. Ya! Aku akan membelinya sekarang!" kata Arka lagi berbicara sendiri. Arka lalu memotret vitamin itu di ponselnya. Ia pun segera berdiri dan keluar berencana untuk segera membeli vitamin itu di apotik sekarang juga, meski sudah lewat tengah malam.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN