Chapter 16

1565 Kata
Abra terus menarik tangan Gadis keluar kamar dengan langkah kaki yang tegap dan pandangan lurus ke depan, semua bodyguardnya mengikutinya, tak ada yang  tertinggal. Sedang Gadis hanya diam saat tangannya digenggam Abra erat-erat, ada rasa syukur sedikit di dadanya saat Abra menyelamatkannya dari Liliana, tapi ia penasaran dengan sikap Abra yang terkesan dingin kepada Liliana dan Hasan, ayah tirinya. "Bra, tasku ketinggalan di hotel." kata Gadis pelan saat mereka menunggu di depan lift. Gadis pikir, Abra tak mendengarnya jadi ia kembali diam karena tahu suasana hati Abra sedang  tak membaik. "James, ambil ke kamar tas dan ponsel Gadis, juga barang-barang kami. Semuanya bawa ke rumah." kata Abra. "Baik bos." kata James yang bergegas kembali ke kamar hotel. Rumah? Rumah yang mana? Rumah Abra atau Liliana? Pintu lift terbuka, keduanya masuk ke dalam dan Abra masih belum melepaskan tangan Gadis sama sekali dari genggamannnya. Gadis merasa canggung, tapi ia tak mungkin bergerak meliuk-liuk seperti sebelumnya karena Abra nampak sangat serius dan tak bisa diganggu. Apa selalu seperti ini jika ia sedang ada masalah? Pintu lift terbuka dan nyatanya masih ada banyak wartawan yang menunggu keduanya di hotel, segera para wartawan itu mendekati mereka dan memberikan pelbagai pertanyaan yang sama sekali tak dijawab Abra, hingga Abra naik mobil bersama Gadis pun, ia masih bungkam. Sepanjang perjalanan yang entah ke mana, Gadis berulang kali menengok ke arah Abra, ia mencemaskan dan mengkhawatirkan Abra. Ia ingin memeriksa Abra, menyentuh kening Abra yang tadi pagi terasa sangat panas. Apalagi Gadis tahu, resep yang telah Gadis buat, obatnya belum disentuh sama sekali oleh Abra usai sarapan, katanya ia menginginkan jeda ketika ia selesai sarapan. Hingga Liliana datang dan Abra tak meminum obatnya. Gadis sedikit tersentuh dengan sikap Abra yang memilih tidur di lemari alih-alih di sebelahnya karena kedinginan. Ia menepati janji dan ucapannya yang membuat Gadis menaruh respect padanya. "Bug!" Gadis terhenyak kaget kala ia melihat kepala Abra berada di atas pangkuannya dengan mata yang terpejam secara tiba-tiba. Ia baru saja memalingkan wajahnya dari menatap Abra cemas dan memandang keluar jendela lalu Abra dengan gerakan kilat menjatuhkan kepalanya di kedua paha Gadis secara tiba-tiba. Jantung Gadis berdebar-debar tak karuan, ia tak pernah mendapatkan adegan seperti di film-film romantis seperti ini sebelumnya. Ya iyalah, lah wong Gadis perawan ting-ting yang artinya ia belum pernah pacaran sama sekali. "Bra ..." panggil Gadis pelan. "Bentar aja, Dis, hanya sampai kita tiba di rumah." kata Abra dengan suara parau. Gadis diam dan akhirnya ia membiarkan Abra menjadikan kedua pahanya batal sampai mereka tiba di rumah. Gadis kemudian mengankat tangannya perlahan-lahan dan menempelkannya di dahi Abra, ia cukup terkejut menyadari bahwasannya dahi Abra sangatlah panas saat ini. Ia cemas bukan main, ia ingin mengatakan sesuatu tapi ia sudah melihat Abra tengah tertidur pulas di pangkuannya, jadi ia hanya bisa diam. "James, berhenti di apotik terdekat." kata Gadis dan James mengangguk "Baik, Nona ..." kata James. Tak berselang lama, James menemukan apotik terdekat dan Gadis meminta James untuk membelikanya KoolFever dewasa. Setelah James keluar dari dalam mobil dan ia segera masuk ke apotik untuk membelikan pesanan Gadis, lalu tak berselang lama James kembali dengan pesanan Gadis yang berad di tangannya. "Terima kasih, James." kata Gadis saat ia menerima plester itu dan membukanya segera lalu menempelkannya di dahi Abra kemudian. Gadis memandang Abra baik-baik, getaran di dadanya masih berdebar-debar tak karuan. "James ... Apa masih jauh rumah Abra?" tanya Gadis. "Nggak, nona, lima menit lagi kita sampai." kata James. "Kalau gitu James, muter-muter dulu aja, aku gak enak bangunin mas Abra yang saat ini terlihat pulas." kata Gadis. "Baik, non." kata James padanya. James kemudian berhenti saat ada lampu merah dan memutar kemudi entah ke mana, Gadis tak peduli. Dipandanginya baik-baik wajah Abra yang sudah terlelap dipangkuannya itu. Gadis sama sekali tak mengerti bagaimana hal ini bisa terjadi kepada mereka berdua. Gadis tiba-tiba juga teringat akan Mamanya, ketika ia jatuh sakit ia akan membaringkan dirinya di pelukan Mamanya, di pangkuan Mamanya. Sama persis apa yang dilakukan oleh Abra saat ini kepadanya. Perlahan Gadis membelai rambut lebat Abra, hal yang pernah Mamanya lakukan dulu padanya, hanya agar ia tenang, merasa nyaman dan damai. Kejadian ini dilirik oleh James dari balik spion dan James tersenyum kecil menyaksikannya. Ia bisa melihat Gadis berbeda dari teman-teman kencan Abra lainnya. Sedang Abra telah terlelap hingga ia bermimpi. Dulu saat Liliana memutuskan untuk mengirimnya ke London dan membiarkannya tinggal bersama neneknya, Sofia, ia jatuh sakit karena merindukan Liliana. Berulang kali Abra melakukan panggilan internasional, mengatakan pada Liliana bahwa dirinya sedang sakit dan rindu padanya, dan Liliana menjawab bahwa ia sudah dewasa dan bisa menjaga dirinya dengan baik di London. Abra kecewa mendengar perkataan Liliana tersebut, apalagi ketika Abra melakukan panggilan lagi dan merengek ke Liliana untuk membawanya pulang, Liliana bilang ia sibuk mengurus John yang sakit dan kemudian panggilan itu terputus begitu saja. Abra merasa dirinya terbuang. Lalu oma Sofia mendekatinya yang terlihat sedih dan lesu. Oma Sofia meminta Abra yang sedang demam itu untuk duduk di sampingnya. Abra menuruti omongan oma Sofia. Oma Sofia kemudian membelai rambut Abra dan Abra merasa nyaman merasakan sentuhan itu, perlahan oma Sofia meletakkan kepala Abra di pangkuannya. Abra meneteskan air matanya karena terharu akan kasih sayang oma Sofia padanya. Belaian lembut oma Sofia di kepalanya itu perlahan membuatnya sangat tenang dan damai hingga ia terlelap setelah beberapa malam ia tak bisa tidur dengan tenang. Oma Sofia meneteskan air matanya, ia ingat putranya yang telah tiada, Adam Frederick, ayah Abra. Saat Adam sakit ia akan mencarinya dan tidur di pangkuannya sama seperti Abra saat ini. "Oma ..." Abra mengigau, membuat Gadis menatap Abra baik-baik, lalu ia menyaksikan sendiri bagaimana air mata Abra mengalir dari kedua matanya yang masih tertutup. Gadis penasaran dengan kehidupan Abra sebelumnya. "James, kita ke jalan pulang aja, tapi pelan-pelan ya" kata Gadis yang ditanggapi anggukan kepala oleh James. "Baik, nona." James mengendarai mobilnya pelan-pelan sesuai permintaan Gadis. Gadis hanya tak ingin tidur Abra yang nyenyak itu terusik dengan kecepatan mobil dan jalanan yang terkadang tak rata. Setengah jam kemudian mobil telah memasuki perumahan mewah di kota itu, pintu gerbang terbuka saat mobil James melambat memasuki hunian mewah dan megah di salah satu unit mewah itu. Tepat ketika mobil berhenti, mata Abra terbuka dan ia buru-buru menarik dirinya dari pangkuan Gadis dan memandang Gadis dengan wajah yang merah padam karena malu. Abra tak mengucapkan apapun, ia keluar dari mobil karena malu. "Dasar pria aneh!" umpat Gadis kesal melihat Abra masuk lebih dulu ke dalam rumah dan meninggalkannya sendirian di dalam mobil. Gadis hendah melangkahkan kakinya, tapi pahanya terasa kesemutan tak bisa digerakkan. Kira-kira dua jam lamanya memang Abra tertidur di pangkuannya itu. "Nona, kenapa?" tanya James yang memerhatikan wajah Gadis. "Cuma sedikit kesemutan kali, James, gak bisa digerakkan, ngilu." ujar Gadis. "Saya panggil tuan sebentar?" "Nggak usah, James, tunggu bentar lagi baru aku bisa turun." "Baik, non ..." Sedang langkah kaki Abra terhenti saat dirasa tak ada Gadis di belakangnya. Pikirannya sudah buruk karena ada James juga di dalam mobil, tapi saat ia menengok jam besar yang tergantung di ruang tamunya, ia menyadari bahwa ia telah terlelap di pangkuan Gadis selama kurang lebih dua jam dan ketika tanpa sengaja ia menatap ke arah cermin, ia melihat ada kompres instan di dahinya. Sekarang perasaannya campur aduk. Tanpa pikir panjang, Abra kemudian kembali lagi ke mobilnya dan melihat James memilih berdiri di luar mobil alih-alih di dalam mobil bersama Gadis. Abra ke sisi di mana Gadis berada dan membuka pintu mobil dengan segera. Didapatinya Gadis yang sedang memijat-mijat pahanya, dan menatapnya dengan tatapan tanpa ekspresi. "Kenapa balik?" tanya Gadis. "Lo butuh istirahat." imbuhnya. Tanpa memedulikan pertanyaan dan saran Gadis, Abra menunduk dan mengangkat tubuh Gadis segera dengan dua tangan besar dan kokohnya. "Woi! woi! Apa-apaan ini! Gue bisa jalan sendiri!" ujar Gadis berontak saat Abra telah berhasil mengeluarkannya dari dalam mobil dan menggendongnya. James melihat ke arah keduanya dan Gadis nampak malu. "Turunin gue, Bra!" kata Gadis. "Bra! Bra! Bra! Emang gue, BH!" kata Abra sewot yang membuat Gadis tersenyum. Kalau sudah sewot begini itu tandanya Abra sudah baikan dan Gadis merasa senang. "Lah emang nama lo itu, kok!" "Abra not Bra!" tegas Abra. "Gue bisa jalan sendiri, turunin gue!" "Biar kita romantis kayak di film-film. Tuh lihat ada wartawan sampai manjat pagar rumah saking keponya sama pernikahan kita." kata Abra mencari-cari alasan. "Ya Tuhan! Ternyata!" ujar Gadis. Abra menggendongnya sampai ke dalam rumah dan ketika akan menapaki anak tangga, Gadis kembali protes. "Turunin gue, Bra, gue gak mau jatuh." kata Gadis. Sebenarnya bukan takut jatuh, ia hanya takut Abra mendengar detak jantungnya yang berdetak keras dan cepat itu. "Diam aja kenapa, sih! Badan lo itu kayak kapas, ringan." ujar Abra. Gadis akhirnya diam dan membiarkan Abra membawanya entah ke mana. Sampai di anak tangga paling atas, Abra segera melangkah menuju kamar ke dua di lantai itu. Ketika Abra membuka kamar itu, Gadis takjub dengan kemewahan kamar tersebut. Abra berjalan ke arah kasur yang sangat mewah dan meletakkan Gadis perlahan ke atas kasur empuk itu. Abra pun membenarkan posisi Gadis dan meluruskan kaki Gadis. "Lo diem aja di sini sampai kaki lo gak kesemutan." kata Abra yang membuat Gadis menatapnya heran. Gimana ia tahu kalau kakiku kesemutan? Abra kemudian berjalan ke arah kamar mandi. Ia masuk dan menatap dirinya di cermin. Sebuah senyum kembali merekah di wajahnya saat ia menatap baik-baik dahinya yang tertempel kompres instan tersebut. Ia melepaskan kompres tersebut kemudian, lalu melipatnya dan mengantonginya. Ia berencana menyimpannya dan tak membuangnya. Semoga Abra tak memuseumkannya saja.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN