Chapter 17

1077 Kata
Saat Abra sudah keluar kamar mandi, ia tak mendapati Gadis di dalam kamar. Sontak saja ia kaget dan buru-buru keluar kamar sembari memanggil-manggil nama Gadis. Ia mencari Gadis di seluruh kamar yang ada di lantai dua, tapi ia tak menemukan Gadis, buru-buru ia menapaki tangga turun dan mencari Gadis di lantai bawah. Matanya menyusuri seluruh ruangan yang ada di sekitarnya tapi ia tak bergerak mencari Gadis. Lalu tanpa sengaja ia mendapati Gadis baru keluar dari kamar mandi pojok yang biasanya digunakan untuk para tamu. Abra menarik napas lega dan buru-buru menghampiri Gadis. "Dis, lo itu ya bikin gue jantungan aja!" seru Abra protes. Gadis menautkan alisnya bingung. "Emangnya apa yang gue lakuin sampai-sampai lo gampang banget jantungan?" tanyanya heran. Abra terlihat kaget mendengar pertanyaan Gadis. Sepertinya ia salah mengestimasi pertanyaannya. Kini ia menyesali mulutnya yang entah sejak kapan gampang sekali mengungkapkan apa yang dirasannya. "Emang gue ngelakuin apa, Bra?" tanya Gadis. Abra terlihat bingung. "Ya, lo tiba-tiba aja ngilang dari kamar." "Yeee, lo udah kangen yaaa, dulu bilangnya gak minat sama cewek macem gue ..." goda Gadis, wajah Abra seketika kaku dan merona merah. "Sorry ya, gue cuma gak mau rugi karena gue udah bayarin utang lo tiga ratus juta itu. Kan gak lucu kalo lo kabur gitu aja." kata Abra sok jaim. "Alah, ngeles aja sih. Kalo soal itu lo bisa nyari gue dengan mudah di rumah sakit tempat gue dines." kata Gadis. Abra tak menggubrisnya dan kembali melangkah menjauhi Gadis. "Mau ke mana, Bra?" tanya Gadis saat dilihatnya Abra naik ke atas. Tak ada sahutan dari Abra sama sekali. "Bra, gue pinjem James buat nganterin gue ke rumah sakit tempat Clara dirawat ya?" kata Gadis berteriak. Mendengar nama James disebut oleh Gadis, sontak Abra berhenti melangkah dan kembali turun. "Sama gue aja." kata Abra. "Tapi kan lo lagi sakit. Lo butuh istirahat, Bra." kata Gadis. "Udah tadi dua jam." kata Abra. "Tapi, Bra ..." Gadis hendak melanjutkan kalimatnya tapi tatapan Abra yang menusuk matanya itu membuatnya bungkam seketika. "Tunggu di sini, jangan ke mana-nana lagi." kata Abra seraya bergegas naik ke atas menuju kamar tidurnya dan meraih jacketnya. Ketika keluar dan turun ke bawah ia melihat ada Gadis masih menunggunya. "Bra, gue beneran gak papa berangkat seorang diri ..." kata Gadis pelan, Abra menggeleng ke arahnya. "Gue tahu, tapi masalahnya gue gak mau biarin lo keluar seorang diri. Lagian rumah sakitnya deket dari sini." "Ya karena deket itu makanya gue bisa sendiri." kata Gadis. Gadis hanya mencemaskan kondisi Abra. "Lo lupa, sejak ijab itu lo udah jadi tanggung jawab gue." kata Abra, dan saat mengatakannya entah mengapa d**a Gadis rasanya berdebar-debar tak karuan, apalagi pandangan Abra sangat dalam dan tajam ke arahnya. "Ayo!" kata Abra. Keduanya pun berjalan ke arah mobil. James memberikan kunci mobil ke Abra dan Abra meminta James dan yang lainnya di belakangnya. *** Tiba di rumah sakit, Gadis langsung menuju bagian informasi dan menanyakan kamar Clara setelahnya ia dan Abra beserta para pengawalnya menuju kamar Clara. Sampai di lorong tempat Clara dirawat, Gadis melihat di luar ada Mama Clara, ketika mama Clara menoleh ia berdiri memandang Gadis, jantung Gadis berdegup kencang, ia takut kalau-kalau Mamanya marah soal gaun pernikahan Clara yang terlambat datang karena ia memakainya. "Nak Gadis ..." kata perempuan itu seraya tersenyum ramah "Tante ..." panggil Gadis seraya mencium punggung tangan perempuan paruh baya itu. "Maaf, Gadis baru bisa datang." kata Gadis. "Gak papa." "Kondisi Clara bagaimana, tante?" lanjut Gadis bertanya. "Kamu lihat sendiri saja, ya, dia sudah siuman kok. Di dalam ada Ibrahim juga." kata perempuan paruh baya itu lagi. Gadis menoleh ke arah Abra yang memandangnya tanpa ekspresi. "Oh ya tante, kenalin, ini ... Suami saya." kata Gadis mengenalkan Abra pada perempuan paruh baya itu dengan wajah terkejutnya, seolah ia tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Gadis barusan. Dipandanginya Gadis baik-baik dan Abra yang nampak sekali kalau ia bukan asli Indonesia karena matanya yang berwarna biru itu. Lalu pandangannya jatuh kepada para pengawal Abra yang standby di dekat Abra dan Gadis. Banyak pertanyaan kemudian yang terbesit di benaknya tapi ia tak mungkin menanyakannya kepada Gadis, ia berencana akan menanyakannya kepada Clara, putrinya. Abra mengulurkan tangan di hadapan perempuan paruh baya itu dan perempuan paruh baya itu menjabatnya. "Abraham." kata Abra menyebutkan namanya. Perempuan tersebut sedikit kaget pasalnya nama Abra mirip dengan nama menantunya, Ibrahim. "Kalau gitu saya masuk ke dalam dulu, tante." kata Gadis yang membuyarkan lamunan dan ketertegunan perempuan paruh baya itu kemudian. Perempuan paruh baya itu mengangguk ke arah Gadis dan Gadis melangkah masuk ke dalam kamar Clara dengan d**a yang berdebar-debar, berulang kali bahkan ia menoleh ke arah Abra sebelum memutar kenop pintu dan masuk ke dalam kamar. Saat pintu terbuka dan Gadis sudah berada di ambang pintu, ia melihat Ibrahim dan Clara memandangnya. Ibrahim yang tersenyum ke arahnya dan Clara yang memasang wajah jutek ke arahnya. Waduh, mampus gue! Gadis berjalan mendekat ke sisi Clara, dan Clara masih mengawasi langkahnya hingga Gadis tepat berada di sampingnya. "Hai, Ra, gimana keadaan lo?" tanya Gadis dengan senyum yang mengembang dan berusaha menampilkan performa terbaiknya. Clara langsung mengambil bantal yang dipakainya dan dengan cepat melemparnya ke arah Gadis. Abra yang menyaksikan hal itu refleks mendekat ke arah Gadis. Ia cemas. "Berani-beraninya lo nikah tanpa beritahu gue?!" kata Clara kesal. "Kode merah, Ra ..." kata Gadis dengan mata yang berkedip-kedip. "Gue gak peduli kode merah, ungu, item, tapi lo udah gak datang ke nikahan gue eh lo nikah juga." seloroh Clara kesal. "Nah itu masalahnya, gue gak bisa bagi diri gue jadi dua, Ra, kan gue nikah." "Sialan lo!" kata Clara yang disambut dengan nyengiran oleh Gadis. "Lo udah baikan." "Sangat baik sampek gue bisa nelen lo idup-idup!" kata Clara, Ibrahim hanya tersenyum melihat istrinya dan sahabatnya itu sibuk berargumen. Sedang Abra siaga kalau-kalau Clara menyerang Gadis lagi. Duh ... Abra ... "Katakan lo dan suami lo ketemu di mana? Lo kan jomblo akut, dikejar banyak cowok lo cuek aja." kata Clara yang mendapatkan lirikan tajam dari Gadis. Gadis menoleh ke Abra sejenak dan Abra memandangnya tanpa ekspresi. "Gue ketemu di masjid." kata Gadis. "Kapan?" "Baru banget." "Trus kok lo gak bilang ke gue soal nikah lo yang barengan sama gue, gue bahkan tahunya dari berita!" "Itu karena semuanya serba dadakan." "Lo hamil?!" "Eh, gila aja! Gue masih perawan, Ra!" "Hah? Lah malam pertama lo ngapain aja?" Duh, mampus gue salah ngomong. "Malam pertama gue, gue tidur kelelahan." "Duh, bego banget lo. Gue aja udah kebelet nih!" "Hush!" Lalu semuanya tertawa karena sikap Clara yang blak-blakan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN