Suara tangisan terdengar di luar sebuah ruang rawat intensif. Sedangkan di dalam ruangan terdapat dokter dan perawat yang saling bahu membahu untuk menyelamatkan seorang nyawa yang kini berada di ujung tanduk. Alat pacu jantung digunakan karena pasien mengalami henti jantung saat dalam keadaan koma tapi sudah belasan menit berlalu, nyawa pasien ini tidak kunjung kembali.
Napas berat dokter yang berkali-kali melakukan CPR sampai menggunakan alat pacu jantung. Tapi nyawa pasien bernama Sunjae ini tetap tak tertolong, garis di monitor tetap tidak berubah hingga dokter akhirnya menghentikan pertolongan yang dia lakukan.
“Waktu kematian ...”
Dengan hati yang begitu sedih, dokter menyebutkan waktu kematian Sunjae. Setelahnya dia menemui wali dari pasien, sedangkan perawat tengah melepaskan alat bantu yang yang belum lama dipasang untuk membantu Sunjae bertahan. Namun ketika infus sedang dilepaskan, perawat terkejut karena tangan pasien bergerak seolah merespon rasa sakit.
Lalu ketika dia mendongak, perawat ini menjerit terkejut sebab pasien yang baru saja dinyatakan meninggal dunia tengah membuka mata. Tapi perawat yang sudah terlatih menghadapi segala keadaan ini langsung berlari menemui dokter di luar ruang rawat sembari terus menjerit terkejut.
“Ada apa?” tanya dokter karena dia sedang menenangkan wali pasien yang saat ini menangis karena baru dia kabari kematian Sunjae.
“Itu ... itu—pasien—“
“Tenang dulu!”
Dokter merasa tidak enak karena perawat terbata-bata dengan suara keras sedangkan saat ini suasana tengah berkabung untuk keluarga pasien.
“Pasien ... pasien hidup lagi!” kata perawat.
Sontak saja dokter langsung masuk kembali ke dalam ruang rawat. Perawat tadi pun ikut masuk tanpa memberikan penjelasan bagi wali pasien yang seketika juga berhenti menangis karena mendengar kabar kondisi Sunjae yang terbaru.
“Maksudnya ... Sunjae ... hidup lagi?” tanya ayah Sunjae pada Inhyuk, sahabat anaknya.
Inhyuk juga tidak tahu, dia sudah sangat terpukul kehilangan sahabatnya itu.
Dokter mendekati Sunjae dan langsung mundur karena dia benar-benar melihat pasiennya tengah membuka mata dan bahkan bernapas. Gerakan d**a pasiennya tampak teratur bahkan bola matanya juga bergerak.
“Pasang lagi monitornya,” ujar dokter memberikan instruksi.
Keterkejutannya segera dia alihkan karena dia harus menyelamatkan pasien sekali lagi. Tapi saat itu dia begitu terkejut karena keadaan Sunjae justru sangat berbanding terbalik dari beberapa menit yang lalu.
“Bagaimana bisa ...”
Sementara itu untuk pasien yang baru saja membuka matanya, dia tampak sangat kebingungan. Sebab seingatnya dia menembak dirinya sendiri tepat di bagian kepala yang jelas tidak akan mungkin selamat. Dia tahu betapa mematikannya titik tembak yang dia lakukan kepada dirinya sendiri.
Namun kini dia bisa melihat dokter tengah menyelamatkannya, hanya saja tubuhnya terasa sangat lemah sehingga sekadar untuk berbicara saja tidak bisa.
Apa yang sudah terjadi? Aku selamat?
“SUNJAE! SUNJAE!”
Matanya bergerak ke arah suara berasal dimana seorang pria paruh baya langsung memegangi tangannya begitu melihatnya. Ada juga seorang pria muda menangis seolah baru saja melihat kehilangan seseorang.
Tapi kenapa mereka menangis di depanku?
“Sunjae-ya .... anakku ... sunjae ... Ya Tuhan ... terima kasih kau telah menyelamatkan anakku ...”
Anak?!
Pasien ini semakin bingung karena dia dipanggil dengan nama Sunjae dan bahkan diakui anak oleh pria paruh baya ini. Sedangkan dia yakin dia memiliki ayah yang wajahnya sangat berbeda dari pria yang masih menangis memanggil nama Sunjae. Ayahnya bahkan tidak tahu kalau dirinya ada dan hidup.
Setetes air mata turun saat teringat soal ayahnya yang tidak bisa dia beritahu kalau dirinya masih hidup.
Lalu entah kenapa dia merasa sangat mengantuk, matanya terasa berat untuk terbuka lagi. Pasien ini berpikir kalau mungkin ini hanyalah mimpi dari perjalanan kematian yang tengah dia lalui. Mungkin agar dirinya bisa merasakan rasanya diakui sebagai anak dan memiliki ayah. Lalu mempunyai juga orang-orang yang menangis jika dirinya mati.
Tidak masalah jika dirinya dipanggil Sunjae, karena sepertinya ini perjalanan kematian yang indah.
Kini matanya bernar-benar tertutup.
TBC