Mencurigakan

1078 Kata
Sudah hampir dua bulan lebih berlalu, kini Dhira dan Arjuna menjadi semakin dekat. Mereka sering pergi berdua, bahkan kini Dhira mencoba menerima cinta yang Arjuna berikan walaupun cintanya bukan untuk Arjuna. Seperti biasanya, Arjuna sangat perhatian pada Dhira. Ia tak pernah sekalipun berkata atau bertindak kasar pada Dhira, sikap lembutnya ternyata bisa membuat Dhira menerimanya secara perlahan. Tak jarang juga, Dhira sekarang sering berkunjung ke perusahaan Arjuna--Pratama Group. Sebaliknya Arjuna pun begitu. Dhira tampak mencoba memupuk rasa cinta untuk Arjuna walaupun belum berhasil ia terus mencoba hingga detik ini. Di sisi lain juga Perusahaan Nadh Group masih menjalin kerja sama dengan perusahaan MW Group milik Tama. Semuanya berjalan mulus tak ada kendala apapun, Tama tak sekali pun mengindahkan ancamannya yang dulu pernah ia ucapkan pada Dhira. Mungkin Tama masih memiliki rasa tidak tega untuk melakukannya pada perempuan yang di inginkannya. "Mbak pulang duluan ya, turunin saja saya di kantor mas Arjuna," ujar Dhira pada mbak Dina yang sedang mengendarai mobil. "Tapi ibu belum makan siang sejak tadi, sebaiknya ibu makan siang dulu. Sudah jam dua lewat juga ini bu," sahut mbak Dina yang merasa sedikit khawatir. "Nanti saja mbak, saya makan sama mas Arjuna saja." Dhira menggelengkan kepalanya sembari melempar senyum pada sang sekretaris. Mbak Dina tak bisa berkata apa apa lagi, ia menuruti apa yang di inginkan sang bos. Ia terus melajukan mobil yang sedang di kendarainya, menuju perusahaan milik Arjuna. Hampir dua puluh menit di perjalanan, akhirnya mereka tiba di perusahaan milik Arjuna. Dhira segera turun dari mobil dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam perusahaan itu, banyak mata yang terfokus pada Dhira, perempuan yang nyaris sempurna itu telah empat kali berkunjung ke ruangan pemimpin perusahaan itu, membuat para karyawan merasa patah hati karena sang idaman hati rupanya telah memiliki pasangan yang tak sebanding dengan mereka. Bahkan kabar pernikahan keduanya telah sampai ke telinga para karyawan. Dhira sesekali tersenyum pada karyawan yang menyapanya, dengan santai ia menaiki lift khusus yang di peruntukkan untuk pemimpin perusahaan tersebut. Suara bel dari lift telah berbunyi pertanda telah tiba di lantai tujuan. Dhira kembali melangkah kan kakinya menuju ruangan Arjuna. Dari kejauhan Dhira melihat seorang perempuan baru saja keluar dari ruangan Arjuna. "Siapa ya? Apa mungkin salah satu karyawan di sini? Tapi pakaiannya ...." guman Dhira dengan dahi yang berkerut. Dhira merasa ada yang berbeda dari perempuan itu, penampilannya terlihat begitu sexi dengan mini dres ketat tanpa lengan, serta pergerakannya sangat mencurigakan. "Ngapain dia merapikan baju dan rambut begitu? Atau..." Dhira mulai berfikir aneh, langkahnya pun terhenti menatap perempuan bertubuh molek itu. Hingga lamunannya terbuyar saat suara seorang pria dari belakang menyapanya. "Bu Dhira." Pria bertubuh besar tinggi yang bernama Edo membuat Dhira membalikkan tubuhnya. "Oh, Edo. Mengejutkanku saja." Dhira menghela nafasnya sambil mengelus d**a. "Ada yang bisa saya bantu bu?" tanya Edo, yang tak lain adalah asisten pribadi Arjuna yang selalu menemaninya kapan pun dan dimana pun. "Enggak kok, saya cuma mau bertemu mas Arjuna." Dhira tersenyum ramah lalu berbalik dan kembali melangkahkan kakinya. Perempuan sexi itu berpapasan dengan Dhira, ia melemparkan senyuman sinis pada Dhira dengan gerakan menyentuh bibir bawahnya sendiri, membuat Dhira mengerutkan dahinya, mencari arti atas tindakan yang ditunjukkan oleh perempuan sexi itu. Dhira mengetok pintu ruang kerja Arjuna dua kali sebelum membukanya perlahan. "Kamu masih belum puas?" tanya Arjuna yang tengah mengenakan jas dan membelakangi Dhira tanpa mencari tahu terlebih dahulu siapa seseorang yang telah masuk ke dalam ruangannya. Deg... Jantung Dhira berdetak hebat, dahinya berkerut mendengar apa yang di katakan Arjuna, entah apa yang di maksud Arjuna seakan menambah pertanyaan dalam benak Dhira. "Maksud kamu apa mas? Belum puas apa?" Dhira masih berdiri di depan pintu ruangan yang sudah ia tutup. 'Astaga, itu... Dhira,' batin Arjuna kaget. Arjuna membalikkan tubuhnya sembari memasang kancing jasnya agar terlihat rapi. "Ah, calon istri mas rupanya. Mas kira karyawan bodoh itu." Arjuna mendekati Dhira dengan senyuman manisnya. "Apa perempuan sexi yang baru saja keluar dari ruangan mas tadi?" tanya Dhira yang tangannya tengah di tarik lembut oleh Arjuna menuju sofa. "Iya, siapa lagi memangnya kalau bukan karyawan yang kerjanya enggak jelas itu." Arjuna duduk berhadapan dengan Dhira, memandang mata indah perempuan itu. Dhira hanya membuka mulutnya seperti mengucapkan kata 'Oh' tapi tak terdengar oleh Arjuna. "Kamu kesini kenapa enggak kabari mas? Untung saja mas ada di kantor. Kalau enggak kan bisa buang waktu kamu," ucap Arjuna, sembari mengelus lembut punggung tangan Dhira. "Enggak apa apa kok mas, tadi kebetulan lewat sini, jadi mampir saja sekalian," sahut Dhira lembut. "Kamu sudah makan sayang?" tanya Arjuna lagi. Dhira menggeleng pelan, sungguh perutnya saat ini sudah tak bisa di ajak berkompromi hingga mengeluarkan bunyi yang tak enak. Tok tok tok... Seseorang dari luar kembali mengetuk pintu. "Masuk," ucap Arjuna. Pintu ruangan di buka dari luar, menampilkan Edo di baliknya yang terlihat tengah membawa kantong plastik di tangannya yang berisikan dua kotak makanan serta dua minuman bersoda. "Ini pak pesanannya." Edo meletakkan kantong plastik itu di atas meja. "Terima kasih Edo, kamu boleh keluar," perintah Arjuna pada asisten pribadinya. Edo membungkukkan setengah badannya sebagai tanda hormat pada sang bos. "Ayo sayang dimakan. Mas kebetulan juga lapar banget, untung Edo tiba tepat waktu." Arjuna mengeluarkan isi dari kantong plastik itu. Dhira yang menyadari bahwa makanan yang di pesan dua bungkus membuatnya menjadi bertanya tanya dalam hati. 'Loh kok ini bisa kebetulan banget ya dua bungkus? Padahal mas Arjuna enggak tahu aku mau kesini. Atau jangan jangan ....' Dhira semakin merasa aneh dengan keadaan saat ini yang secara tiba tiba. "Hei, ayo dimakan kenapa bengong? Katanya tadi belum makan." Arjuna yang baru saja menyuapkan spagheti kedalam mulutnya menjadi bingung melihat Dhira yang terus saja diam. "Ini ayo, buka mulutnya." Arjuna menyodorkan garpu yang terlilit spagheti kemulut Dhira. "Mas, kenapa ada dua bungkus? Kan mas belum tahu kalau aku mau kesini tadi?" tanya Dhira dengan mulut yang mengunyah penuh. "Uhuk... Uhuk..." Arjuna tiba tiba tersedak hingga batuk. Dhira segera memberikan minuman yang ada di atas meja pada Arjuna. Sembari mengelus elus pundak Arjuna. "Pelan pelan dong mas makannya." "Ah itu, sebenarnya mas pesan ini dua untuk Edo satunya, tapi berhubung kamu datang ya sudah untuk kamu saja. Nanti Edo juga bisa beli lagi kok," sahut Arjuna sembari meletakkan minuman di atas meja. "Emm gitu." Dhira mengangguk angguk mengerti. Arjuna dan Dhira menyantap kembali spagheti spesial yang di bawakan oleh Edo. Keduanya tampak sangat menikmati makan siang yang sudah terlambat itu. Sesekali mereka bercanda hingga tertawa terbahak bahak. Hingga Nadhira kembali merasa ada sesuatu yang tengah di sembunyikan oleh Arjuna. 'Bekas itu... Warnanya sama,' ucap Dhira dalam hati.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN