"Apa aku terlihat cantik seperti princess Jasmin?" Degan wajah yang sedikit ragu perempuan kecil itu bertanya pada Dhira.
"Tentu saja, bukan hanya cantik tapi kamu juga pemberani sayang, jadi boleh kah tante panggil kamu princess Jasmin?" Tanya Dhira sekali lagi.
Jasmin menggeleng cepat dengan tangan kedua tangan yang melipat di bawah dadanya sembari mengerucutkan bibirnya.
Dhira terkejut melihat sikap manis Jasmin yang berubah menjadi raut kekesalan, khawatir jika ucapannya membuat Jasmin marah. Mama Leni dan papa Darwin pun mengerutkan dahinya sembari menatap Jasmin, tak terkecuali Tama yang menatap Dhira dengan sinis seakan menyalahkan perempuan itu.
"Apa ada yang salah cantik?" Tanya Tama berjongkok tepat di hadapan Jasmin .
Jasmin berdehem dan mengangguk kan kepalanya membenarkan pertanyaan Tama.
"TANTE. Jasmin nggak suka mendengarnya, Jasmin maunya mami cinderella bukan tante." Jasmin menatap Tama dengan penuh keyakinan.
Seketika suasana kembali mencair di iringi tawa yang keluar dari mulut mama dan papa darwin. Dhira menghela nafas lega mendengar perkataan Jasmin.
"Baik, maafin mami cinderella ya Princess Jasmin. Mami cinderella janji nggak akan mengulanginya lagi." Dhira mendekatkan jari kelingkingnya kemudian menyilangkan nya pada kelingking imut Jasmin.
Dhira kembali di buat terperangah saat Jasmin tiba tiba memeluknya dengan erat lalu menciumi pipi kiri dan kanannya secara bergantian, seolah telah terjalin hubungan yang sangat dekat antara mereka berdua.
Saat itu juga ia melihat sebuah senyuman terbit di bibir Tama, senyuman yang menandakan rasa bahagia saat melihat Jasmin memeluk perempuan yang ia cintai entah sejak kapan.
Sementara mama Leni tampak tersenyum dengan air mata yang telah menetes dari sudut matanya, membuat Dhira semakin bertanya tanya apa yang terjadi sebenarnya pada keluarga ini.
"Perasaan anak kecil memang tidak pernah bisa di bohongi. Kamu memang pasangan yang pas untuk Tama," ujar papa Darwin.
"Jadi kapan kalian akan menikah?" Tanya mama Leni.
"Tidak." Sontak saja Dhira berespon akan pertanyaan mama Leni tanpa basa basi.
Mama Leni mengerut kan dahinya, berbeda dengan papa Darwin yang terkekeh mendengar perkataan Dhira dengan ekspresi terkejutnya.
"Apa kau memaksanya Tama?" Papa Darwin menepuk pelan paha Tama.
Tama membulatkan matanya memberi kode dengan rahang yang mengeras, membuat Dhira bergidik ngeri.
"Aaa... maafin Dhira ma, pa. Bukan gitu maksud Dhira." Dhira menundukkan pandangannya dengan wajah takut.
Mama Leni tersenyum lembut seakan mengerti bahwa saat ini perempuan yang akan menjadi menantunya kelak sedang merasakan kegugupan yang teramat besar, mengingat baru pertama kali Dhira bertemu mereka itu pun karena paksaan dari Tama.
"Mami cinderella enggak mau menikah sama papi?" Jasmin mendongakkan sedikit kepalanya menatapi Dhira yang masih setia memangkunya.
Ingin sekali rasanya Dhira mengatakan yang sejujurnya pada Jasmin, dengan harapan agar mereka segera membenci nya dan menolak untuk menjadi bagian dari keluarga mereka. Tama berdehem pelan, Dhira yang menyadari arti dari dehemannya pun melirik sinis .
"Tentu mau dong, siapa sih yang nggak mau nikah sama papi Jasmin? Orangnya tampan, pintar dan sangat sukses." Dhira menatap Jasmin dengan wajah yang sangat terpaksa.
"Tapi kata momy, papi udah berjanji sama momy nggak akan menikah sampai Jasmin besar," ujar Jasmin dengan wajah polosnya.
"Momy? siapa momy?" Tanya Dhira heran sembari menatap wajah Jasmin yang masih menatapinya.
"Ah... Jasmin pasti lelah dan belum tidur siang kan? Ayoo papi antar ke dalam kamar." Tama kemudian menggendong Jasmin dan membawanya menaiki tangga menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua.
Perempuan cantik itu hanya terdiam dengan keheranannya menatap Tama yang berlalu membawa Jasmin, banyak pertanyaan yang melintas di benaknya akan kejanggalan sikap Tama yang tak terbaca olehnya.
Siapa sebenarnya momy yang di maksud Jasmin? Apa mungkin dia istri mas Tama? Lalu dimana dia? Dhira membatin, rasa penasaran Dhira semakin bertambah saat menyadari bingkai foto besar yang terpajang di dinding ruang keluarga tersebut. Terlihat gambar seorang wanita cantik di dalam figura tersebut, parasnya sangat mirip dengan Jasmin. Kalau boleh Dhira menduga dia adalah momy yang di maksud oleh Jasmin.
Lamunan Dhira tersadar saat suara wanita paruh baya mendominasi ruangan itu.
"Dhira? apa kamu mencintai Tama?" Mama Leni menatapnya dalam.
Mata Dhira membulat dengan mulut yang sedikit terbuka, terperangah atas pertanyaan mama Leni yang tak tahu harus ia jawab apa. Bagaimana bisa Dhira mencintai Tama? Sementara ia baru beberapa hari mengenali pria itu. Tapi tak bisa ia pungkiri ada rasa yang berbeda saat Dhira berada bersama Tama, termasuk saat pertama kali Tama merebut kesucian bibirnya, tubuhnya pun tak menolak setiap sentuhan yang di berikan pria dingin itu.
"Dhira bingung mau menjawab apa ma." Sahut Dhira pelan dan menundukkan pandangannya.
"Kamu bisa mencintai Tama setelah kalian menikah." Papa Darwin menatap hangat pada Dhira dengan senyumannya.
"Tama memang seperti itu Dhir, semua perempuan yang pernah dekat dengannya, dia akan bersikap dingin. Tapi sebenarnya hati Tama sangat lembut, anak yang sangat penurut." Mama Leni meyakin Dhira.
"Ma, pa... Apa Dhira boleh bertanya?" ucap Dhira pelan sembari menatap mama dan papa Tama secara bergantian.
Mama Leni dan papa Darwin tampak mengangguk pelan seraya menatap Dhira dengan senyuman merekah.
"Kenapa Dhir?" Tanya mama Leni.
"Kalau boleh Dhira tau, itu siapa ma?" Dhira berkata ragu.
Papa Darwin dan mama Leni terdiam, saling berpandangan seolah enggan untuk menjawab pertanyaan yang di lontarkan oleh Dhira.
"Dia ...."
"Apakah kamu cemburu pada wanita itu sayang?" Suara Tama mengangetkan semua orang yang ada di sana bahkan menghentikan perkataan mama Leni.
Dhira berdecak kesal sembari memutar kedua bola matanya saat mendapati wajah Tama yang telah muncul di hadapannya secara tiba tiba, menatapnya dengan tatapan kesal, saat Dhira tak bisa menghujaninya dengan pertanyaan pertanyaan yang sungguh membuatnya penasaran.
Papa Darwin terkekeh melihat sikap anaknya yang menggodai calon mantunya, tak terkecuali mama Leni yang menyenggol lengan Dhira pelan sembari mengedipkan sebelah mata.
"Em... ya sudah, papa tinggal dulu masih ada kerjaan papa yang harus di selesai kan." Berdiri dari sofa tunggalnya .
"Mama juga mau ke atas dulu lihat Jasmin ya. Dhira, kalau Tama berani nyakitin kamu cepat panggil mama." Seraya menatap tajam mata Tama lalu tersenyum pada Dhira.
"Baik ma." sahut Dhira pelan.
Kedua orang tua itu meninggalkan Dhira dan Tama berdua di ruangan keluarga. Dhira memilih diam dan mengeluarkan handphone-nya dari dalam tas mengecek pesan masuk dari mbak Dina .
"Tadi kenapa bilang nggak mau?" Dengan wajah dingin Tama menatap Dhira.
Dhira tak menjawab apapun bahkan ia masih sibuk dengan handphone-nya dan tak menghiraukan keberadaan Tama saat ini karena kekesalannya pada sikap Tama.
"kalau aku bertanya, tolong di jawab Dhira!" ujar Tama dengan nada kesal .