Pertemuan yang Disengaja

1713 Kata
            “Leganya” ujarku sambil berbaring di kasur empuk di kamar bernomor 412 di Hotel Aryaduta. Setelah mengistirahatkan tubuh barang sejenak, aku bergegas untuk mandi dan melaksanakan shalat ashar. Kulihat Amelia masih rebahan di kasur sebelahku, yeyy akhirnya kami sekamar karena ternyata kami boleh memilih rekan sekamar asal tidak sekamar dengan lawan jenis kecuali yang berstatus bukan suami isteri.              “Kamu nggak mandi mel,nggak shalat juga?” tanyaku ketika melihat Amel masih asyik rebahan sambil memainkan gawainya. Amel masih saja dengan pose yang sama ketika masuk kamar sambil diselingi tawa kecil ketika membaca pesan di gawainya.             “ Ntar dulu deh Yal, lagi pewe nih. Lagian masih balasin chat pacarku nih,hehe”. “Oh ia Yal, tadi kamu ngapain sih sampe kami para rombongan lama nungguin kamu?” Aku diberondong pertanyaan oleh si gadis berhidung bangir ini.             “Tadi aku nabrak cowok pas buru-buru ngejar kamu dan rombongan alhasil beberapa berkas yang kupegang tadi berhamburan deh” ujarku.             “Oh ya, trus trus gimana cowoknya? Ganteng nggak, ada minta nomor Wa nya nggak?” Duhh ini anak malah nanya-nanya cowok lain padahal barusan aja dia bilang lagi chat sama pacarnya. Centil juga ni anak, pikirku. Boro-boro mau minta nomor kontak, ngobrol sebentar aja tak bisa karena diburu-buru waktu. Aku juga masih memikirkan siapakah sosok pria yang kulihat siang tadi. Rasa-rasanya aku kenal tapi dimana ya, ingatanku langsung mencoba untuk membuka kembali memori yang terlewat.             “Arghhh, aku ingat !”             “Yal, kamu kenapa? Sehat aja kan? Kamu kesurupan? ujar Amel sambil meletakkan telapak tangannya di keningku persis seperti ibu-ibu yang mengkhawatirkan anaknya yang tiba-tiba demam karena sehari sebelumnya asyik mandi hujan.             “Ternyata tadi, aku ketemu idola aku. Itu tuh, atlet anggar yang jadi bintang iklan sekaligus model namanya Andromeda. Kamu tahu juga kan Mel?” tanyaku antusias.             “Oh ya, ishh kenapa kamu nggak manggil aku Yal? Tau gitu aku mah pasti puter balik nyamperin kamu. Ya ampun, itu cowok ganteng banget loh, ahhh kalo aku yang ketemu dia udah minta foto bareng. Sayang banget loh, momen ketemeu idola tapi nggak ada indah-indahnya Yal” ujar Amel dengan gaya centilnya             Aku pun hanya manggut-manggut saja, astaga kenapa aku tidak mengenali idolaku sendiri. Padahal wajahnya sudah sangat tak asing apa mungkin karena faktor buru-buru dan panik menjadi satu sehingga hal penting seperti ini terabaikan. Huffft...sesalku.             Di lain tempat, sepanjang perjalanan Andromeda memegang sebuah id card atas nama Niyala Silvani. Gadis manis yang tak sengaja menabrak dirinya ketika di bandara siang tadi.             “Oh, namanya Niyala”. Sepertinya ada kegiatan di Hotel Aryaduta sebagai salah satu peserta pelatihan, apa aku kembalikan ke sana saja ya siapa tahu ini penting? Pikir Andro. Lagipula hotelnya juga tidak terlalu jauh dari rumah. Mungkin nanti aku antarkan saja, sekarang lebih baik aku segera pulang kerumah sebelum mami memberondongku dengan berbagai pertanyaan.             Tak lama, taksi yang Andro tumpangi memasuki gerbang perumahan elit yang terletak di salah satu jalan utama di kota Jakarta. Hanya perlu waktu sekitar lima menit dari gerbang utama untuk sampai ke depan rumah Andro. Dari jauh tampak rumah besar dengan tiga lantai yang berarsitektur eropa. Interior dan pemilihan warna semua papi yang mengurusnya karena kebetulan papi seorang arsitek handal dan hasilnya memang tak di ragukan lagi rumah keluarga kami jadi yang paling mentereng di antara rumah lain. Entah harus bahagia atau justru sebaliknya terkadang aku merasa rumah ini terlalu mencolok di kompleks. Akhirnya Andro tiba persis di depan rumahnya. Dia melihat Kang Uus supir keluarga kebetulan sedang membereskan meja di kursi depan. Setelah membayar ongkos taksi, Andro segera turun dan meletakkan satu koper besar dan beberapa tas kemasan oleh-oleh yang langsung berpindah tangan ke tangan Kang Uus.             “Udah pulang den? Banyak bener bawaannya?” Kok nggak ngabarin akang kalo aden mau pulang?”             “Ia kang, ntar kalo kelamaan di Bali balik-balik ntar Andro jadi bule kang? hehe”. Nggak papa kang, lagian Andro lama nggak naek taksi, sesekali lah disupirin orang lain selain Kang Uus, canda Andro kepada Kang Uus. Andro pun masuk ke dalam rumah diikuti oleh Kang Uus. Tak berapa lama terdengar suara yang tak asing lagi di telinga Andro.             “Androooo, kok nggak minta jemput Kang Uus sih? Memangnya kamu nggak capek habis pulang liburan? Pake acara naik taksi sendiri, tadi juga pas mami nelepon kok tiba-tiba dimatiin tau gitu kan mama bisa minta tolong Kang Uus jemput kamu”. Ujar mami Eva dengan wajah sebal.Kan, baru juga sampe udah diberondong  pertanyaan tiada henti, ini nih yang bikin Andro sering jengkel dengan maminya. Hanya sedikit aja loh ya, kalo kebanyakan ntar dikira anak durhaka.             “Mi, Andro baru juga sampe udah berentet aja pertanyaan dari mami. Nggak papa kan mi,sesekali Andro nggak nyusahin Kang Uus biasanya kan sering banget nyusahin Kang Uus ya kadang minta jemput tengah malam buta, atau malah subuh-subuh minta dianterin Kang Uus, ia nggak Kang?” kataku kepada Kang Uus. Kang Uus tersenyum penuh arti sambil mengangguk ke arahku. Tak ku pedulikan ami yang ingin memberondongku dengan pertanyaan-pertanyaan lain.             “Andro langsung ke kamar ya mi, mau istirahat dulu. Oh ya, ini oleh-oleh buat mami dan papi, buat Kang Uus sama Bik Aroh yang di tas warna biru ya mi” tunjukku kea rah tumpukan tas branded yang berisi baju kaos khas Bali, sandal, serta beberapa cemilan. Kang Uus langsung ambil aja oleh-olehnya panggil Bik Aroh sekalian”. Terlihat wajah sumringah Kang Uus dan lantas memanggil Bik Aroh yang sedang berada di dapur. Dari kejauhan terdengar sorak sorai mereka karena mendapatkan oleh-oleh dari Bali. Pukul 19.00 malam setelah makan malam bersama rombongan peserta pelatihan, kami akan segera melaksanakan pelatihan yang akan dihadiri dan di buka oleh Menteri Pendidikan beserta jajarannya. Niyala dan Amel sedang bergegas ke ruang pertemuan yang berada di lantai empat. Para rombongan peserta pelatihan yang berisi guru-guru hebat dari 34 Provinsi. Kami menuju meeting room dengan mempersiapkan peralatan yang harus di bawa, ada laptop beserta charger tidak lupa beberap buku catatan dan alat tulis. Sesampainya di depan pintu meeting room, ada dua orang wanita yang bertugas mendata para peserta pelatihan. Amel mengenakan id card yang dia pegang dan mengalungkan ke leher jenjangnya. Ngomong-ngomong, loh id card ku kemana ya kok nggak ada bukannya sebelum ke Jakarta udah aku siapin semua, gumamku dalam hati. “Maaf mba, id card saya sepertinya ketinggalan? Apa saya tetap boleh masuk, tolong di cekkan atas nama Niyala Silvani sepertinya sudah ada di dalam daftar peserta acara mba” ujarku dengan penuh percaya diri. “Atas nama mba Niyala Silvani ya, oke sebentar saya cekkan” ujar wanita berkacamata dan mengenakan hijab panjang berwarna ungu muda usianya sekitar tiga puluh lima tahun sedangkan teman di sebelahnya masih muda mungkin seumuran denganku mengenakan blazer berwarna ungu mungkin biar terkesan seragam dengan mba berhijab ungu di sebelahnya pikirku.  “Mba Niyala kebetulan nama mba belum tercatat di buku tamu entah ketinggalan atau ada kesalahan pengetikan dari petugas yang lain kami juga kurang tahu, kami tidak bisa mengizinkan mba untuk masuk ke dalam karena id card pun tidakmba bawa serta” ujar mba yang mengenakan hijab ungu. Aku pun seketika bingung apa yang harus kulakukan selanjutnya kalau memang benar-benar tidak boleh mengikuti acara ini percuma saja sudah jauh-jauh pergi ke sini. Kulihat Amel mendekatiku dan mencoba untuk membantuku. “Sebentar mba, apa bisa dicekkan sekali lagi, teman saya jauh-jauh dari Balikpapan mba, masa ia tidak boleh masuk mba? Dia beneran peserta pelatihan lho mba soalnya saya ketemu di bandara barengan dengan tujuan yang sama” ujar Amel sambil berusaha merayu mba petugasnya supaya memperbolehkan aku masuk. Aku hanya terdiam mematung, entah apa yang kupikirkan. Aku merasa sangat ceroboh, kok bisa barang-barang penting seperti itu tidak ku bawa. Seingatku sudah ku bawa semua, tapi kok bisa hilang seperti ini ya. Apa jangan-jangan terjatuh ketika aku bertabrakan dengan atlet anggar tadi ya.             Tiba-tiba, tak berselang lam kulihat ada satu petugas hotel pria yang menghampiri kedua petugas pendaftaran peserta di depan pintu meeting room sedang berbincang cukup serius kemudian mba berhijab ungu tadi menunjuk ke arahku.             “Dengan mba Niyala Silvani” sapa petugas hotel dengan ramah dan sedikit membungkukkan tubuhnya.             “Ia, saya Niyala Silvani mas” ujarku dengan penuh tanda tanya.             “Maaf mba perkenalkan saya Ishak bellboy hotel Aryaduta, mba ditunggu seseorang di lobi katanya ada hal penting yang ingin disampaikan”.             Belum hilang keterkejutanku karena tidak bisa masuk ke dalam ruangan acara ditambah lagi dengan seseorang yang mau menemuiku. Siapa ya, padahal baru hari ini sampai, masa ia aku sudah punya kenalan yang ingin membicaran hal penting. Aduh, ada-ada saja kejadian hari ini. Oke baiklah, aku harus segera turun ke lobi untuk menuntaskan rasa penasaranku. Tak lupa mengucapkan terima kasih pada petugas hotel yang telah memberikan informasi ini kepadaku.             Sesampainya di lobi, aku celingak celinguk mencari keberadaan seseorang yang katanya ingin bertemu denganku. Ku lihat di lobi ada beberapa pengunjung hotel yang hendak check in dengan bawaan yang cukup banyak, kemudian di kursi sebelahnya ada seseorang yang aku temui tadi siang. Oh My God, mimpikah aku?             “Niyala Silvani ya? Ujar pria tampan yang sekarang telah berada di depanku.             “Ia, saya Niyala. Ada yang bisa saya bantu?” ujarku dengan terbata-bata. Aduhhhh kenapa aku harus segugup ini. Tadi siang karena belum sadar sosok siapa yang ada dihadapanku aku selow aja, sekarang kenapa aku gemetaran gini ya. Mau berkata-kata lidah juga terasa kelu.             “Ini milik mba kan ya?” sambil menunjukkan id card yang dipegangnya.             “Ah, ia ini yang saya cari-cari dari tadi. Terima kasih ya mas...             “Andromeda, saya Andromeda Wijaya” sambil mengulurkan tangan.             Niyala ayolah, sambut uluran tangan idola yang kamu idam-idamkan. Aku hanya bisa terdiam sepersekian detik untuk menyadarkan bahwa apa yang kualami bukanlah mimpi. Akhirnya kusambut uluran tangan pria tampan dihadapanku yang mungkin kalau dia merasakannya tanganku akan sangat dingin ketika bersalaman dengannya             “Terima kasih ya mas Andromeda, akhirnya saya boleh ikut acara pelatihan karena id card nya sudah ketemu. Sekali lagi terima kasih banyak atas bantuannya. Emm, maaf saya harus segera kembali ke ruang pertemuan. Terima kasih ya” kuakhiri pertemuan kali ini dengan senyuman manis, sebenarnya ingin sedikit lebih lama berbasa basi tapi ada pekerjaan lain yang jauh lebih penting. Sesampainya di depan lift, sempat kumenoleh ke arah pria idolaku itu, melambaikan tangan sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih tanpa suara.             “Emm, oke”. Andromeda juga ikut tersenyum ketika Niyala melambaikan tangan kepadanya dan mengagumi tingkah lucu gadis manis yang ada di hadapannya beberapa menit yang lalu. Dari awal bertemu perempuan satu ini selalu terburu-buru seakan-akan tidak mau didekati. Gagal deh mau ngobrol-ngobrol dengannya. Setidaknya Andromeda sudah tahu tempat menginap gadis bernama Niyala itu untuk beberapa hari ke depan. Tunggu saja, siapa suruh membuat seorang Andromeda penasaran.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN