Strawberry 3

1072 Kata
“Itu...tadi telepon dari customer yang memesan strawberry shortcake-nya. Dia marah karena pesanannya masih belum datang dari tadi. Jadi...maukah...” “Apa ??? Mau aku kembali mencari alamatnya setelah dijambret seperti ini ???” Clara mendelik marah pada Sam. “Kau jangan marah padaku ! Aku juga rugi karena kueku rusak jadinya. Aku cuma ingin minta tolong saja karena tidak ada yang menjaga kafe kalau aku yang pergi mengantar pesanan.” Sam berusaha membela diri. “Kalau gitu biar aku saja yang jaga kafe.” Clara melipat kedua tangannya di d**a. “Memangnya kau bisa bikin cappucinno ? Atau menghidangkan cheese cake ? Kalau kau yang jaga, aku khawatir kafeku bakalan bangkrut. Pengunjung bisa lari semua melihat sifat temperamen dari si adik kecil.” Sam ikut melipat kedua tangannya di d**a dan menunduk ke arah Clara. Bola matanya berputar dan Clara mengerti maksudnya. “Oh, ayolah Clar. Kau 'kan baik hati...ayolah bantu aku...” bujuk Sam dengan mengguncang tubuh Clara. Gadis kecil itu menghela napas panjang. “Baiklah. Tapi, kali ini tolong kau carikan aku taksi ! Aku sudah muak dengan bus kota !” Clara menyerah dan beranjak lagi. Ia benar-benar ingin hari ini segera berakhir.     Sam mengangguk dan langsung menyiapkan kue yang akan diantar Clara. Dengan senang hati, Sam pergi ke luar dan memanggilkan sebuah taksi untuknya. Clara tidak mau repot-repot berdiri di sana dan tidak ada satu taksi pun yang menghiraukannya. Gadis itu masuk ke dalam taksi dengan wajah masih cemberut.     Tidak butuh waktu lama bagi si supir untuk membawa Clara ke alamat yang dimaksud. Kali ini ia tidak akan tersesat lagi. Sebuah rumah besar dan mewah terpampang di depan Clara. Gadis itu semakin merasa dirinya kecil karena berdiri di depan rumah besar itu. Bibirnya pun ternganga melihat betapa mewahnya taman yang ia lewati. Ada sebuah kolam dengan pancuran indah. Ini sih seperti rumah konglomerat, pikir Clara.     Gadis itu sampai di depan pintu utama yang sangat besar. Ia berusaha menggapai tombol bel yang ada di samping pintu. Clara bahkan berjinjit dan melompat-lompat agar bisa menekan bel itu. Tapi, tangannya masih tidak sampai. Dengan kesal, Clara memandang sekelilingnya dan melihat beberapa batu bata yang ditumpuk di sudut taman. Ia mengambil lima batu bata dan menumpuknya di bawah bel itu. Ia menaiki tumpukan batu itu dan tangannya berhasil mencapai bel pintu.     Clara menekan bel sekali dan menunggu. Tidak ada yang menyahut ataupun tanda-tanda adanya orang. Ia menekan sekali lagi dan kembali menunggu. Masih tidak ada respon dari pemilik rumah hingga membuatnya harus menekan bel berkali-kali dengan kesal.     Tiba-tiba, pintu terbuka dan suara seorang pria sampai di telinganya lebih dulu daripada suara kenop pintu. “Iya, iya ! Kenapa tidak sabaran sih ??? Aku tidak tuli tau !” nampaknya si pemilik rumah kesal dipanggil berkali-kali seperti itu. Clara menoleh ke arahnya dan lupa untuk turun dari undakan batu batanya. Nampaknya ia terkejut juga.     Si pria tertegun saat melihat Clara yang berdiri di atas tumpukan batu bata. Ia mendengus hampir tertawa dan menyadari seberapa pendeknya gadis itu. Clara menghela napas panjang dan merasa sangat lelah melihat reaksi orang yang melihatnya begitu pendek. “Ini pesanan anda.” katanya singkat. Clara menengadah memandang si pemilik rumah sambil menyorongkan kotak kuenya.     Matanya membelalak seketika. Lelaki pemilik rumah itu adalah pria yang menabraknya tadi. Kali ini Clara baru dapat melihat dengan jelas rupa si pria. Tadi karena ia kesal, ia tidak sempat memperhatikan wajah si penabrak dengan lebih teliti. Tapi, ia yakin kalau pria yang berdiri di depannya adalah pria tadi. Terbukti dari pandangan si pria yang juga terkejut melihatnya. “Kau !” mereka sama-sama menunjuk satu sama lainnya.     Clara benar-benar tidak menyangka harus mengantar pesanan ke rumah pria beralis tebal itu. Wajahnya cukup tampan dan tingginya menjulang di atas Clara. Mungkin sekitar 180 cm ? pikir gadis itu. Pakaiannya sangat steady dan bersih. “Jadi...kue tadi itu pesananku ???” tanya si pria dengan mata membelalak terkejut. Ternyata imajinasinya tidak seperti kenyataan yang terjadi di depan matanya sekarang. “Nah, kau jadi tahu 'kan kenapa pesananmu terlambat datang ? Jadi, tolong bayar sekarang. Aku sudah capek seharian ini karena ditimpa begitu banyak masalah. Cukup sudah kesialanku sampai harus bertemu denganmu sekali lagi.” Clara nampaknya lelah sekali hingga tidak punya tenaga untuk membalas ucapan si pria.     Lelaki itu memelototi Clara. Memangnya aku yang membuatmu sial ??? ia sudah hampir berkata seperti itu pada Clara sebelum kembali berpikir bahwa karena ia menahannya tadilah makanya gadis itu tidak berhasil mengejar si penjambret. Wajar saja gadis itu marah saat melihatnya kembali. “Masuklah.” si pria mempersilahkan Clara untuk masuk ke rumahnya. Gadis itu hanya menaikkan sebelah alisnya. “Bayar saja sekarang. Aku tidak punya waktu untuk bercakap-cakap denganmu. Aku butuh tidur setelah ini.” Clara tidak bergeming dari tempatnya sama sekali. “Dompetku di dalam. Dan kau sendiri yang bilang kau lelah, bukan ? Duduklah sebentar untuk meredakan capekmu.” kali ini si pria memandangnya dengan sedikit iba. Clara merasa nada suara lelaki itu tidak mencari pertengkaran kembali dengannya. Ada apa  ini ?     Setelah berpikir beberapa saat, Clara akhirnya memutuskan untuk duduk sebentar di rumah pria itu. Si pria berbalik ke dalam rumah dan sepertinya mengambil uang di kamarnya. Clara duduk menunggu dengan bersandar pada sofa empuk. Ia memandangi sekeliling rumah itu. Memang sangat mewah dan pastilah pria itu kaya sekali. Tapi, kenapa pria kaya seperti itu mau membeli kue di kafe kecil milik Sam ?     “Clara Evans ?”     Sebuah suara mengejutkan Clara hingga ia menoleh ke belakang. Lelaki itu memegang sebuah kartu di tangannya. Bagaimana ia bisa tahu namanya ??? Mata Clara berpindah ke tangan kiri si pria yang memegang sebuah tas berwarna krem. Itu tasku ! “Itu tasku ! Bagaimana kau menemukannya ???” Clara langsung beranjak dan menghampiri si pria. Ia mengambil tasnya dan menyadari kartu yang dibaca si pria adalah KTP-nya.     Dengan satu lompatan, direbutnya kartu itu dan ia memandang sebal pada si pria. “Jangan mengintip barang orang seenaknya !” sergah Clara. Si pria memandang Clara dengan rasa tidak percaya. “Apa begini kau memperlakukan orang yang menemukan tasmu ?” suaranya terdengar mencemooh.     Clara menengadah kembali ke arahnya setelah memeriksa barang-barangnya. Dompetnya masih ada dan nampaknya si penjambret belum sempat mengambil isi tasnya sama sekali. “Oh, maaf kalau aku tidak sopan. Aku hanya tidak suka ada yang mengintip barang pribadiku. Terutama orang yang tak dikenal. Tapi, terima kasih karena telah memungut tasku.” kata Clara dengan sedikit senyum kilat ke arah si pria.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN