Calon Menantu Yang Gagal

1767 Kata
Tanpa mereka berdua sadari, Sela melihat keterkejutan di antara mereka, istri Reno memperhatikan suaminya dan juga penata Rias itu. Penasaran sekali, apakah mereka kenal atau mungkin ada sesuatu di masa lalu? Sebab, terlihat sangat canggung sekali. Namun, Sela berusaha untuk tidak memikirkan semua itu. Hari ini adalah hari yang sangat bahagia untuknya maka ia harus terlihat sangat bahagia. Pengantin naik ke atas pelaminan untuk menjalankan sesi berikutnya yaitu sungkeman dan adat lainnya. Setelah semua prosesi akad dan adat berjalan dengan lancar, dilanjutkan dengan sesi berfoto bersama keluarga besar. Satu persatu keluarga bergantian untuk berfoto ria. Mereka terlihat sangat bahagia sekali, kebahagiaannya benar-benar terpancar luar biasa. Diam-diam Mamih Amora turun dari pelaminan dan masuk ke dalam rumah mencari dimana tempat merias tadi untuk menemui Putri yang ternyata adalah mantan pacar Reno dan calon menantunya yang gagal sebab anaknya dulu masih belum punya rencana menikah padahal Putri sudah sangat siap sekali. Di dalam kamar mereka semua penata rias sedang ngobrol, bercanda dan tertawa. Mereka juga sempat menceritakan kejadian tadi pagi yang menjadi huru-hara, Putri hanya memandang teman-temannya saja yang lelah namun tampak semangat jika bergosip. Pikirannya saat ini tak menentu, ia merasa tidak menyangka karena menjadi penata rias di pernikahan sang mantan yang satu tahun lalu memilih untuk memutuskan hubungan karena merasa belum bisa menikah atau lebih tepatnya takut untuk menikah. Putri menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Kak, kenapa?" tanya Cici tiba-tiba. "Eh? Gak apa-apa, kok." "Bohong! Ada sesuatu? Pandangan mata lu setelah mengantar pengantin tadi ke depan beda banget." "Gak apa-apa, Ci. Emang gue kenapa? Biasa saja, ah!" "Kayaknya … memang ada yang di tutupin sama Kak Putri deh," sahut Ayu tiba-tiba yang baru saja keluar dari kamar mandi. "Maksudnya, Ay?" tanya Lita yang memang tidak mengerti, memangnya apa yang aneh dari bosnya itu. "Kalau gak salah, Mas Reno itu bukannya mantan pacar Kak Putri setahun yang lalu ya? Awalnya mereka berencana menikah, tetapi tiba-tiba gak jadi karena tuh laki belum siap nikah padahal takut nikah." "Memang iya, Kak?" tanya Cici kepo. "Kak?" tanya Lita. Putri mendelik kesal dan menarik nafas panjang lalu membuangnya perlahan dan menganggukan kepalanya, membenarkan ucapan Ayu. "Gila! Pantas saja raut wajah lu tiba-tiba berubah setelah dari depan, Kak!" timpal Jenny. "Slow …," ucapnya entang. "Kak, maaf … gue gak tau sumpah kalau ini pernikahan mantan lu, tau gitu gue gak akan layani dari awal." "Gak boleh gitu, Ci. Kita harus profesional, mungkin gue sama dia dan dia jodohnya klien kita yang sekarang." "Kasihan ya, Kak, mantan lu itu! Bego sih dia! Lepasin berlian buat perak macem tuh perempuan! Iyuh! Gak ada anggunnya banget dah tuh pengantin perempuan! Bar-bar sekali! Gue gak paham lagi, sih, dia saja berani loh ngajak perang emaknya lah gimana nanti kalau tinggal sama mertua haha, bisa-bisa tiap hari lempar-lemparan gelas dan piring," sahut Lita terkekeh. "Hus! Gak boleh begitu, ah. Kita doakan saja semoga pernikahan mereka langgeng. Lagi pula, bukankah kita sering melihat pertikaian antara ibu dan anak yang selisih pendapat?" ucap Putri lembut. "Hehe, iya juga sih, ya. Ya semoga saja benar-benar bahagia nantinya," timpal Cici. "Eh tapi … btw Ayu, bagaimana bisa lu inget itu mantan gue?" "Nyokap dia tadi, Kak, tanya salon Putri Wedding Galerry tuh punyanya Putri Anastasya bukan, lah gue 'kan anak polos ya, gue jawab iya dong." "Terus?" sahut Lita. "Terus, tiba-tiba entah bagaimana ceritanya tuh Mamihnya nangis." "Nangis?" ucap Lita dan Cici membeo, Putri hanya menaikkan satu alisnya penasaran dengan jawaban selanjutnya. "Iya, nangis! Katanya, Kak Putri adalah calon menantunya yang gagal itu semua karena anaknya yang bodoh bin bego karena alasan belum mau menikah padahal takut nikah!" "Haha … dia memang takut nikah." "Serius? Tapi kenapa sekarang dia yakin menikah?" "Serius. Ya … mungkin dia sudah dapat hidayah, kali." "Memang, apa yang membuatnya takut menikah, Kak?" "Katanya, menikah itu ribet, banyak aturan, harus begini, begitu. Terus, nantinya dia gak bisa lagi ngumpul sama teman-temannya, gak bisa lagi keluar masuk bar seperti biasanya setiap malam, gak bisa lagi meluangkan waktu bersama teman-temannya karena harus mengurus anak dan istri. Tapi menurut gue, itu bukan alasan sih, sebab jika lelaki sudah menikah itu pasti akan berubah dan berpikir lebih baik waktunya dihabiskan di rumah bersama keluarga apalagi jika sudah ada anak, pasti lebih memilih untuk mengetahui segala perkembangan pada anaknya." "Gak semua, Kak," timpal Cici dengan raut wajah sedih. "Oh iya, oke. Gak semua lelaki seperti itu, masih banyak juga lelaki yang justru tidak bisa berubah lebih baik, malah justru lebih parah. Kita gak usah sebutkan orangnya, kalian juga tahu, tapi itulah hidup. Dimana hidup harus bisa kita nikmati setiap langkahnya dan juga kita berusaha untuk berubah menjadi lebih baik." "Kalian tau gak apa alasan gue selalu marah jika kalian kerja gak benar atau asal-asalan? Atau jika kalian malas untuk upgrade skill?" Mereka menggeleng lemah. Putri menarik nafas dan menghembuskannya perlahan. "Itu semua gue lakukan karena untuk kebaikan kalian." "Kebaikan kami?" tanya Ayu. "Iya, kebaikan kalian! Agar, kalian tidak bisa belajar mandiri dan tidak bergantung pada seorang lelaki yang kelak akan menjadi suami kalian. Kalian bisa cari uang sendiri dan itu milik kalian, bisa kalian pergunakan untuk kepentingan kalian. Tapi, jika kalian tidak punya skill dan tidak melakukan apapun apa mungkin bisa menghasilkan uang? Gak 'kan? Dan ujungnya? Kalian mengandalkan uang suami! Dan gue gak mau itu terjadi pada kalian!" "Kalian adalah wanita-wanita hebat dan sangat luar biasa. Wanita hebat akan selalu menjadi wanita hebat dan akan selalu mempunyai seribu satu cara untuk bisa menjadi tetap hebat dan mandiri. Berdiri di kaki sendiri tanpa goyah sedikitpun!" "Ingat! Lelaki itu bukan milik kita, bisa kapan saja diambil. Baik itu diambil oleh Gusti Allah atau diambil wanita lain. Kita bicara realita saja ya, banyak sekali lelaki yang lupa daratan ketika sudah berada di atas! Bersikap dan bertingkah seenaknya tanpa memikirkan hati dan juga perasaan pasangan ataupun istrinya, lalu bagaimana kita jika terus berharap dan bergantung? Jawabannya cuman satu yaitu HANCUR!" "Kita hidup, jika tidak ditinggalkan yang meninggalkan. Apabila kita ditinggalkan, kita harus berpikir dan memutar otak untuk bisa tetap bertahan hidup menjadi lebih baik dari sebelumnya terlebih lagi untuk orang-orang yang berada di sekitar kita misalkan anak. Kita harus bisa menghidupinya 'kan? Kita harus bisa memberikannya kehidupan lebih baik, makanan bergizi, sekolah yang baik dan juga lingkungan yang baik. Jika ditinggalkan karena kematian mungkin tak akan ada lara yang akan kita pendam tetapi jika ditinggalkan karena direbut oleh wanita lain? Anak menjadi korban hancurnya sebuah keluarga, mental dan psikologinya terguncang, maka kita sebagai seorang perempuan sekaligus seorang ibu harus bisa menciptakan dunia dan kehidupan sendiri agar anak kita tak punya trauma." "Ya benar, Kak. Lalu, bagaimana jika kita yang meninggalkan?" tanya Cici. "Gaes, setiap seorang ibu selalu berusaha untuk tetap kuat, sehat dan bahagia agar anaknya juga bahagia. Ketakutan terbesar dalam hidupnya adalah meninggalkan anak-anaknya pada orang yang salah, maka dari itu mereka selalu berusaha untuk mempertahankan hidupnya agar tetap baik-baik saja walaupun kelak takdir berkata lain. Tetapi, percayalah seorang ibu tak ingin anaknya tersakiti, kita adalah seorang wanita yang kuat, calon ibu yang luar biasa dan juga ibu cerdas. Kita buat dunia kita menjadi lebih baik, kita buktikan pada dunia yang sedang tidak berpihak baik pada kita dan buktikan pada orang-orang yang bisanya berkomentar tanpa tahu perjuangan kita. Buktikan pada mereka, ketika kita ditinggalkan bisa lebih baik dan ketika meninggalkan kita sudah bisa memberikan yang terbaik untuk orang-orang tersayang dan terkasih." "Kak, bagaimana lu bisa berpikir seperti ini?" "Lingkungan mengajarkan banyak hal, terlebih lagi sesuatu yang menyakitkan sempat terjadi pada teman kita, sahabat kita dan saudara kita. Maka dari semua pengalaman yang aku baca dari lingkungan, aku bisa mengambil kesimpulan bahwa memang kenyataannya ditinggalkan dan meninggalkan itu tidak beda jauh yang membedakannya hanyalah kata dan keadaan." "Gue gak paham sih lu kenapa, Kak, padahal pengalaman lu udah banyak banget tapi kenapa masih memilih untuk sendiri?" "Sebenarnya gue bukan memilih sendiri, tetapi lebih tepatnya menunggu. Menunggu seseorang yang ternyata tidak pantas gue tunggu! Dan begonya gue menunggu sampai benar-benar melepaskan banyak lelaki yang mungkin mempunyai niat serius namun mereka mundur perlahan sebab tak pernah ada sedikitpun respon dari gue." "Tapi, Kak, gue percaya, suatu saat nanti akan ada lelaki yang baiknya luar biasa. Datang, minta, lalu menikah dengan lu dan membina rumah tangga yang istimewa." "Aamiin. Semoga, kalian juga segera dipertemukan dengan jodoh yang baik. Terutama untuk Cici, semoga kehidupan sebelumnya yang membuat lu jatuh, sakit, kecewa, menangis dan muak dapat menjadikan lu menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya. Ingat, Gusti Allah gak tidur sayang, suatu saat pasti akan mendatangkan yang lebih baik dari yang lebih baik. Dan lu semua, harus percaya itu!" Mereka mengangguk dan berpelukan, mereka adalah team yang sangat luar biasa. Setiap waktunya selalu saja ada pelajaran yang bisa di ambil di dalamnya. Tanpa mereka ketahui, sejak tadi ada yang menguping pembicaraan mereka. Seorang wanita paruh baya yang tadinya berniat masuk ke dalam kamar namun mengurungkan niatnya dan lebih memilih menguping dibalik pintu, menguping pembicaraan apa yang sedang para penata rias bicarakan karena terlihat sangat serius sekali. Dan betapa terkejutnya beliau ketika mendengar kalimat demi kalimat dari seorang gadis yang sebelumnya akan menjadi menantunya namun tidak jadi. Setiap kalimat yang keluar dari mulut Putri membuat beliau terpana dan bangga sekaligus menyesal karena anaknya sudah bodoh meninggalkan wanita luar biasa itu. Mamih Amora mengetuk pintu membuat penghuni di dalam semuanya melihat ke arah pintu dan terkejut melihat wanita cantik yang masuk ke dalam. "Putri …," sapa Mamih Amora. "Mamih …," balasnya dan turun dari ranjang mendekati Mamih. Mereka berdua berpelukan seperti anak dan ibu yang sudah lama tidak bertemu. "Mamih rindu, Nak." "Mput juga rindu, Mamih." "Mamih, gimana kabarnya? Baik 'kan? Sehat? Papih, Kevin, gimana? Selamat ya, Mih, akhirnya punya menantu. Mput ikut bahagia." "Alhamdulillah semuanya baik, kamu gimana, Sayang? Mput sudah sukses ya sekarang." "Hehe, alhamdulillah saja, Mih. Belum sukses ah, Mih. Masih jadi perias jalanan bareng teman-teman yang lain." "Semoga kedepannya semakin sukses ya, Sayangku." "Aamiin, makasih Mamih cantik doanya. Kesitu ayo, Mih, kenalan sama teamnya Putri." Mamih mengangguk dan mulai berkenalan satu sama lainnya. Di tempat lain Di pelaminan, mereka bingung karena tidak melihat ibu dari mempelai pria. Sejak tadi pergi namun tidak kembali lagi membuat heran para tamu undangan. Reno sudah paham kemana Mamihnya pergi, awalnya membiarkan saja namun ternyata sudah cukup lama pergi dan tidak juga kembali. "Kev, sini," panggil Reno. "Ngapa, Bang?" "Cari Mamih." "Lah kemana?" "Di dalam, tadi minta izin ke kamar mandi. Tapi, kayaknya gak ke kamar mandi." "Terus kemana?" "Cari saja di dalam dan tanya ruangan perias dimana, Mamih pasti ada di dalam sana," bisik Reno. Kevin mengangguk dan masuk ke dalam rumah untuk mencari Mamihnya. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN