Bab 5. Menerima bukan berarti menerima

1660 Kata
“Tidak mas, aku tidak mengijikkanmu untuk menikah lagi.” Kata Zeelia sambil menggelengkan kepalanya. “Raka tidak butuh ijin dari istri mandul seperti dirimu!” Sentak Siska pada Zeelia. Seketika Zeelia memejamkan matanya mendengar bentakan dari mertuanya. “Tetap saja Bu, aku istri mas Raka dan aku tidak mengijinkan mas Raka untuk menikah lagi.” Kata zeelia dengan suara parau menahan tangisnya. “Zeelia kita sudah menikah selama tiga tahun dan kamu belum juga memberikan aku anak. Dan sekarang aku sudah menikah dengan Hanin, kamu harus menerima pernikahanku dengan Hanin karena dia sedang hamil anakku.” Kata Raka. Zeelia menggelengkan kepalanya. “Tidak mas, tidak mungkin itu anakmu.” “ZEELIA! Atas dasar apa kau mengatakan bahwa anak itu bukan anakku hah!” Bentak Raka dengan lantang. Zeelia langsung terdiam mendengar bentakan Raka, selama tiga tahun menikah baru kali ini dia di bentak suaminya. Ingin sekali dia mengatakan kebenarannya pada semua orang, tapi itu tidak mungkin karena dia masih mencintai Raka. Tapi karena kejujuran Raka yang menikah lagi Zeelia jadi berpikir untuk tidak mengungkapkan kebenaran tentang suaminya yang tidak bisa punya anak. Dan kebenaran ini akan menjadi senjata utama untuk Zeelia. “Bilang saja kalau kau iri dengan Hanin yang lagi hamil sedangkan kau mandul dan selamanya kau tidak akan pernah bisa memberikan anak, jadi terima saja pernikahan mereka jika kau tidak mau di ceraikan sama Raka.” Kata Siska yang menyakitkan hati Zeelia. “Sebaiknya kamu terima saja Zeel, dari pada jadi janda itu akan membuatmu malu dan sakit hati.” Kata Ayah mertua dengan sok bijak. Zeelia tak menyahuti perkataan kedua orang tua Raka, dia lebih memilih tak membuka suara dari pada kebenaran tentang Raka akan terungkap sekarang. “Maaf ya mbak, bukan maksudku merebut mas Raka dari mbak Zeelia. Tapi aku dan mas Raka saling mencintai satu sama lain dan ada buah cinta kita di antara kita berdua. Jadi maafkan aku mbak.” Kata Hanin dengan memasang wajah bersalahnya. “Drama banget nih pelakor, gak tahu aja kalau mas Raka gak mungkin bisa punya anak.” Batin Zeelia. “Ini sudah jadi keputusanku Zel, aku juga sudah menikah dengan Hanin jadi jangan macam-macam kamu. Aku mau pulang ke rumahku sama Hanin.” Kata Raka yang langsung menggandeng tangan Hanin yang tersenyum mengejek pada Zeelia dan pergi begitu saja meninggalkan rumah Zeelia tanpa kata lagi. “Baiklah mas Raka aku akan terima ini semua tapi tidak dalam artian sebenarnya. Dan aku akan buktikan padamu kalau anak yang di kandung Hanin bukan anakmu mas Raka.” Kata Zeelia penuh tekat dalam hati dengan tangan terkepal. Zeelia akan menyimpan wajah-wajah sombong dan penuh ejekan yang mereka tunjukan. Dia juga ingin tahu bagaimana ekspresi mereka saat tahu kebenaran tentang Raka. Raka dan orang tuanya pergi begitu saja meninggalkan Zeelia sendiri. Hanin dengan sengaja menggandeng lengan Raka dan dia menoleh pada Zeelia dengan senyum liciknya. Sedangkan Zeelia hanya menatapnya datar tanpa ekspresi. “Aku tidak akan terima saat kalian semakin menyakitiku dan aku akan membongkar kebenaran itu secara halus.” Gumam Zeelia menatap kepergian mereka dengan senyum sinis. Zeelia bergegas masuk rumah lalu masuk ke dalam kamarnya. Dia sungguh tidak menyangka pria yang berjanji akan hidup bersama selamanya dan mencintainya kini telah mengkhianati dirinya. “Surat ini akan menunjukkan jika anak yang di kandung Hanin bukan anak mas Raka.” Gumamnya saat mengambil hasil tes kesuburan miliknya dan Raka lalu dia pindahkah ke laci dekat ranjang. “Aku tidak tahu kapan kamu akan menemukan surat ini. Aku akan mencoba untuk bertahan dulu, tapi jika mereka sudah keterlaluan aku akan melepaskannya.” Gumam Zeelia sambil mengusap sudut matanya yang berair. Setelah memindahkan hasil tes kesuburan, Zeelia segera membersihkan tubuhnya dan masak makan malam untuk dirinya sendiri. ***** Di tempat lain, lebih tepatnya di rumah baru Raka yang cukup besar dia mengajak Hanin dan kedua orang tuanya untuk masuk ke dalam rumah baru itu. “Wah, rumahnya bagus ya Ka, kapan kamu belinya?” Tanya Siska yang takjub dengan rumah baru Raka. Rumah ini Raka beli sesuai dengan ke inginan Hanin dan semua isinya juga atas keinginan Hanin. Dan tentu saja rumah ini lebih besar dan lebih bagus dari rumah Raka dan Zeelia. Karena Zeelia menginginkan rumah sederhana yang tidak terlalu mahal dan yang penting bisa di tempati dengan fasilitas kebutuhan yang lengkap. “Rumah ini belum lunas Bu, Raka baru kasih uang setengahnya saja sisanya nanti di cicil setiap bulan.” Raka menjelaskan dan Siska tersenyum mendengar jawaban putranya. “Kamu memang pintar mengatur keuangan Ka. Gak masalah kalau nyicil yang penting semua kebutuhan istri dan calon anakmu tercukupi. Jangan lupa kamu juga butuh tabungan untuk biaya lahiran nanti.” Siska mengingatkan putranya. Hanin tersenyum bahagia mendengar mertuanya begitu perhatian padanya dan anak yang masih dalam kandungannya. “Kalian istirahat saja kasihan Hanin pasti sangat lelah. Ibu sama Ayah pulang dulu kalau gitu.” Pamit Siska. “Iya Bu, ayo sayang kita ke kamar!” Ajak Raka pada Hanin yang terlihat sangat mengantuk. Orang tua Raka memutuskan untuk pulang ke rumahnya karena jarak rumah Raka dengan rumahnya tidak terlalu jauh hanya membutuhkan waktu lima belas menit saja. “Tubuhmu semakin seksi sayang aku jadi menginginkanmu.” Bisik Raka di telinga Hanin sambil memeluknya dari belakang. “aku lelah mas pingin tidur dan aku gak mau anakku stres karena mamanya begadang.” Tolak Hanin sambil melepas tangan Raka dari perutnya. Dia langsung merebahkan tubuhnya lalu menutup tubuhnya dengan selimut. “Ya sudah gak papa, selamat malam sayang.” Kata Raka dengan nada kecewa. Dia gak mungkin memaksa hanya untuk memuaskan nafsunya karena Hanin sedang hamil. Setelah memastikan Hanin tidur pulas, Raka keluar dari kamarnya menuju dapur untuk mencari makanan karena dia merasa lapar. Di dapur Raka hanya menemukan sebungkus mie instan. Raka dan Hanin menikaaha diam-diam seminggu yang lalu saat dia pamit dinas luar ke Zeelia. Dan dia baru sehari menempati rumah barunya ini, jadi mereka belum sempat belanja makan.p “Tidak masalah walaupun hanya mie instan, yang penting perutku kenyang dan aku bisa tidur.” Gumam Raka sambil memasak mie instan. Saat akan memakan mienya Raka teringat Zeelia. Dia langsung mengambil ponsel yang ada di sampingnya dan mengirimkan chat pada istri pertamanya. Raka: Apa kamu sudah tidur sayang? Sampai Raka selesai makan chatnya belum juga di balas sama Zeelia. Raka berpikir jika Zeelia sudah tertidur makanya gak balas chatnya. “Zeelia selalu saja mengabaikan aku, dia juga gak mau mengerti aku. Jadi jangan salahkan aku jika aku lebih berat ke Hanin dari pada kamu Zel.” Gerutu Raka menyalahkan Zeelia. Padahal sedari awal Raka selingkuh dia sudah berat sebelah dan jarang ada waktu buat Zeelia. Raka juga sering pulang larut malam bahkan menjelang pagi pun sering juga. Saat di tqnya dia mempunyai banyak alasan. Bahkan saat Raka membohonginya Zeelia tidak akan percaya karena dia selalu menyakini jika suaminya tidak akan mengkhianati dirinya. Sedangkan di rumah Zeelia, dia sedang browsing tentang perceraian. Ketika sedang fokus dengan artikel tentang perceraian Zeelia menerima pesan chat dari Raka. Dia hanya membacanya notifikasinya tanpa membuka chat itu. Mas Raka: Apa kamu sudah tidur sayang? Begitulah isi chat dari Raka dan Zeelia mengabaikannya dia tidak berniat membuka atau pun membalas chat ith sama sekali. “Tumben banget ini orang kirim chat, biasanya aja gak pernah.” Gumam Zeelia mencibir pesan chat dari suaminya. “Yang benar aja jam segini dia ngirim chat, apa gak di cariin bini mudanya gitu?” Gumam Zeelia kesal. Karena tak mau pusing memikirkan yang tidak jelas Zeelia kembali fokus sama artikel perceraian yang di bacanya sampai dia ketiduran. ***** Pagi ini saat Zeelia akan makan sarapannya dia di kejutkan dengan kedatangan Raka dan Hanin di ruang makan. “Ada apa mas?” Tanya Zeelia heran. “Kamu ini suaminya datang bukannya di ajak makan malah di tanya ada apa?” Omel Raka. Zeelia langsung menghembuskan nafas dengan perlahan mendengar omelan suaminya. Zeelia sampai bingung kenapa dia selalu salah di mata suaminya akhir-akhir ini. “lalu aku harus bagaimana mas?” Tanya Zeelia dengan lembut, sekuat tenaga dia mengontrol emosinya saat berbicara dengan Raka. “Ya seharusnya kamu menyambut suamimu saat datang Zeelia.” Kata Raka. Zeelia hanya mengangguk, dia malas menanggapi omelan suaminya yang selalu menyalahkan dirinya. Saat Zeelia akan menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutnya lagi-lagi Raka menahannya. “Kau benar-benar keterlaluan Zel.” Bentak Raka tiba-tiba. Zeelia jadi kesal karena dia tidak jadi menikmati sarapannya pagi ini. “Kenapa lagi mas Raka?” Tanya Zeelia lembut. “Kau masih tanya kenapa, apa kau tidak lihat ada aku dan Hanin di sini malah kamu sarapan sendiri?” sarkasnya. Zeelia kaget karena bentakan Raka, dia langsung beranjak lalu menyiapkan sarapan untuk Raka. “Ini untukmu mas, kalau Hanin mau makan saja punyaku. Tenang saja itu belum aku makan sama sekali kok. Kalau gitu aku berangkat kerja dulu mas. Assalamualikum..” Pamit Zeelia sambil mencium punggung tangan suaminya. “Apa kamu marah Zel?” Tanya Raka mencekal pergelangan tangan Zeelia yang hendak melangkah keluar rumah. “Untuk apa aku marah mas, dan kenapa kamu menuduhku marah?” Tanya Zeelia. “Karena kamu tidak ikhlas memberikan sarapan untukku dan Hanin.” Tuduh Raka lagi sambil mencengkeram pergelangan tangan Zeelia. Hanin yang melihat pertengkaran itu pun tersenyum puas. Dia yakin hubungan mereka akan semakin renggang nantinya. Zeelia yang tidak sengaja melihat senyuman Hanin pun geram. Rasanya di ingin mencakar pelakor di depannya, tapi tidak mungkin karena Zeelia masih ingin bermain cantik. “Aku tidak marah mas, aku memilih berangkat terlebih dahulu karena porsi sarapannya hanya untuk dua orang. Dan bagianku untuk Hanin saja, kasihan nanti kalau Hanin tidak kebagian sarapan kan dia sedang hamil makannya aku mengalah.” Jawab Zeelia dengan lembut dan tersenyum manis yang membuat Raka sedikit luluh. Raka langsung melepaskan cengkeraman tangannya dari pergelangan tangan Zeelia dan Zeelia meraih tangan Raka untuk di ciumnya lagi. “Aku berangkat dulu mas, jangan lupa kunci pintunya.” Pesan Zeelia dengan lembut lalu dia pergi meninggalkan mereka berdua dengan senyum puas karena dia menangkap wajah Hanin yang berubah kesal saat tahu Raka luluh dengan tutur lembutnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN