Bab 8. Tak tahu malu

1967 Kata
Bab 8. Tak tahu malu “Sialan lo! Bisa hati-hati gak kalau jalan.” Bentak wanita cantik sembari mengibaskan bajunya yang basah tertumpah karena minuman. Zeelia yang tadi beranjak dari duduknya dengan tiba-tiba dan pura-pura tidak sengaja menyenggol minuman itu sampai menumpahi seseorang yang melangkah bersisian dengan Olive si wanita sombong itu. Zeelia melakukannya karena dia tahu pergerakan Olive teman SMA yang kerap mengganggunya sedari dulu. Dia ingin menumpahkan segelas minuman ke arahnya. “Maaf kak, maaf ini semua karena dia. Dia menyenggolku.” Kata Olive meminta maaf pada kakak kelasnya yang juga hadir di sana dan tak lupa menyalahkan Zeelia. “Ralat, aku sengaja menyenggol minumanmu karena kau sengaja ingin menumpahkan minuman itu padaku.” Kata Zeelia telak membuat Olive gelagapan. “Maafkan aku kak, aku tidak tahu kakak berjalan di samping Olive karena niatku hanya ingin menggagalkan rencana jahatnya padaku.” Kata Zeelia begitu ramah pada kakak kelas itu dan wanita itu memakluminya. “Jangan asal menuduhku cupu.” Kesal Olive menunjuk pada wajah Zeelia. Zeelia tersenyum dan mengambil ponselnya dan memperlihatkan rekaman video yang dia abadikan tadi. Awalnya Zeelia ingin mengabadikan untuk kenang-kenangan acara reuni yang tak pernah dia ikuti itu. Tapi dia menangkap pergerakan Olive yang membawa segelas minuman. Jadilah Zeelia berinisiatif untuk menggagalkannya. “Jadi bagaimana? Apa kau masih bisa membela diri? Jika seperti ini apa aku yang salah kak?” Tanya Zeelia yang kemudian beralih pada kakak kelasnya setelah menunjukkan rekaman video itu. “Tidak, kau benar biar orang seperti dia gak makin ngelunjak.” Jawab wanita itu melirik pada Olive yang terlihat begitu kesal dan gugup karena ketahuan ingin berbuat buruk pada temannya. Kakak kelas itu akhirnya pergi ke toilet dengan kekesalannya. Olive mengepalkan tangannya kuat-kuat dengan mata menatap penuh dendam pada Zeelia yang hanya tersenyum tipis pada Olive dan kemudian melirik pada dua teman Olive di ujung ruangan ini yang tampak terkejut. Zeelia kembali duduk dengan santainya tak menghiraukan tatapan penuh dendam Olive yang berada di belakangnya. Olive melangkah pergi untuk bergabung lagi bersama kedua temannya. “Astaga Zel, kau berani sama mereka? Kau kan tahu mereka itu orang besar dan kita bisa habis di tangan mereka.” Kata Arsy ketakutan. “Sstt, tenang Sy jangan takut mereka seperti itu bukan karena mereka orang besar. Tapi karena mereka orang sombong dan minim akhlak saja. Aku tahu bagaimana orang besar berperilaku karena Bosku tak angkuh mereka.” Arsy menelan ludahnya mendengar omongan Zeelia yang terlihat begitu tenang dan santai. Tapi dia tak yakin mereka akan diam saja pasti mereka akan berulah lebih dari ini. “Mmm.. bagaimana dengan pria itu, apa kau sudah bertemu lagi?” Tanya Arsy yang di jawab gelengan kepala Zeelia. “Tidak, semenjak kejadian itu aku gak pernah lagi bertemu dan aku gak tahu bagaimana kondisinya waktu itu.” Jawab Zeelia menatap lurus menerawang. “Lagian aku juga gak ada waktu untuk memikirkannya kan aku sudah menikah juga.” Kata Zeelia lagi dengan memaksakan senyuman. “Iya juga ya, mmm.. apa sudah ada tanda-tanda aku mau punya ponakan?” Tanya Arsy agak ragu-ragu. “Belum, mungkin aku masih di minta lebih bersabar lagi oleh Tuhan Sy.” Jawab Zeelia lesu. “Sabar ya Zel, jangan terlalu stres bikin happy aja.” Kata Arsy yang merasa iba sama sahabatnya itu, dia mengelus lengan atas Zeelia sebagai penyemangat. Zeelia tersenyum melihat temannya yang menguatkan dirinya dan temannya pun tak tahu apa yang terjadi dalam rumah tangganya saat ini. “Iya kalau bukan bulan ini bisa jadi bulan depan, kalau bukan tahun ini kan bisa juga tahun depan Tuhan beri aku anak iya kan?” Zeelia minta persetujuan sahabatnya itu. Arsy mengangguk dengan senyum mengembang begitu juga dengan Zeelia. Tapi senyum mereka langsung hilang ketika mendengar ucapan menyakitkan dari seseorang di belakang mereka. “Ooo.. ternyata dia mandul, pantas saja belum punya anak.” Kata orang itu. Zeelia dan Arsy seketika menoleh dan ternyata itu suara Lisa temannya Olive dan Risa. “Hahaha.. lucu ya sudah cupu mandul pula, menyedihkan sejali hidupmu.” Kata Olive tajam. Sedangkan Risa dia menatap dua temannya dengan heran. Kenapa bisa mereka menjatuhkan harga diri orang lain di tengah keramaian seperti ini. Acara reuni ini tentu saja jadi riuh dan tak menghiraukan acara hiburan di atas panggung. Tapi banyak dari mereka yang menghampiri dan merundung Zeelia sebagai wanita mandul. Arsy membungkam mulutnya dengan telapak tangan, matanya berkaca-kaca karena merasa bersalah karena sudah membicarakan tentang anak dengan sahabatnya itu. Zeelia beranjak dari duduknya dia menatap ketiga wanita itu dengan senyum mengejek. Zeelia sama sekali tidak malu dan takut dengan ucapan yang seolah merundungnya. Toh kenyataannya tidak ada masalah dengan dirinya. “Memangnya kenapa kalau aku mandul? Apa itu merugikan kalian, tidak kan? Jadi jangan urusi urusanku dan keluargaku.” Kata Zeelia penuh tekanan lantas dia menarik tangan Arsy untuk pergi dari tempat itu. Sampai di pelataran gedung, Zeelia melepaskan tangannya yang mencekal pergelangan tangan Arsy. “Zel, maaf ya karena aku kamu di permalukan seperti itu. Aku minta maaf.” Kata Arsy menahan tangisnya. Zeelia terkekeh mendengar ucapan Arsy yang kini juga sudah ingin menangis. “Tidak masalah Sy, lagian aku sehat-sehat aja kok. Jadi untuk apa aku harus malu, mereka saja yang kurang kerjaan.” Zeelia mengatakan itu dengan santai tanpa beban dan membuat Arsy merasa lega dan mengusap air matanya yang sempat menetas. “Benaran kamu gak marah kan?” Tanya Arsy memastikan sahabatnya itu baik-baik saja dan tidak sedang marah padanya. “Beneran kamu mau aku marah padamu?” Arsy menggeleng kepalanya cepat. “Aku juga tidak mau marah padamu ayo kita cari makan.” Ajak Zeelia menarik tangan Arsy lagi menuju cafe yang tak jauh dari sana. Selesai makan malam ponsel Zeelia berdering dan itu dari Raka yang kemudian Zeelia mengangkatnya. “Hallo mas, ada apa?” Tanya Zeelia setelah mengangkat teleponnya. “Kau di mana? Kenapa di rumah tidak ada?” Tanya Raka dengan nada tak suka. “Aku sedang keluar mas, ini juga sudah mau pulang.” Jawab Zeelia bisa saja karena masih di depan Arsy gak enak juga kalau sahabatnya itu tahu kekisruhan keluarganya. “Ya, cepatlah aku menunggumu.” Kata Raka yang kemudian langsung mematikan sambungan teleponnya. “Suamimu ya? Kita pulang saja kalau gitu.” Zeelia mengangguk dan kemudian menghentikan taksi di depan cafe itu. “Aku pulang dulu ya, bye..” Pamit Zeelia pada Arsy dan di balas lambaian tangan. ***** Tak lama kemudian Zeelia sampai di rumahnya dan mendapati mobil Raka sudah ada di halaman rumah. Zeelia mengernyitkan keningnya ketika mendapati Raka duduk sendiri di ruang tengah. “Dari mana saja kamu kenapa keluar tidak pamit sama suami? Apa kau memang sudah tidak lagi menganggap aku sebagai suamimu Hah!” Bentak Raka ketika melihat Zeelia masuk ke dalam rumah. “Maaf aku ada acara reuni sekolah dan aku rasa mas Raka tidak akan peduli padaku jadi aku rasa aku tidak perlu repot-repot pamit sama kamu mas.” Balas Zeelia santai. Raka langsung beranjak dari duduknya dan mendekati Zeelia dengan tangannya yang sudah terangkat tinggi. “Kenapa? Mas sudah berani main tangan sama aku sekarang? Apa karena mas merasa sudah memiliki wanita lain yang menurutmu sempurna itu? Aku sungguh tidak pernah menyangka kamu akan seperti ini mas.” Sinis Zeelia. Raka kembali menurunkan tangannya mendengar ucapan sinis dari istri pertamanya. “Seandainya kamu bisa memberikan aku anak, aku tidak akan seperti ini Zeelia!” Murka Raka tepat di depan wajah Zeelia. “Sampai kapan pun kita tak bisa karena memang ka..” Ucapan Zeelia terhenti. Zeelia langsung bungkam, hampir saja dia keceplosan. Dia masih memiliki rasa iba sama suaminya itu. Tapi Zeelia ingin membongkarnya secara halus dia tak bisa mengatakan langsung. Dia ingin Raka tahu sendiri semuanya agar dia tak merasa bersalah nantinya. “Apa? Kamu mau ngomong apa, katakan dengan benar. Apa kau menyembunyikan sesuatu dariku? Apa kau benar-benar mandul sampai kau tidak melanjutkan ucapanmu itu?” Tuduhnya mendesak maju membuat Zeelia gelagapan. Zeelia selalu merasa sakit hati karena di tuduh mandul. Tapi kali ini sakitnya berkali-kali lipat karena yang mengatakan itu adalah suaminya sendiri. “Tidak, suatu saat nanti mas akan mengerti apa yang aku maksud.” Kata Zeelia lirih kemudian melangkah pergi menaiki anak tangga menuju kamarnya. Raka terdiam, dia merasa jika Zeelia sedang menyembunyikan sesuatu. Tapi kenapa dia sama sekali tidak menyangkalnya saat dia menuduhnya. Raka mengikuti langkah Zeelia ke kamar, Raka menunggu Zeelia yang sedang mandi dengan duduk di tepi ranjang. Raka mengedarkan pandangannya menyapu seluruh sudut kamarnya bersama Zeelia. Dia menatap foto pernikahannya dengan Zeelia yang terpajang di sebelah ranjang. Zeelia beranjak dan melangkah mendekati Raka yang sedang menatap foto pernikahan mereka dengan senyum tersungging. Dia ingat dulu kala pernikahannya dengan Zeelia. Mereka begitu bahagia dan hidup mereka berasa sempurna. “jangan menatapnya jika kamu tidak mau menyesal nantinya.” Tegur Zeelia setelah keluar dari kamar mandi. Raka menoleh dia menatap Zeelia yang kini jauh berbeda dengan Zeelia yang dulu. “Kenapa kau berubah Zel? Kenapa kau sekarang seakan tidak menghormatiku sebagai suamimu?” Tanya Raka yang membuat Zeelia terkekeh. “Aku? Berubah? Coba kamu yang ngaca mas, siapa yang berubah di sini aku atau kamu?” Tanya Zeelia membuat Raka menggelengkan kepalanya dia semakin tidak mengenali Zeelia lagi sekarang. Dia merasa Zeelia yang sekarang tak selembut Zeelia yang dulu. “Aku sudah berusaha menjadi suami yang baik bagimu tapi kamu selalu bicara kasar dan seakan kau selalu mengejekku.” Zeelia mendekati Raka, dia menarik tangan Raka dan di dudukkan di atas ranjang. “Sekarang mas jawab semua pertanyaanku.” Kata Zeelia kini berdiri di tepi ranjang. Raka hanya mengangguk dengan mata yang terus menatap lekat wajah Zeelia. “Kapan mas terakhir pulang dan tidur di ranjang ini?” Tanya Zeelia. Raka menggelengkan kepalanya dengan wajah memucat. “Kapan mad terakhir menyentuhku?” Tanya Zeelia lagi. Raka menggelengkan kepalanya lagi. “Kapan mas mulai mengkhianatiku?” Tanyanya lagi. Wajah Raka semakin memerah tertunduk malu. “Selama ini aku diam saat mas tak memberi uang bulanan. Dan aku selalu menurutimu setiap kamu mintaku transfer uang ke Ibumu. Jadi jika di sini ada yang di salahkan apakah harus aku?” Tanya Zeelia, dan seketika Raka mengangkat wajahnya. “Tapi kamu tidak bisa memberikan apa yang aku inginkan Zel. Dan sekarang aku mendapatkan dari wanita lain.” Sangkal Raka. Zeelia tersenyum mengejek mendengar itu, dia sudah tak bisa lagi berkata-kata sekarang. Suaminya sudah di butakan oleh kehamilan Hanin. “kalau begitu lanjutkan saja mas, jika suatu saat aku mundur dan kamu tahu kebenarannya jangan pernah menyesalinya.” Peringat Zeelia. Raka langsung beranjak dari duduknya, dia terlihat geram dan marah sama Zeelia. “Kau masih bersikukuh mengatakan bahwa anak yang dikandung Hanin bukan anakku? Kau itu hanya iri Zeelia, aku benar- benar muak padamu.” Kata Raka tepat di depan wajah Zeelia dia begitu marah. “Aku tidak mengatakan seperti itu lo mas.” Kata Zeelia yang tak takut sama sekali dengan amarah Raka karena dia tak merasa salah. “Mbak memang tak mengatakan itu tadi, tapi mbak Zeelia pernah menuduhku seperti itu.” Kata Hanin yang tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya. “Aku memang salah karena seakan aku merebut suamimu Mbak, tapi mbak harus ingat jika mas Raka membutuhkan anak. Dan hanya aku yang bisa memberikannya jadi aku minta mbak Zeelia terima saja. Aku sedih saat mbak terus memusuhiku seperti ini.” Hanin mengatakan itu sambil terisak dia menangis seakan menjadi wanita yang paling tersakati. Zeelia memejamkan matanya dengan tangan terkepal kuat dia merasa begitu kesal dan marah. Tapi ini belum saatnya untuk dia mengamuk di depan mereka karena dia belum memiliki bukti apa pun tentang kehamilan Zeelia. “Sudah sayang jangan sedih kita pulang ya?” Bujuk Raka menenangkan Hanin. “Aku tadi ke sini hanya ingin memintamu mulai besok memasak sarapan dan bekal untuk kami. Kasihan jika Hanin harus memasak sendiri kan dia sedang hamil.” Zeelia mengangguk dan Raka pun mengajak Hanin keluar dari kamar. “Tunggu mas!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN