05. Gagal Lagi

1034 Kata
Lana mencoba membuka pintu, tapi seakan ada yang menahannya dari dalam. Dia mengernyitkan dahi heran. “Melina, apa kamu didalam?” tanyanya lagi. Tak terdengar sahutan, Lana menempelkan telinganya ke daun pintu ... mencoba mendengar apa yang ada di balik pintu. Terdengar samar suara desahan sepasang insan berlainan jenis. Sebagai wanita yang telah bersuami, Lana jelas tahu arti desahan itu. Apakah Melina bersama seorang pria di dalam sana? Siapa? “Mel, kamu bersama orang lain?” tanya Lana lirih. Melina yang mendengarnya di dalam toilet memucat. Sontak dia membungkam mulut Bimo, mencegahnya bersuara. “Aku buka ya,” sambung Lana penasaran karena dia mendengar pekikan lirih dari dalam toilet. Ceklek. Lana membuka pintu toilet dan ternganga seketika. Wajahnya memerah dan tampak jengah. “Maaf,” ujar Lana malu. Buru-buru dia menutup pintu toilet dan bergegas pergi. Astaga dia telah memergoki sepasang insan yang bermessum ria di toilet. Gawatnya lagi, si gadis terlihat sangat muda dibanding bandot tua yang mencumbunya. Menilik pakaiannya yang minim, Lana menduga gadis itu wanita panggilan. Sementara itu di toilet sebelah, Melina dan Bimo menarik napas lega. Sesaat tadi mereka mengira Lana membuka toilet dimana mereka berada, ternyata sebelah mereka yang dipergoki oleh istri sah Bimo itu. Lana menenangkan diri sejenak di taman, lalu kembali dan menemukan suaminya sudah duduk tenang di meja mereka. “Kemana kamu, Sayang? Saat kembali ke meja, aku khawatir tak menemukanmu disini. Takutnya ada yang mencuri istriku yang cantik ini,” goda Bimo dengan wajah pura-pura serius. Lana tersenyum geli. “Tak mungkin! Aku hanya wanita biasa. Justru aku yang khawatir karena gadis-gadis disini menatapmu dengan air liur menetes deras.” “Betul sekali,” timpal Melina yang mendadak muncul di samping Lana dan memeluknya hangat. “Bimo kita sangat eye catching, kan, Lana?” Lana mengangguk mengiyakan, lantas menoleh pada Melina ... mengamatinya dengan seksama. “Kamu berpeluh. Apa kamu baik saja, Mel?” tanya Lana khawatir. “Tadi aku mencarimu ke toilet, kupikir ada sesuatu yang terjadi karena kau terlalu lama disana. Ternyata aku malah menemukan pasangan mes ... ah, sudahlah.” Lana mengakhiri kalimatnya dengan wajah bersemu merah. “Maaf, aku sembelit. Tadi toilet di lantai satu penuh, jadi aku pakai yang di lantai atas. Aku tak menyangka kau akan mencariku,” sahut Melina. “Sudah kubilang, aku mengkhawatirkanmu.” Melina tergelak. “Tak kusangka kau begitu mencintaiku. Love too, Sweety. Mmuaaah ....” Melina mengerucutkan bibirnya, bersikap seakan hendak mengecup Lana. “Mmuaaah juga,” balas Lana bercanda. Bibirnya mendekat, seolah hendak mengecup juga. “Hei, hei, hei ... tega sekali kalian mengabaikanku! Aku cemburu, nih,” rungut Bimo yang mendadak berdiri di tengah-tengah mereka. “Pria kita cemburu, bagaimana sekarang Lana?” Kedua wanita cantik yang diselanya tertawa terbahak-bahak dan mereka kompakan mencium pipi Bimo, kiri dan kanan. Senyum Bimo merekah. Dia merasa menjadi pria paling beruntung di dunia ini. *** Lana telah menunggu di ranjang, dengan pakaian transparan yang menggoda. Dia berharap hasrat Bimo akan terbangkitkan, jadi mereka bisa mencobanya malam ini. Lana tersenyum membayangkan percintaan panas yang akan segera terwujud sebentar lagi. Ceklek. Dari balik kamar mandi keluar Bimo yang hanya mengenakan handuk yang terlilit di pinggang kokohnya. Pria itu tersenyum manis pada istrinya, mulutnya bersiul ceria. “Wow ... istriku sungguh mengagumkan!” “Apa kau tergoda?” pancing Lana. Bimo mendekat, dia berdiri tepat di hadapan istrinya. Lana menariknya dan memeluknya hangat. Diletakkan kepala Lana di d**a Bimo. “Selamanya tempat ini adalah milikku, kan?” gumam Lana pelan. Bimo mengusap lembut rambut Lana. “Tentu,” ucapnya dengan suara sedikit bergetar. Untung Lana tak menyadarinya. “Dan hatimu?” Lana mendongak memandang wajah tampan suaminya. “Ten-tentu,” sahut Bimo semakin gugup. “Mengapa kau salah tingkah?” selidik Lana. Bimo tersenyum sensual, berusaha menenangkan wanitanya. “Itu karena ....” Dia mengelus tubuh Lana, berhenti di bagian dadanya yang membusung. “Kau seksiii sekali malam ini, Beb.” “Jadi kau tergoda,” cengir Lana. Lantas menarik kepala Bimo merapat padanya, dengan agresif dia mencium bibir Bimo. Tak lupa tangannya melepas handuk yang melilit di pinggang Bimo. Handuk putih itu terjatuh tanpa daya di atas lantai. Diluar kehendaknya, Bimo membalas ciuman istrinya dengan sepenuh hati. Dia tak memikirkan wanitanya yang lain, hanya Lana yang memenuhi benaknya kali ini. Bimo memagut bibir Lana, menghisapnya dalam dan kuat. Sementara tangannya bergerak menggoda bagian sensitif tubuh Lana. Api birahi membakar hasrat mereka. Pasangan suami istri saling menindih bergantian dengan bibir melekat satu sama lain. Napas mereka menderu, sesak karena gairah yang menuntut untuk dilepaskan, namun belum sempat Bimo menyatukan diri dengan istrinya ... ponselnya berdering keras. Bimo menjauhkan diri, mendadak dia tersadar akan situasi yang membelitnya. “Abaikan saja,” desis Lana dengan suara parau. Tangannya bergerak, ingin meraih bibir suaminya namun Bimo menahannya. “Sabar, Sayang. Aku harus menyambut telepon itu. Sepertinya penting.” Dengan tubuh telanjang, Bimo bangkit ... meraih ponselnya, dan menjauh dari istrinya sambil menerima panggilan dengan nada khusus itu. Tentu saja dia tahu, Melina yang meneleponnya. “Halo, Mr Nelson.” Terdengar suara Melina di ujung telepon sana. “Sayangku, apa yang sedang kau lakukan? Mengapa lama tak menyambut teleponku?” Bimo melirik Lana yang memperhatikannya lekat dengan mata berbinar. “Maaf, Mr. Saya sibuk membenahi sesuatu.” “Di malam hari? Jangan terlalu capek, Sayang. Lebih baik kau segera tidur. Dalam arti sebenarnya!” tegas Melina. “Iya,” sahut Bimo singkat. “Dengar, Sayang. Aku tahu apa yang akan dilakukan Lana, dia menceritakannya padaku. Malam ini dia berniat menggodamu di ranjang. Jangan tanggapi godaannya. Aku tak mau kau berakhir dengannya di ranjang. Mengerti? Atau kau mau aku memotong milikmu?” Bimo menelan ludah kelu. Wanita yang cemburu memang mengerikan. “Tidak, Mr. Saya tahu betapa daruratnya situasi sekarang. Baiklah, saya akan segera kesana. Ya, sekarang!” Bimo menutup pembicaraannya, dan menatap pada Lana dengan sorot mata penuh penyesalan. “Sayang, maafkan aku harus segera pergi. Klien pentingku barusan menelepon, dia ....” “Pergilah, Sayang. Selesaikan urusan pentingmu lalu pulanglah. Aku menunggumu disini, jangan sampai ranjang kita mendingin,” potong Lana sembari menatap milik Bimo yang telah lunglai. Dia tak yakin, malam ini Bimo akan pulang untuk menghangatkan ranjang mereka. Sepertinya rencana panasnya gagal lagi. Lana menghela napas panjang, kecewa. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN