EMPAT

2164 Kata
Semakin malam, Khot semakin padat dengan manusia. Pusat kesenangan di Klan Kwaititi ini tidak pernah sepi. Aku dan Jon meninggalkan Lio yang masih menyesuaikan diri dengan tubuhnya yang baru menegak racun Zehra. Khot sangat ramai sesak dan berbau tembakau. Becek di mana-mana, parahnya genangan air berasal dari tempat pemotongan ternak di seberang Khot. Kapan Baba membereskan hal-hal seperti ini ? Kupikir setelah wabah Lohye baba-ku akan menimbulkan wabah baru karena kekotoran tempat ini. Peduli set&an lah, siapa peduli apapun kalau sudah yang di kepala mereka hanya wanita dan kesenangan.   "Kau baik-baik saja ?" tanya Jon, rupanya dia melihat kegusaran di wajahku "Kau belum pernah pergi ke Goa Biru sebelumnya kan ?"  Aku mengedikkan bahu singkat, kutarik mantel bulu dombaku lebih padat karena suasana dingin mulai terasa ketika meninggalkan Khot. Aku melihat beberapa wanita melirikku dengan pandangan mendambakan, lalu beralih pada teman-teman mereka dan cekikikan. khas permepuan sekali. Mereka membicarakanku ? berharap jadi ratu ku, maka kalau mereka bermimpi jadi ratu mereka harus memikikran juga bahwa menggulingkan kekuasaan Raja Agung tidaklah semudah itu apalagi dengan pria yang tidak bisa melempar kapak sepertiku "Rumor tersebar sangat cepat Jon"  "Iya, kita memang tidak bisa menutup mulut semua orang"  Rupanya, Jon sudah mengetahui apa yang terjadi di Penataran. Tidak lama kesatria penjaga mendatanginya. Jon mengatakan sudah dapat tugas baru, Babaku menyampaikan pada anak buah Jon untuk melakukan penjagaan di sekitar pintu masuk hutan ek. Dan Jon harus melakukan hal lain setelah mengatarku ke Goa Biru.  Jon melihat ke arah para gadis yang baru datang ke khot, dia memain-mainkan alisnya menjijikan sekali "Tapi, sobat" sangat cepat matanya berpindah lagi padaku "Coba kau pikirkan, mungkin kau bisa jadi raja" "Kau mau mengejekku lagi ! Ini waktu yang kurang tepat Jon. Bisa-bisa kunaiku menancap ke lehermu"  "Tidak-tidak" dia menepuk-nepuk punggungku, gerakannya selalu saja berlebihan "Olexys sedang gencar memberontak, kau harusnya bisa mengambil hatinya. Aku yakin kalau penyihir itu benar, Altar akan membuka kesempatanannya buatmu kawan"  "Aku tidak memiliki keinginan besar Jon, aku cuma ingin berperang dan kembali menjadi kestaria untuk Klanku"  "Segalanya bisa berubah Matiti, dan kita harus siap saat itu tiba. Kita orang-orang yang hidup liar bukan seorang putra mahkota yang tinggal di kastil tinggi"  Breng&sek dia benar ! Bukan berarti aku menginginkan posisi jadi Raja atau merubah dan jadi tamak ingin jadi Raja. Aku tahu kalau ditiup Raja agung saja aku sudah melayang, aku tidak punya pengalaman apapun untuk melayangkan pemberontakkan di depan mukan Sang Raja, aku bukan Olexys, lidahku terlalu jujur buat bisa bercabang seperti dia, aku ketika berjanji selalu terbayang-bayang oleh janjiku sendiri sedangkan Olexys pasti tidak akan peduli dengan janji yang sudah dia lontarkan, kecuali dia masih punya urusan dengan orang itu.  Aku harusnya sudah siap berperang, itulah yang terlintas dalam kepalaku ketika burung gagak hampir saja menabrakku. Kami sampai di sekitaran hutan ek yang lebat. Mataku harus secepat mungkin menyesuaikan dengan kegelapan di dalam hutan.  "Kenapa kita tidak lewat danau ?"  "Kau gila ? kau mau anak buah Babamu memergokimu ? kau mau apa sebenarnya pergi ke goa biru ?"  Aku mendesah, melihat ke sekeliling aku melihat dua mata berang-berang tidak jauh dari sana. Aku mau melempar kunaiku padanya tapi aku harus cepat, mengikuti langakah besar Jon tidaklah mudah. Dikepalaku terlintas betapa manisnya daging berang-berang itu. Aku ingin menggoroknya dan langsung membakarnya di tengah hutan ini tanpa memedulikan pasukan Baba yang akan menangkapku. Ku bilang saja aku sedang main-main.  Kita berjalan menuju arah pesisir danau, bebatuan terjal ada disana. Batu-batu hitam yang menacap seperti granit tua. Kami memanjat ke batu-batu dengan sangat hati-hati "Apa disana ada penjaga Jon ?"  "Kau bodoh ?"  Memang terkadang aku memang bodoh. Dan pers*etan  "Tentu saja ada Matiti yang manja" dia terkikik, dia melempar batu ke arah atas tebing. Satu tali turun dari tebing batu "Begini cara bermain kami di belakang Babamu"  "Kau penghianat"  "Ini bukan hal besar. Dasar kau culun"  Demi Altar aku kepingin sekali merobek bibirnya sampai ke telinga. Astaga kadang kala aku begitu emosi dengan cara Jon mengata-ngatiku seolah dia tahu semua hal tentangku. Ku pikir-pikir lagi dia memang tahu semua hal tentang ku.  "Kau bisa memanjat cantik ?"  Aku akhirnyanya melayangkan tendanganku ke bokongnya, tapi sayangnya Jon tidak bergeming sedikitpun, dia sekuat pohon. Sialan ! aku malah yang ditertawainya "Ayolah kau naik terlebih dahulu, di atas itu temanku Husen. Dia penjaga Goa biru. Dan Babamu menyerahkan penjaga goa sialan ini beberapa bulan lalu padaku"  Aku tidak tahu itu. Iya itulah yang membuat Jon memanggilku bodoh, karena aku memanga d***u dan tak tahu apapun. Apa aku selama ini terlalu tidak peduli dengan klanku sendiri ? kenapa yang ku ketahui adalah hal-hal sepele. Hal penting seperti keberadan Goa Biru ini saja aku tidak tahu. Breng%sek memang aku, harusnya aku memang meninggalkan klan ini. menikah dan jadi pengembala kambing lebih baik dari pada jadi anak paling culun di Klan ini.  Aku memanjat dengan tali tambang. Ketika ku pikir aku sudah baik dalam memanjat Jon melakukannya dengan hanya satu tangan dan berpijak keras pada batu "Kalau kau punya akses ke goa biru kenapa kita arus sembunyi-sembunyi Jon ?" tanyakau ketika kami sudah sampai di tebing batu curam  "Karena aku tetap tidak mau Babamu bertanya, akupun tidak tahu pasti mau di apakan perempuan itu"  Husen mendatangi kami. Dia menundukkan kepala sekali memberi hormat padaku "Kau ikut rupanya"  Apa ada yang seharusnya aku tidak tahu ? mataku menatapnya awas  "Aku ingin bertemu dengan si Lohye"  kataku tangkas, membusungkan da*daku. Aku tidak kenal benar dengan Husen, kami hanya pernah bertemu di perjamuan para kesatria setelah perang. Sebelum mereka semua mendapatkan tugas masing-masing bertanggung jawab atas klan ini.  "Apa yang pemimpin katakan padamu ?" Jon menampakan andilnya sebagai orang bertanggung jawab atas Goa Biru  "Dia menambah penjagaan, dia berkesimpulan akan banyak orang yang ingin tahu soal ramalannya, isu tentang ramalan Matiti sudah terbang kemana-mana khususnya di Khot. Kau tahu pela&8cur kita terkenal di seluruh jagat Altar, banyak kesatria dari bermacam-macam klan bersinggah kesana. Mereka semua sangat tertarik dengan si putih ini"  "Breng)9sek langsung saja keintinya" aku sudah tidak tahan, aku mengeluarkan kunaiku ku sodok ke leher Husen "Babaku mau perempuan itu diapakan ? Karena kalau dia harus dibunuh biar aku saja yang melakukannya. Aku tidak suka dia mengarang cerita menggunakan namaku dari sekian banyak nama orang orang yang lebih mungkin jadi raja"  Husen tertawa, aku mungkin keliatan konyol, kalau Husen mau dia bisa langsung menebasku dengan kapak di tangannya, lalu kunai ringanku akan terbang jatuh ke bawah jurang. Bagi mereka semua aku masih seperti anak kecil yang punya keahlian hanya seujung kuku mereka.  "Iya tuan mau dia dieksekusi, mereda rumor sangat sulit. Inti rumor itu harus dihilangkan begitu menurutnya" Husen terdiam sejenak dan meralat ucapannya "Menurut Met.., seperti itu" Husen terdiam  Iya, karena tidak mudah untuk Baba menjatuhkan hukuman mati pada klannya apa lagi dia adalah tawanan di luar klan. Bagi baba bernegosiasi jauh lebih baik untuk memberikan jalan tengah dan jalan eksekusi adalah yang terakhir yang akan dia lakukan "Tuan menyetujui Met, aku juga mendengar bagian penyuratan, mereka mendapat banyak surat mengenai ini dan beberapa surat berlebel kerajaan. Bukankah itu berarti berita ini sudah sampai pada Raja ?" Sebelum semua tahu seperti apa tepatnya yang terjadi aku harus tahu lebih dulu, aku tidak sudi di bohongi dan jadi korban kebohongan perempuan berpenyakit itu. Aku menarik kembali kunaiku "Aku ingin bertemu dengannya"  Jon mengangguk "Kita harus cepat, mereka pasti mencariku. Tebakanku ekskusi perempuan Lohye itu akan dilakukan secepatnya"  Kamipun berjalan masuk ke dalam goa yang hanya seukuran tubuhku, kami merangkak tidak terlalu jauh cukup membuat kulit lenganku tergores karena batu-batu goa yang runcing. Samapai akhirnya kami bertemu seberkas cahaya obor. Husen menorong tubuhnya dan melompat dengan indah. Sementara mereka berdua mendarat dengan indah, aku mendarat dengan kepala terlebih dahulu. Ini bodoh.  Secepat mungkin aku menegangkan diri berusaha terlihat gagah. Aku mengaitkan bulu-bulu di bahuku lebih kuat. Pantas saja mereka mendarat dengan kaki duluan karena mendarat dengan bahu sepertiku tadi kemungkinan tidak akan selamat karena sedikit saja terpeleset aku jatuh ke dalam sungai deras di bawah goa.  Hanya ada beberapa tahanan disana. Dan aku langsung bisa melihat perempuan itu. Satu satunya jeruji yang dipenuhi dengan temeram lampu.  "Dia cantik sekali" ini pertama kalinya Jon melihat permepuan Lohye itu, dan ekspresinya persis Hariti ketika melihat perempuan ini "Demi Dewa dewi aku baru lihat yang seindah ini, coba kau tanya mungkin dia jatuh dari langit Matiti. Kalau semua perempuan di Lohye secantik dia aku sungguh-sungguh akan menyelam untuk menemukan satu permepuan buat ku nikahi"  Husen terkekeh "Kau tidak akan pernah pulang dari Lohye, sebab kau sudah pasti mati berpenyakit"  Jon mengerling dia berjalan mendekati sel dimana perempuan itu di kerangkeng "Kalian tidak boleh menyentuhnya, kata Baba dia mungkin masih menyimpan penyakitnya"  Jon mendesah, menyayangkan hal itu "Sungguh membuat ku putus asa. Kini aku hanya bisa membayangkannya saja" dia memejamkan mata "Astaga dia cantik sekali" mata Jon membelalak semakin dia mendekati perempuan itu dia tidak mengerjipkan. Matanya terbelalak, mulutnya hampir mengeluarkan liur.  "Itulah kenapa mendadak aku menyukai pekerjaan ku Jon" Husen menambahkan dan terkekeh  "Mulai sekarang kau pensiun Husen, aku akan menggantikan pekerjaanmu"  "Kasian sekali kalian, seputus asa itu" Kataku ketus menghalau mereka berdua, aku mendahului mereka berjalan lebih cepat menghampiri perempuan itu.  Langkahku terhenti karena melihat laki-laki yang kukenali, seorang penghianat dari negri Syaka. Paman Mutai. Dia sahabat Babaku dulu dan dia menghianati Baba, bencinya aku melihat wajahnya"Kau" tunjukku dengan kesal  Rambutnya sudah berantakkan, kuku-nya hitam memegang jeruri besi dengan putus asa. Tangannya di rantai. seluruh janggut sudah panjang dan aku hanya bisa melihat mata hitam legamnya di bawah penerangan obor yang membayang-bayangi  Aku memalingkan wajah dan membuang ludah melihatnya. Dia orang yang dulu pernah kupanggil Paman tapi menghianati Babaku. Dia mata-mata dari negri Syaka. Aku masih bertanya-tanya kenapa Baba tidak mengeksekusinya dan membiarkan manusia ini masih bernafas  "Matiti" panggilnya "Matiti..." lalu tawanya meledak. Mengesalkan. Husen berjalan kedekatnya dan menyodok bahu laki-laki yang itu sampai tersungkur. Dia paman Mutai "Kau punya urusan denganku nanti" aku memperingati laki-laki itu dengan awas  "Bocah" dengusnya dan tertawa lagi, dia pasti sangat putus asa di kurung sejak aku berumur dua belas tahun sampai hari ini. Baru aku akan mendekatinya Jon menahanku "Waktu kita tidak banyak, kau mau babamu tahu kau kemari ?"  Aku memejamkan mahan menurunkan deru emosi dalam diriku. Aku melihat lurus ke perepuan berwajah putih yang terlihat siap dengan kedatanganku, tebak apa yang dilakukannya ? Dia memperbaiki duduknya. dia duduk melipat kakinya di atas jerami dengan tangan diletakkan baik-baik di atas pangkuannya. Apa selalu seperti itu mereka duduk di Lohye ? atau dia mencoba sopan padaku, sepertinya belum saatnya. Aku belum jadi raja nona..! Semakin dekat aku bisa mengerti kenapa Jon bilang ingin menyentuhnya, dia terlihat seperti mutiara berkilau dan putih. matanya sebiru lautan bercahaya dan keliatan seakan-akan bisa diselami. Mata itu berkaca-kaca ketika aku datang "Apa aku akan dibunuh Matiti ?" tanyanya pertama kali dengan suara timbul tenggelam seperti orang yang tercekek  Aku tidak berbohong, aku melipat tanganku di da^^da. Dia seperti anak kucing yang kedinginan, yah. Naluri laki-lakiku berkelana. Tapi aku cukup waras untuk membuat bentang kokoh pada diriku. Aku tidak mau mati, dan tiba-tiba jadi putih sendiri di klan ku "Seharusnya kamu pikirkan dengan baik apa yang kau lakukan Nona"  "Aku bersumpah Matiti, aku tidak mengarang atau melebihkan mimpiku. Kau akan menguasai Altar" itu saja, poin itu saja. Dia sudah terdengar berlebihan "Hei penyakitan" aku keluarkan kunaiku dan ku sodok maju menembus jerujuri besi. Dia mundur kebelakang "Jangan membual, kamu akan mati ! percuma"  Dia menggelengkan kepala ketakutan beringsut agak menjauh untuk menghindari kunaiku. Aku memasukkan kembali kunaiku ke ikatan senjata di celanaku. Tidak sungguh-sungguh ingin menghabisinya toh dia  juga akan dieksekusi, untuk apa aku membuang-buang energiku.  Dia memohon padaku, berlutut dan bersujud memohon padaku "Aku.." suaranya terseok-seok seakan akan tengorokannya patah "Tidak mudah buatku bisa kemari"  Jon menghalauku "Ceritakan manis..., kunyuk ini sesungguhnya mau mendengarkan ceritamu" dia beralih padaku "Tidak ada gunanya kau mengancam" suara Jon rendah dan menakutkan "Dia tidak akan kemana-mana" Jon mendekatkan wajahnya "Setiap menyelesaikan masalah, semua orang harus mendengarkan dulu sebelum mengambil keputusan. Otak udang"  Aku terdiam, nafas marah Jon berhembus hangat dan berbau pangar di wajahku. Aku mendengar Mutai tertawa dari selnya. Sial Aku memintanya mendatiku "Sini ceritakan, yang jelas !" perintahku pada wanita itu Dia mengangguk sungguh-sungguh. Aku seperti melihat seorang anak kecil yang polos dan bodoh yang kehilangan ibunya. Mencari ibunya ke kandang singa. Tidak masuk akal memang.  "Namaku Deba tuan-tuan, di tempat kami" dia berdaham agar suaranya terdengar normal "Wabah yang tertinggal ditubuh kami menyisakan kelebihan pada kami, membangun sistem yang berbeda pada anak-anak yang terlahir dengan berketurunan wabah Lohye" dia menelan ludahnya, matanya beranjak dari melihat Jon dan bertemu mataku.  Aku bisa melihat pantulan diriku saking beningnya mata biru laut milik Deba "Aku memiliki kelebihan melihat ke masa depan, disana aku melihat kehidupan Altar yang indah. Orang-orang tertawa, tidak ada lagi kelaparan. Anak-anak bermain dengan bahagia, dermaga-dermaga yang dipenuhi sesak. Aku melihat seorang Raja yang bijak yang dielu-elukan rakyat Altar" dia menelan ludah "Dan itu kau mereka menyebut namamu" dia menghela nafas "Aku tidak melihat masa depanku, tapi aku melihat masa depanmu Matiti"  Ada jeda yang panjang untuk memproses cerita ini, di pendengaran kami masing-masing. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN