**********
"Ekhem." Rasya berdehem pelan mencoba membasahi tenggorokannya.
Setelah kejadian tak terduga tadi, mereka pergi makan siang bertiga.
Karina nampak canggung, ia tak menyangka manusia yang seharusnya sedang di kota sebelah ini malah sudah pulang dan nyelonong masuk begitu saja ke ruang Bara.
"Sorry Gue nggak maksud ganggu. Mana tahu Gue kalau bakal ada adegan begitu," ucapnya lagi sambil mengulum senyum menatap Bara dan Karina bergantian.
Bara nampak santai dan biasa saja, berbeda dengan Karina yang mati - matian menahan malu.
"Mulai sekarang biasakan ngetuk pintu sebelum masuk." Bara memberi peringatan.
"Lagian Kalian ini. Gue ngerti sih lagi pada dimabuk cinta tapi nggak begitu juga di kantor."
Karina diam saja, iya sih mereka memang salah. Tapi mana ia tahukan kalau orang yang biasanya stay cool itu bisa seagresif itu.
"Jadi kapan tanggal pastinya? Biar bisa atur jadwal orang tua Gue."
Mata Karina memincing, apa hubungannya tanggal pastinya dengan orang tua Rasya? Kan yang mau menikah itu Bara dan Karina, bukan Rasya.
"Maksudnya?"
Bara menoleh pada Karina kemudian menyentuh tangan gadis itu.
"Kamu tahu sendiri Mas nggak punya orang tua, jadi Mas minta tolong orang tuanya Rasya untuk melamar Kamu nanti," katanya.
"Oh gitu."
Mereka saling pandang seolah punya dunia sendiri.
"Ekhem. Tolong kalau mau bermesraan jangan di depan Saya. Jomblo ini," decak Rasya membuat Bara seperti akan menyemburkan tawa.
"Siapa suruh jomblo," ejek Bara.
"Alah yang baru jadian aja songong," balas Rasya tak terima.
Sekilas Bara dan Rasya terlihat lebih seperti saudara ketimbang teman, mereka sudah berteman lebih dari sepuluh tahun, dan memang seakrab itu.
"Nggak apa - apa baru jadian yang penting langsung menikah." Bara kembali menatap Karina yang nampak malu - malu.
Rasya bergedik, tadinya ia mau makan siang bersama dua orang ini. Tapi ia sadar diri, ia layaknya obat nyamuk kalau tetap berada di antara dua orang dimabuk cinta ini.
"Mau ke mana?" tanya Karina saat melihat Rasya berdiri dan membereskan barangnya.
"Males Gue di tengah bucin. Assalamualaikum," ucapnya dan Bara hanya tertawa melihat Rasya yang berlalu pergi, namun tak lama pria itu kembali lagi.
"Ngapain balik lagi?" tanya Karina.
"Sayang makanan udah dipesan kagak dimakan," katanya kemudian kembali duduk dengan tampang seolah tak terjadi apapun sebelumnya.
*******
"Tadi Mas ngobrolin apa sama Rasya?" tanya Karina.
Mereka sedang di jalan kembali ke kantor.
"Apanya?"
Karina berdecak, biasanya kalau begini ada sesuatu yang Bara sembunyikan. Ayolah Karina bukannya sehari dua hari jadi sekretaris seorang Baradean.
"Tadi yang pas Aku ke toilet."
"Emang apa yang Kami bicarain sampai Kamu kepo begini?"
"Yah habisnya pas Aku datang kalian kayak ngalihin pembicaraan gitu."
Bara tak menjawab dan fokus menyetir.
"Mas," seru Karina karena tak kunjung ada jawaban.
"Soal dua perempuan yang datang tempo hari."
"Jadi?"
"Mereka minta uang."
Rahang Karina mengerat, ada saja manusia menyebalkan dan tak tahu diri berkeliaran di antara mereka.
"Terus Mas kasih?"
Bara menggeleng dan Karina langsung tersenyum lega.
"Jangan dikasih. Nanti sekali dikasih ngelunjak."
Bara juga berpikiran yang sama, biasanya orang seperti mereka diberi sekali maka akan terus datang meminta.
*********
Beberapa hari ini terasa aman, bu Irda juga sedang menyeleksi calon pengganti Karina.
Bara meminta Karina yang memilih sendiri calon pengganti dirinya, karena menurut Bara, Karinalah yang tahu pekerjaan seperti apa yang akan diemban oleh sekretaris barunya kelak.
"Siang ini ada tiga orang calon yang lulus interview sama Saya. Nanti Kamu bisa seleksi lagi dari ketiganya."
Bu Irda menyodorkan empat file lamaran, kening Karina agak mengerut. Katanya tiga orang tapi kenapa filwnya ada empat?
"Kintan mengajukan diri untuk mengambil posisi Kamu. Basic dia manajemen."
Karina mendesah pelan, Kintan yang selalu masam melihat Karina itu mencoba menjadi sekretaris Bara. Tapi satu ide terpikir olehnya.
Karina tersenyum, ia sepertinya harus memperlihatkan secara nyata, betapa sulitnya menjadi sekretaris seorang Bara.
"Kita tes Kintan aja dulu Bu. Kalau dalam dua minggu dia masih mau lanjut, biar dia aja. Tapi kalau kerjanya cocok sama bos sih. Gimana?"
Bu Irda mengangguk dan beliau ikut saja dengan kemauan Karina.
"Kita lakukan sesuai keputusan Kamu."
Setelahnya Karina melapor ke Bara dan siang itu juga Kinta sudah mulai bekerja.
"Ini lemari file, sudah Saya susun sesuai abjad nama sales. Nah kalau yang ini abjad nama klien dan yang ini abjad nama cabang, yang ini nama toko dan ......." Karina mulai menjelaskan pekerjaannya. Niatnya ia ingin membungkam Kintan yang selama ini selalu meremehkan pekerjaannya.
"Kamu nggak nyatat?" tanya Karina begitu melihat Kintan dengan santainya hanya melenggang tangan kosong.
"Ngapain. Ingatan Gue masih bagus."
"Anda bisa bekerja profesional? Sekarang Saya sedang menjelaskan pekerjaan ke Kamu. Kamu seharusnya tahu basic pekerjaan sekretaris adalah mencatat. Bahkan hal kecil sekalipun. Karena semua hal bisa jadi informasi."
Kintan berdecak, Tapi tak juga menurut. Karina sih bodo amat toh nanti yang kena lahar panasnya Bara kan dirinya sendiri bukan Karina.
Dan benar saja dua hari kemudian kertas file berhamburan, melayang karena lemparan Bara.
"Kenapa bisa tidak Kamu catat?"
Kemarahan Bara memuncak, ia baru saja membawa Kintan pergi menemui klien. Kemarin Karina sudah menemani dan hari ini sengaja hanya Kintan sendiri yang pergi karena Karina di tugaskan untuk mengikuti meeting internal dengan sales.
"Maaf Pak," ucapnya takut - takut.
Bara menekan tombol intercom dan memanggil Karina masuk.
"Iya Pak ada apa?"
Karina bisa melihat wajah Kintan yang nampak menahan tangis. Mungkin ini baru pertama kalinya ia melihat Bara marah.
"Panggil tiga calon kandidat sekretaris Saya. Dia tidak becus bekerja," kesal Bara.
Bukannya apa, Karina bahkan sudah mewanti - wanti Kintan untuk mencatat apa saja yang dibicarakan. Tapi nampaknya perempuan itu hanya terpukau dengan makanan di atas mejanya.
"Baik Pak."
Karina memgkode Kintan untuk keluar.
"Katanya ingatannya bagus, kok ditanyain nggak bisa jawab."
Kinta menatap sinis pada Karina. "Gue juga bisa kerja kayak Lo kalau sudah bertahun - tahun."
"Oyah? Sayangnya bos nggak mau lagi tuh Kamu jadi sekretarisnya."
Karina tersenyum dan melengos pergi. Bara itu tipe bos yang kalau moodnya rusak karena pekerjaan akan sulit memperbaikinya.
Paling tidak satu dendamnya terbalas sebelum ia resign dari tempat ini.
********
"Moodnya masih jelek?" tanya Karina. Mereka sudah di jalan akan pulang.
Bara hanya berdehem pelan. Pekerjaan sedang banyak - banyaknya dan ada saja yang mengacau, apa nggak ngamuk orang satu ini.
"Kita nonton yok. Atau jalan di mall gitu," ajak Karina.
"Ada film apa jam segini?"
Karina membuka hpnya mencari film apa yang akan tayang.
Mereka berjalan sambil bergandengan tangan menuju lantai bioskop, jam sudah hampir menunjukkan pukul sembilan lewat, dan film yang akan mereka tonton akan tayang setengah jam lagi.
"Nonton film ini nggak apa - apa?" tanya Karina, sejujurnya ia tak tahu harus nonton apa. Tapi gimana demi memperbaiki mood Bara yang sudah seperti perempuan yang sedang PMS.
"Iya."
"Mas masih kesal gara - gara kerjaan tadi?"
Bara yang duduk di samping Karina menggeleng.
"Mas cuma kepikiran apa ada yang bisa bekerja sebaik Kamu."
Karina mengusap lengan Bara. Situasi mereka serba salah, mau Karina tetap bekerja, tapi mereka akan menikah. Jelas Karina hanya bisa memilih salah satunya.
"Pasti ada. Aku bakal berusaha ngajarin mereka nanti."
Karina tersenyum, dia tahu betapa Bara sangat mencintai pekerjaannya. Mungkin karena masa lalu yang kurang baik, Bara jadi terlalu terobsesi dengan pekerjaan dan uang.
"Apa jadinya kalau Kamu resign dan hubungan Kita tidak seperti sekarang. Mas jadi kepikiran, apa semuanya akan baik - baik saja."
"Jangan pikirkan sesuatu yang nggak perlu. Oke."
Bara menurut saja, toh semua yang terjadi terasa benar sampai saat ini.
Film sudah dimulai lebih dari satu jak yang lalu. Bara? Jangan ditanya, pria itu tertidur di kursi samping Karina. Sementara gadis itu sendiri nampak tak berminat pada film action tersebut. Dia kemari hanya karena ingin menghibur Bara.
Setelah film usai, Karina dengan lembut membangunkan Bara.
"Mas, bangun. Filmnya sudah selesai."
Mata Bara mengerjap mencoba menyesuaikan dengan cahaya lampu yang sudah terang.
"Ah. Mas ketiduran."
"Nggak apa - apa. Ayo pulang," ajak Karina.
Mereka berjalan kembali ke parkiran sambil bergandengan tangan. Tanpa mereka sadari ada orang lain yang sedang memperhatikan mereka.
*********
#Typo? Mon maap.
Makasih yak buat doa - doanya. Bahagia banget dah banyak yang doain.
#Siap - siap yak bentar lagi mau selese ?. Otak author juga mulai kekurangan imajinasi ?