Calon?

1477 Kata
Sesil sedang mendandani Karina saat suara klakson mobil terdengar. Sesil mengintip dari balik gorden. "Bos Lo tuh." "Nih dandanan Gue udah bagus?" tanya Karina kemudian berdiri dan mematut diri di depan cermin. Tadi siang Bara mengiriminya gaun untuk dipakai ke acara anniversary teman Bosnya itu. Sesil mengacungkan jempolnya. "Dijamin pangling. Sampai pak Bara bakal langsung jatuh hati ngelihat Lo." Karina hanya mendengus, kemudian mengambil clutch di atas tempat tidur dan lekas memakai heelsnya. "Sukses ya ngedatenya," teriak Sesil dan dibalas dengan pelototan dari Karina. Sesampainya di mobil Karina langsung membuka pintu, masuk dan menutupnya kembali. Seolah tersadar dari lamunan Bara tersentak saat suara pintu terdengar. "Bapak ngelamun? Mau Saya aja yang bawa mobil?" tawar Karina saat tahu sejak tadi Bara fokus melihat ke arah rumah tetangganya. "Nggak. Biar Saya saja," jawabnya. Karina sedikit mencebik, entah kenapa ia kesal karena Bara tak berkomentar apa - apa soal penampilannya. Padahal ia sudah berdandan sampai seperti ini. Memang sih tidak sampai ke salon, tapi kemampuan Make Up Sesil itu sangat handal, bahkan Sesil bisa jadi make up artis kalau dia mau. Sepanjang jalan mereka hanya diam. Karina merasa aneh, beberapa hari ini Bara nampak agak lebih pendiam, lebih tepatnya sejak hari bosnya itu membeli mobil yang sekarang sedang mereka naiki. Bukankah seharusnya bosnya ini bahagia karena sudah membeli mobil impiannya? Atau malah merasa menyesal karena sudah banyak keluar uang? Karina merasa aneh, rasanya lebih canggung dari biasanya. Sesaat ia merasa agak asing dengan sikap Bara ini. "Bapak sehat?" tanya Karina begitu mereka turun dari mobil. Bara menengok padanya. "Iya Saya baik. Kenapa?" "Nggak. Aneh aja Bapak agak emm pendiam gitu. Yah walau biasanya juga kadang irit ngomong sih." "Lagi males aja," katanya. Karina tak menjawab lagi, bicara saja ada malasnya. Atau Apakah sebenarnya bosnya ini kesal karena Karina mengiyakan saat akan diundang ke acara yang mau mereka datangi ini? Tapi kenapa? Atau karena mantan Bara yang bernama Ratu itu? Tentu Karina tak sabar untuk melihat seperti apa sosok perempuan yang berhasil menaklukkan hati seorang Baradean? Seperti apa sosok wanita yang membuat bosnya ini lama menjomblo. Bara merenggangkan sedikit lengan kirinya, refleks Karina langsung menggandeng lengan Bara seperti biasa saat mereka datang ke pesta. "Bapak ganti parfume ya? Wanginya kok beda?" bisik Karina begitu mereka masuk ke ruang pesta. "Peka banget hidung Kamu." "Menurut Bapak? Saya udah ngekorin Bapak nyaris lima tahun masa iya soal parfume aja gak kerekam dalam otak Saya." "Jadi wangian yang mana?" Karina mengendus kecil ke arah Bara, mencoba mencari tahu aroma mana yang ia sukai. "Ini wangi sih, tapi lebih enak yang sebelumnya. Kayak ada manis - manisnya gitu. Udah klop banget sama Bapak soalnya. Ini malah kayak aroma orang lain." Bara tersenyum kecil. "Nanti Saya ganti lagi," jawabnya. Mereka berjalan menuju sosok raja dan ratu malam ini yang sedang mengobrol sambil duduk melingkari meja besar di tengah ruang pesta. Seolah menyadari kedatangan mereka, Herman menoleh dan langsung tersenyum lebar. "Ditya," sapanya. Semua yang ada di sana menoleh ke arah mereka, Karina mendadak grogi karena menjadi pusat perhatian. Banyak pasang mata menatap mereka dengan tatapan ingin tahu. "Syukurlah Lo datang Gue pikir gak bisa. Gue udah susumbar kalau Lo bakal datang. Hahaa" Bara hanya tersenyum formal. "Oiya. Guys masih pada ingatkan sama Ditya?" Herman menepuk punggung Bara. "Masihlah. Siapa sih yang gak ingat kisah fenomenal itu," celetuk salah satu wanita bergaun biru laut. "Iya. Tapi sayang ya baginda Ratu gak bisa datang," ucap yang lainnya. "Iya nih. Padahal Gue udah ngabarin di grup kalau Ditya bakalan datang." "Gue chat dia pribadi tapi gak direspon." "Suaminya posesif kali." "Ah Lo pada kayak gak tahu aja sih soal masalah itu." Mereka masih mengobrol sendiri, sementara Bara hanya diam memperhatikan, ia nampak tak nyaman dengan apa yang teman - tamannya bicarakan ini. "Bapak Oke?" bisik Karina. "Gara - gara Kamu Saya jadi harus ada di posisi ini," balas Bara. "Baper sama masa lalu ya Pak?" Bara memperhatikan Karina, menatapnya penuh arti. Entah sejak kapan mereka asyik sendiri sampai banyak pasang mata memandang ke arah mereka. Karina hanya tersenyum ramah m melihat mereka mulai memandanginya dengan tatapan ingin tahu. "Ini siapa Lo?" tanya salah satu teman Bara. Bara memandang ke arah juga. "Kamu siapa?" tanya Bara seolah meminta Karina yang menjawabnya. Karina kebingungan. Ia harus menjawab apa? Kalau ia bilang hanya sekretariskan bosnya malah terlihat ngenes, mana si Ratu itu sepertinya sudah punya suami. "Saya.... partner pak Bara," jawabnya sambil tersenyum. "Ekhem partner yang gimana tu?" Herman mengulum senyum, ia saat melihat Karina dan Bara pertama kali sedikitnya sudah paham kalau ada sesuatu di antara mereka berdua. "Kalian apa kabar?" tanya Bara mengalihkan pembicaraan. "Baik, Baik. Alhamdulillah baik." Mereka masih asyik mengobrol sementara Karina hanya memperhatikan. Rasanya ia agak menyesal datang tapi tidak bertemu dengan mantan bosnya ini. "Oiya. Ditya kayaknya sukses banget sekarang. Berkat Dia, Gue jadi dapat bonus gede bulan ini. Dia beli mobil yang paling mahal. Ckck gak nyangka Gue." "Wah serius? Ternyata hidup tu memang gak ada yang tahu ya. Dalam beberapa tahun aja semuanya berubah. Pasti nyesel tu keluarganya Ratu," ucap mereka lagi membuat Karina makin kepo dengan perempuan bernama Ratu tersebut. ******** "Pak, Saya lapar," ucap Karina. Mereka sekarang sedang di jalan pulang. Memang mereka tak lama berada di sana. "Mau makan apa?" tanya Bara sembari fokus menyetir. Karina berdecak, padahal tadi ia sengaja tidak makan setelah makan siang supaya bisa makan enak di tempat pesta, eh bosnya ini malah ngajak cepat pulang. Kan capek di Karina saja karena sudah susah payah berdandan. "Saya capek. Delivery aja Pak. Bayarin ya?" cengir Karina tak mau rugi. Walaupun ia dapat gaun tapikan gara - gara bosnya ini ngajak cepat pulang jadi gagal ia makan enak sepuasnya. Bara menoleh. "Delivery? Saya makan di rumah Kamu juga?" "Lah kok gitu?" "Jadi menurut Kamu cuma Kamu aja yang lapar?" "Salah Bapak sendiri dong, tadi banyak makanan tapi Kita gak sempat makan." Karina mencebik kesal. "Saya muak aja dengar mereka pamer ini itu." Memang sih bosnya ini nampak sesekali menghembuskan napas kesal, apalagi saat mereka mulai meminta Bara berinvestasi di bisnis mereka atau mengajak Bara bekerja sama. "Iya sih. Kalau ketemu alumni pasti ada aja yang mereka banggain, pamer kesuksesan, terus ghibahin masalah keuangan orang lain." "Sudah tahu begitu, kenapa Kamu malah mengiyakan undangan Herman." "Yee si Bapak. Gak sopan nolak undangan." "Saya gak nolak. Dia ngundang Saya terima tapi masalah datang atau tidakkan itu urusan Saya. Kenapa Kamu yang mengiyakan." "Ya kan mana tahu Bapak kangen sama teman sekolah." "Nggak tuh." "Bilang aja takut ketemu mantan," cicit Karina sembari melihat ke arah luar jendela. Bara mendengar apa yang Karina ucapan tapi ia tak lagi menjawab. Setibanya di kontrakan Karina, gadis itu langsung turun, karena setahunya bosnya itu mau numpang makan di rumahnya, tadi ia sudah memesan makanan lebih dulu, jadi saat mereka sampai rumah tidak akan lama menunggu pesanan mereka tiba. Rani sedang duduk di teras rumah bersama suaminya. Nampaknya mereka sedang membicarakan sesuatu. "Malam Mbak Rani," sapa Karina karena tak enak Rani sudah terlanjur melihatnya begitu juga dengan Damar suaminya. "Malam Karina. Habis dari mana?" tanyanya basa basi saat melihat tampilan Karina yang tak seperti habis pulang kerja. "Biasa, nemenin bos kondangan." "Itu bos Kamu yang punya BMW kemarin?" tanya Damar. "Iya Mas." "Udah ganti sama yang lebih mahal kayaknya ya?" "Biasa sultan mah bebas." "Terus itu kenapa kok gak jalan?" tanyanya lagi melihat mobil Bara masih ngetem dan bosnya itu tak kunjung ke luar. "Tahu tuh. Tadi Kami pesan makanan. Mau makan bareng di sini katanga. Tapi kayaknya lagi nelpon deh. Biasa orang sibuk," jelas Karina. "Direktur sih pasti sibuk banget," ucap Rani. "Yah gitulah Mbak." "Jadi penasaran bos Kamu rupanya gimana Kar," ucap Mas Damar sambil sedikit tertawa. "Masih muda sih, tapi ya itu nyebelin haha." Tawa Karina, bukannya apa ia sudah hapal betul dengan sikap Bara. "Kalau gitu Karina ke situ dulu ya. Mau ngelihat tu orang baik - baik aja apa gimana kok gak keluar - keluar dari mobil." Karina berjalan ke arah mobil Bara terparkir, kemudian mengetuk jendelanya. Bara menurunkan kaca jendelanya sedikit, hanya kelihatan setengah wajahnya. "Bapak gak jadi turun?" tanya Karina. "Nggak kayaknya. Saya ada urusan lain." "Oh. Urusan apa?" "Kepo," jawab Bara dan Karina nyaris melongo mendengar jawaban Bara. Yakin ini seorang Baradean yang mengatakan kata Kepo ini? "Ya udah deh Pak, terserah. Rezeki Saya berarti dapat makanan dua porsi." Karina sih senang - senang saja, toh ia jadi dapat jatah makan double. Setelah itu Bara pamit pulang dan tak lama satu pesan masuk ke hp Karina bahkan sebelum ia membuka pintu rumah. [Saya lupa bilang. Besok pagi jam enam Saya jemput, Kita berangkat ke Bandung] Karina menganga. Kesal dengan Bara yang suka sekali seenaknya begini. "Baradean...." teriaknya sampai Rani dan Damar melihatnya dengan tatapan terkejut. Rip hari minggu Karina. ******** #maap yak lama Update. Maklumkan di dunia nyata Authornya jadi b***k korporat ? #Jangan Lupa Vote dan Komen. #Vote 50 baru author update lagi. Sssttt jangan buru - buru?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN