**********
"Bapak mau interview langsung calon sekretaris Bapak?" tanya Karina.
"Sudah ada kandidat?"
"Iya. Masih ada dua orang lagi. Saya sudah interview keduanya. Masing - masing juga sudah punya pengalaman sebagai sekretaris."
"Suruh mereka masuk besok."
"Mereka?"
Bara hanya menjawab dengan gumaman, pria itu sedang fokus dengan layar laptopnya.
Karina menurut saja, Bara nampaknya sedang fokus membuat strategi marketing yang baru. Dan di saat seperti ini ia paling tak suka di ganggu.
"Kalau begitu Saya permisi dulu." Karina hendak undur diri.
"Kemari," perintah Bara.
Karina diam sesaat, namun ia mengerti Bara ingin Karina mendekati tempatnya duduk.
"Kenapa Pak?" tanyanya.
Bara melingkarkan tangan kirinya ke pinggang Karina dan menarik gadis itu mendekat padanya.
"Pak, ini jam kerja. Kalau ada yang lihat gimana?" paniknya. Maklum ruangan Bara ini sering dikunjungi.
"Nggak akan ada yang lihat." Bara mengkode Karina untuk melihat ke layar laptopnya yang menampilkan CCTV ruang Karina Karina bekerja.
Tangan Karina terulur, mengelus pelan kening Bara yang berkerut.
"Lagi pusing ya? Kerutannya makin banyak."
Bara mengangguk dan menarik tangan Karina, membawanya ke depan wajah kemudian menciumnya, pipi Karina bersemu merah. Ia merasa makin hari Bara semakin berani dan tak sungkan menunjukkan kasih sayangnya.
"Pulang nanti Kita ke butik."
"Mau ngapain?" tanya Karina.
Bara menggenggam tangan Karina, kepalanya mendongak karena posisi Karina berdiri memang lebih tinggi daripada Bara yang sedang duduk di kursinya.
"Ngepas baju. Kan minggu depan mau lamaran."
Gantian kening Karina yang berkerut heran.
"Lamaran? Lamaran siapa?" tanya Karina bingung.
"Kita, siapa lagi?"
Karina nyaris melongo, bisa - bisanya ia yang mau dilamar tidak tahu kalau minggu depan ia akan di lamar.
"Kok mendadak?" protesnya.
"Nggak mendadak kok. Mas sudah diskusi sama bapak sama bunda, dan ketemulah tanggal minggu depan."
Karina merasa cengo, kenapa Bara baru bilang sekarang? kenapa juga orang tuanya tak mengabari apapun? konspirasi macam apa ini?
"Kok nggak ada yang ngasih tahu Aku sih? yang mau dilamar ini Aku loh Mas."
"Yah ini Mas ngasih tahu."
Dan timbulah rasa ingin menjitak kepala Bara di dalam diri Karina. Kebiasaan Bara suka seenaknya dan memberitahu hal dadakkan.
"Ya ngasih tahunya jangan mendadak dong."
"Kan masih minggu depan."
"Tapikan Aku juga butuh persiapan."
"Apa yang mau disiapin? bilang aja."
Karina menghembuskan nafas lelah, awas saja nanti kalau mereka sudah resmi menikah dan Bara masih suka seenaknya tanpa memberitahu dirinya terlebih dahulu, akan Karina jitak sungguhan.
"Emangnya sempat buat baju dalam waktu seminggu."
"Kan di butiknya sudah ada ukuran Kamu, jadi tinggal di pas aja bajunya. Kecuali Kamu tambah ...."
Bara melirik ke arah perut dan Karina mengerti maksud Bara.
"Tambah gendut gitu?" ucapnya sambil cemberut tak terima, iya sih perutnya akhir - akhir ini memang tambah buncit karena nafsu makannya semakin menjadi - jadi.
Bara diam saja tak menjawab, karena ia tahu kalau ia jawab urusannya akan menjadi runyam.
"Kok nggak dijawab?" tanya Karina melihat keterdiaman Bara.
"Ayo Kita ganti topik," katanya dan membuat Karina melotot kesal.
"Jawab dulu dong. Mas nggak suka kalau Aku gendut? Nggak suka lagi."
Bara mendesah pelan kemudian tersenyum, tangannya terulur ke pipi Karina dan mencubitnya gemas.
"Mau Kamu gendut atau nggak, nggak akan ada yang berubah."
"Bohong. Ada yang berubah, badanku."
"Iya berubah semakin gemuk, apalagi kalau nanti hamil," ucap Bara dan pipi Karina tiba - tiba terasa panas, ia yang tadinya kesal sekarang malah merasa salah tingkah. Menikah saja belum Bara sudah membahas soal hamil saja, kan Karina jadi malu.
"Kalau Aku nanti hamil terus gendut Mas nggak masalah."
"Emang masalahnya apa? Kan yang di perut Kamu nanti anaknya Mas."
Karina makin bersemu merah, ah kenapa ia merasa seperti remaja kembali? Rasanya ia berbunga seperti pertama berpacaran.
"Jadi soal baju lamarannya tadi gimana?"
"Mas kemarin sudah pilih modelnya, tapi kalau Kamu nggak suka model yang Mas pilih, Kamu bisa ganti."
"Kenapa Mas nggak tanya Aku dulu?"
"Nggak tahu kenapa Mas pingin Kamu pakai baju pilihan Mas."
Bukakan seharusnya Karina kesal karena lamaran dadakkan ini? Tapi kenapa ia malah merasa senang seolah Bara memberikan kejutan.
"Tapi nanti pas pernikahan harus minta saran Aku ya, jangan begini."
Bara mengangguk, "Iya. Kamu bebas mau pesta pernikahan seperti apa sesuai impian Kamu."
"Bebas sesuai keinginan Aku?"
Bara mengangguk lagi. Mereka saling pandang dan lagi - lagi kegiatan mereka terinstrupsi oleh ketukan pintu.
Bu Irda datang ingin bertemu dengan Bara.
Karina keluar dan kembali ke tepat duduknya. Karina berpangku tangan sambil senyum - senyum sendiri, akhirnya ia benar - benar diberi kepastian, ingatkan Karina untuk mengomeli keluarganya karena tak ada yang membahas soal lamarannya padahal mereka saling chat setiap hari.
Pulangnya mereka benar mampir ke butik dan Karina terperangah melihat baju yang dipesan Bara. Ia menoleh ke arah pria itu yang juga tersenyum padanya.
"Mas, inikan baju yang Aku mau," ucapnya mengingat ia pernah menempel gambar baju tersebut di meja kerjanya.
Bara tersenyum melihat reaksi Karina, emang reaksi seperti ini yang ingin Bara lihat.
"Mas kok tahu Aku mau pakai baju kalau lamaran?"
Bara mendekat ke arah Karina. "Kamu suka?"
Dengan semangat Karina mengangguk, yang benar sajakan kalau sampai tidak suka.
Mereka sampai di depan kontrakan Karina setelah makan malam, Bara bahkan mengantar Karina sampai pintu rumahnya.
"Masuk gih."
Karina menggeleng malu - malu, "Aku mau lihat Mas pergi dulu baru Aku masuk."
Bara tertawa, "Masuk dulu."
Karina menggeleng dan mnegatakan hal yang sama lagi. Kenapa mereka jadi seperti sedang syuting sinetron begini.
"Ya udah kalau gitu, tidur yang nyenyak."
Karina mengangguk dan membiarkan Bara berlalu pergi.
Karina hendak masuk ke rumah saat sebuah mobil masuk ke perkarangan rumah sebelah, untung sajaBara sudah pergi pikir Karina, kalau tidak ia bisa bertemu mantannya.
Karina buru - buru masuk agak tidak perlu bertegur sapa dengan mantan dari calon suaminya itu.
Keesokan harinya, Karina bersenandung riang berjalan menuju lift.
"Senang amat Lo. Dikasih apa sama ayang beb?"
Karina menoleh ke arah suara, Tomi dengan santainya berjalan sembari tersenyum melihat Karina.
"Dikasih kepastian," bangga Karina, untung kantor agak sepi karena memang sudah masuk jam kerja. Karina memang biasanya dapat dispensasi telat setengah jam.
"Cieee jadi ni kawin. Kapan?" tanyanya.
Karina mencebik, ya kali dia mau memberitahu biang gosip ini.
"Entar Lo cepu, males ah."
"Cepu darimane? sebaik ini Gue jaga rahasia Lo masih aja dikatain cepu, ckck tersinggung hatiku."
"Lebay."
"Haha serius Kar, kapan?"
"Akhir pekan depan Gue lamaran," ucap Karina entah karena terlalu senang dengan Bara yang akan melamarnya secara resmi atau karena Tomi yang terlalu pro mengorek informasi, Karina jadi keceplosan dan
tanpa sadar memberi tahu Tomi. Karina menyesali diri karena terlalu jujur.
"Serius Lo?"
Karina diam saja. Ia merasa ada hal buruk yang akan terjadi.
"Guysss Karina pekan depan lamaran katanya."
Karina menoleh ke arah Tomi dan benar saja ada denting pesan yang masuk. Tomi baru saja mengirim satu pesan suara ke grup ghibah mereka, isinya persis sama seperti yang ia ucapkan barusan.
"Hapus nggak."
Tomi malah cekikikan sendiri, sudah berapa lama ia menahan diri untuk tidak menggosipi Karina.
"Hapus!"
Karina menimpuk Tomi dengan tasnya.
"Haduh. Sakit nyet."
"Mangkanya jangan nyari perkara. Hapus nggak." Karina memukuli Tomi semakin barbar.
"Udah pada dengar, ngapain dihapus lagi. Noh lihat."
Benar saja sudah banyak pesan balasan. Padahal sekarang sedang jam kerja tapi gercep sekali sobat gosip di kantor ini membuka pesan.
Karina yang makin kesal semakin barbar memukuli Tomi.
Karina meletakkan tasnya di atas meja, dua orang calon sekretaris Bara sudah menunggunya.
Mereka memperkenalkan diri, dan Karina suka karena dua orang di hadapannya ini terlihat normal dan yang pasi bukan titipan.
Tak lama Bara muncul, pria itu tadi mampir dulu ke ruang pak Alex sebelum ke ruangannya.
Karina mengekor di belakang Bara begitu juga dua orang lainnya.
"Pak ini calon sekretarusis Bapak," ucap Karina dan meinstruksi agar keduanya memperkenalkan diri.
"Perkenalkan Pak nama sama Ayu."
"Dan Saya Nadia."
Bara tak banyak berkomentar dan meminta mereka keluar dan mulai bekerja.
Karina mulai menjelaskan apa saja yang harus dikerjakan dan syukurnya mereka tak banyak ulah dan manut saja.
"Ayu, Ayo Kita masuk. Bawa berkasnya," ajak Karina.
Ayu lekas beranjak dan langsung mengikuti Karina.
"Ini berkas yang Bapak minta," ucap Ayu.
Bara mengambil berkas tersebut dan mengeceknya. Karina mengeratkan gigi kenapa ia jadi kesal begini membayangkan nantinya kalau dirinya sudah resign dan bukan lagi menjadi sekretaris Bara, maka pria itu akan sering bersama perempuan lain dan ia tak suka hal itu.
Dirinya mulai berpikir untuk mencarikan Bara sekretaris seorang pria agar hatinya merasa tentram.
***************
#VOTE KOMEN GUYS. SUKA KALILAH AU THOR NGEBACANYA.
#YANG BELUM POLO AUTHOR AYO DONG DI POLO ?